Demikianlah
pemahaman bid’ah menurut golongan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah (Aswaja). Kalau
pemahaman bid’ah Anda tidak seperti ini, janganlah mengaku-ngaku sebagai Ahlus
Sunnah Wal-Jama’ah. Bisa jadi Anda masuk ke golongan Wahabi atau yang lain.
Di
sini saya tidak ingin membahas tentang dalil atau hujjah para ulama Ahlus
Sunnah sehingga membagi bid’ah menjadi seperti demikian. Pembahasan tentang itu
ada tempatnya tersendiri, dan biasanya tidak ringkas. Silakan Anda carilah buku
atau artikel yang membahas dalil-dalil tersebut. Salah satunya bisa Anda
download e-book di situs santri.net. Di situ cukup gamblang dijelaskan
masalah bid’ah atau pembagian bid’ah ini beserta dalil-dalinya.
Di
artikel ini saya hanya ingin memberikan contoh beberapa hal yang tergolong bid’ah
sayyi’ah, karena ada sebuah pertanyaan yang diajukan seorang facebooker yang
memancing saya untuk menulis hal ini. Sang facebooker bertanya: “Kalau memang Maulid
Nabi, tahlilan, yasinan dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh kaum Aswaja itu
bukan contoh bid’ah yang dilarang oleh Nabi, lalu apa contohnya bid’ah yang
dilarang oleh Nabi saw itu, yang memang sudah terjadi, bukan yang belum terjadi?”
Well,
sahabatku yang baik, bid’ah yang dilarang oleh Nabi saw itu adalah bid’ah yang
bertentangan dengan Alquran dan As-sunnah. Dan andaikata tidak ada pembagian
bid’ah, sebenarnya tidak