Saturday 28 January 2017

Terpengaruh Wahabi, Sekolah Kami Tidak Memperingati Maulid Nabi Lagi (Dialog)



Seseorang yang saya kenal bercerita kepada saya bahwa sekolah tempat ia mengajar dulu, sekarang tidak memperingati maulid Nabi lagi. Saya bertanya kepadanya, apa sebabnya? Ia mengatakan bahwa ada salah seorang guru di sekolah yang melarangnya. “Apa alasan larangannya?” tanya saya lagi. Ia mengatakan bahwa si guru berkata: “Ibadah itu harus mengikuti Nabi, tidak boleh dibuat-buat”.

Terjadilah perbincangan di antara kami selanjutnya. Panjang lebar. Saya menjelaskan kekeliruan dari alasan si guru tersebut. 

Perbincangan itu saya rasa bermanfaat untuk dituangkan di blog ini. Tapi tentu saja saya tidak akan men-share perbincangan itu persis seperti aslinya, karena ada privasi-privasi dan pribadi-pribadi yang harus dijaga kehormatannya.

Agar lebih selamat dan bermanfaat, saya akan melanjutkan tulisan ini dengan dialog imajiner saja. Karena yang penting adalah sharing ilmunya. Ya kan?! Saya tak ingin membawa Anda untuk bergosip. Yuk kita mulai.

Teman:
“Bagaimana itu Ustadz, pendapat teman saya itu (guru yang melarang tersebut)?

Saya:
Ya kalau menurut saya, pendapat seperti itu tentu saja tidak benar. Mungkin teman Ibu itu tidak tahu kali ya, atau lupa, bahwa ibadah itu di dalam Islam ada dua macam: Ibadah Mahdhoh (مَـحْضَة ) dan Ibadah Ghairu Mahdhoh (غَيْرُ مَـحْضَة ).

Ibadah Mahdhoh adalah ibadah yang murni dan baku. Bentuk, waktu, dan tata-caranya memang sudah diatur sedemikian rupa. Biasanya ada rukun dan syaratnya. Harus dikerjakan betul-betul seperti apa yang sudah digariskan oleh Nabi Muhammad saw, baik waktu maupun tatacaranya. Contoh ibadah dalam kategori ini misalnya, shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain.
Saya kasi contoh. Shalat Subuh, misalnya. Shalat Subuh ini harus dikerjakan di waktu Subuh, tidak boleh di waktu yang lain (kecuali ada alasan-alasan tertentu yang dapat dibenarkan seperti ketiduran, lupa, dan sebagainya). Rakaatnya juga harus dua rakaat, tidak boleh ditambah atau dikurangi.

Begitu pula zakat. Harus dikerjakan menurut aturan mainnya yang baku. Harus diserahkan hanya kepada manusia-manusia tertentu (delapan golongan manusia), tidak boleh kepada yang lainnya.

Haji begitu juga. Harus dikerjakan di Mekkah. Waktunya harus pada waktu-waktu haji, tidak boleh pilih waktu-waktu lain.

Dan begitulah seterusnya ibadah yang tergolong Mahdhoh ini. Cukup terikat dan tidak bebas, baik dari segi waktu maupun tata-caranya.

Tetapi ibadah yang masuk dalam kategori Ghairu Mahdhoh, tidaklah seperti itu. Ia agak bebas, meskipun tentu saja bukan tidak ada aturan sama sekali. Waktunya bisa kita pilih-pilih. Bisa direncanakan. Bisa diagendakan. Bisa kita musyawarahkan, dan lain sebagainya.

Contoh Ibadah Ghairu Mahdhoh: membaca Alquran, shalawat kepada Nabi, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, ceramah agama, memberikan nasehat, silaturahmi, dan lain-lain. Sangat banyak ibadah Ghairu Mahdhoh ini. Bahkan suatu perbuatan yang biasa-biasa saja sekalipun, asalkan itu tidak dilarang oleh agama, bisa menjadi ibadah ghairu mahdhoh jika ia diniatkan untuk ibadah.

Misalnya, makan atau minum. Makan dan minum ini pada dasarnya adalah kegiatan biasa, bukan ibadah. Buktinya, orang kafir (non muslim) pun melakukannya. Bahkan binatang dan tumbuhan pun melakukannya.

Tetapi bagi seorang muslim, kegiatan makan dan minum ini bisa menjadi ibadah. Yaitu apabila ia lakukan dengan tanpa melanggar aturan Allah (seperti tidak memakan yang haram) dan diniatkan karena Allah atau untuk melakukan hal-hal yang diperintahkan Allah.

Contoh: si A mau mengerjakan shalat Zuhur. Tapi ia merasa bahwa perutnya sudah amat lapar, atau ia merasa bahwa tenaganya harus di-cas dulu dengan makan dan minum. Maka ia memutuskan untuk makan dan minum dulu sebelum shalat. Ia ingin tenaganya lebih ready ketika shalat. Dan ia ingin meminimalisir kemungkinan tidak khusyu’ karena teringat makan dan minum ketika shalat.

Karena si A makan dan minum dengan niat atau tujuan yang seperti itu, dan ia pun juga makan-minum dengan sesuatu yang halal, maka dapatlah makan dan minum si A tersebut dinilai ibadah. Ibadahnya masuk kategori mana? Kategori ibadah Ghairu Mahdhoh.

Nah maulid Nabi itu kenapa terus dilakukan oleh para ulama dan kaum muslimin? Karena ia memang suatu kegiatan yang bernilai ibadah, yakni ibadah ghairu mahdhoh.

Kenapa dikatakan ibadah? Karena isinya adalah hal-hal yang memang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu: membaca Alquran, shalawat Nabi, penyampaian ilmu dan nasehat agama, beramah-tamah dengan sesama muslim, makan-minum bersama, dan lain-lain. Semua kegiatan itu adalah ibadah. Semua kegiatan itu dilakukan dan dianjurkan oleh Nabi. Tetapi karena kategori ibadahnya adalah ibadah ghairu mahdhoh, maka tidak harus persis seperti Nabi tentang waktu dan formatnya.

Kalau ibadah ghairu Mahdhoh harus persis seperti Nabi, justru akan sangat memberikan kesulitan bagi umat bahkan boleh dikatakan tidak akan mungkin dilakukan.

Contoh: Anda mau melakukan ceramah agama. Ini ibadah (ibadah ghairu mahdhoh). Tetapi kalau harus persis seperti dilakukan oleh Nabi, baik waktu maupun caranya, Maka bagaimana mungkin? Intonasi Anda, mimik Anda, ekspresi Anda, gerak-tangan Anda, dan lain-lain, tidak akan bisa sama persis dengan apa yang telah dilakukan oleh Nabi.

Masalah waktu juga begitu. Bagaimana mungkin menyamakannya dengan waktu Nabi? Nabi ceramah hari apa saja, jam berapa saja, berapa lama durasinya? Apa harus begitu? Tidak. Kalau diharuskan begitu justru akan menjadi teramat sulit dan hampir tidak akan mungkin untuk dilakukan.

Nah inilah kelapangan Islam. Inilah rahmat Allah untuk para hamba-Nya. Mereka diberikan bentuk ibadah Ghairu Mahdhoh, yang agak bebas waktu dan caranya dibandingkan dengan ibadah Mahdhoh.

Dengan adanya bentuk ibadah Ghairu Mahdhoh ini, para hamba-Nya berkemungkinan untuk menjadikan seluruh aktivitas hidupnya menjadi ibadah. Kalau tidak ada bentuk ibadah Ghairu Mahdhoh, maka akan sangat sedikit sekali ibadah yang dilakukan oleh manusia di dalam hidupnya. Padahal tidaklah diciptakan manusia oleh Allah kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Az-Zariyat: 56)

Karena manusia tidak diciptakan oleh Allah kecuali untuk beribadah kepada-Nya, maka sesungguhnya hidup manusia itu secara idealnya harus full digunakan untuk beribadah. Seluruh aktifitas manusia harus diusahakan agar selalu bernilai ibadah. Nah, hal ini akan tidak mungkin jika tidak ada ibadah Ghairu Mahdhoh.

Jadi Maulid Nabi itu, bukan tidak pernah dibuat oleh Nabi. Isinya kan baca Alquran, shalawat nabi, ceramah agama, makan-minum bersama, beramah-tamah, dan lain-lain. Semuanya adalah hal-hal yang telah dianjurkan dan pernah dibuat oleh Nabi saw dan para sahabatnya. Hanya karena semua itu tergolong ke dalam ibadah Ghairu Mahdhoh, maka ia boleh saja dikumpulkan dalam suatu waktu atau momen. Dan boleh saja momen itu diberi nama dengan Peringatan Maulid Nabi saw.

Teman:
Terus kalau mereka sekarang tidak lagi mengerjakan peringatan Maulid Nabi itu lagi, bagaimana Ustadz? Apa mereka berdosa?

Saya:
Kalau sekedar tidak mengerjakan, itu tidak berdosa. Tetapi yang melarang-larang, itu BERDOSA.

Yang tidak mengerjakan, tidak berdosa. Asalkan mereka tidak mengerjakannya itu bukan karena benci, tetapi mungkin hanya karena tidak sempat, atau karena sedang ada halangan dan kesibukan.

Tetapi meskipun tidak berdosa, mereka harus tahu bahwa mereka itu telah sangat rugi. Mereka sangat rugi karena telah kehilangan banyak pahala. Kenapa? Karena kalau peringatan Maulid Nabi itu diadakan, akan terjadilah pada hari itu: adanya orang yang membaca Alquran dengan didengarkan oleh sekian banyak manusia (didengarkan oleh para siswa, para guru, para undangan, para tetangga sekolah, dan lain-lain).

Orang yang membaca Alquran berpahala. Orang-orang yang mendengarkannya juga berpahala. Dan semua pahala orang yang membaca dan mendengarkan bacaan Alquran pada saat itu, juga akan didapatkan oleh orang-orang yang menyebabkan terjadinya bacaan Alquran tersebut (yaitu para panitia penyelenggara, kepsek yang menyetujui, para pengumpul dana, dan lain-lain). Hitunglah berapa banyak orang yang mendengarkan bacaan Alquran pada hari itu. Semua mereka berpahala, dan pahala mereka semua juga akan didapatkan oleh orang-orang yang telah menyebabkan terjadinya acara itu tanpa mengurangi pahala para pendengar dan pembaca Alquran itu masing-masing.

Itu baru pahala dari segi bacaan Alqurannya. Maka bayangkan pula pahala yang didapat dari bacaan shalawat Nabi yang dikumandangkan pada hari itu. Bayangkan pula pahala yang didapatkan dari ceramah agama yang diadakan pada peringatan maulid Nabi tersebut. Pahala dari makan dan minum bersama. Pahala dari beramah-tamah, saling senyum dan bertukar-pikiran pada hari itu, dan lain-lain.

Dipandang dari segi ini, sungguh sangat rugi mereka yang tidak mengadakan Peringatan Maulid Nabi saw ini. Mereka kehilangan sekian banyak pahala yang semestinya bisa mereka dapatkan.

Sedangkan bagi yang melarang-larang, itu BERDOSA. Karena ia telah mencegah-cegah orang dari berbuat kebaikan. Ia telah mencegah  manusia dari berbagai kegiatan ibadah kepada Allah (berbagai ibadah Ghairu Mahdhoh).

Dengan melarang peringatan maulid Nabi, secara tidak langsung berarti ia telah mencegah terjadinya pembacaan Alquran, telah mencegah manusia dari bershalawat, telah menghalangi manusia dari ceramah agama, telah mencegah manusia dari makan-minum bersama, dan lain-lain. Karena itu semualah isi dari acara Peringatan Maulid Nabi saw. Dengan melarang Peringatan Maulid Nabi, berarti ia telah mencegah terjadinya semua kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya itu. Padahal semua itu adalah hal-hal yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Semua itu adalah bentuk ibadah Ghairu Mahdhoh. Inilah yang seringkali tidak disadari oleh mereka yang melarang-larang peringatan Maulid Nabi saw.
 

Ingatlah, bahwa melarang manusia dari kebaikan (melarang yang makruf) adalah salah-satu ciri orang munafik yang disebutkan Allah di dalam Alquran (surat at-Taubah ayat 67). Tidak takutkah kita tergolong sebagai orang munafik? Nauzubillahi min zalik.

Teman:
Kalau berdosa, kok bisa ada ya, yang melarang peringatan Maulid Nabi itu? Padahal mereka para ustad juga lho?

Saya:
Ya kan, tidak semua orang berilmu itu, ilmunya benar. Ada orang yang berilmu, tetapi ilmunya salah. Bisa jadi karena salah pemahaman, salah tafsir, dan lain-lain. Karena itu kita kan disuruh untuk memilih-milih siapa orang yang akan kita jadikan guru.

Nabi juga menyebutkan bahwa tidak semua ulama itu benar. Ada juga ulama yang su’ (ulama yang jelek/jahat). Ulama yang su’ ini bisa jadi karena ilmunya tidak benar, atau bisa jadi karena ia telah menyelewengkan ilmu agama yang ada padanya karena tergoda hawa nafsu dan materi duniawi. Bisa jadi pula karena tidak sesuai antara ilmu dengan amalnya. Wallohu a’lam.

Teman:
Jadi, kami sekarang harusnya bagaimana, Ustad? Apakah kami biarkan saja atau diusahakan kembali Peringatan Maulid Nabi itu?

Saya:
Kalau bisa tentu diusahakan kembali. Tapi harus dengan cara yang baik. Yang tidak paham harus diberikan pemahaman terlebih dulu. Jangan main paksa dan terjadi keributan. Tunjukkan saja artikel ini kepada yang belum paham. Atau ditambah lagi dengan tulisan-tulisan lain yang membahas masalah Peringatan Maulid Nabi ini.

Insya Allah, kalau mereka mengerti, mereka akan cinta kepada Maulid Nabi dan akan tidak semudah itu saja untuk meninggalkannya.

Baca juga di blog ini tentang Dalil dan Keutamaan Maulid Nabi saw

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Keterangan Foto: Hanya ilustrasi.

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...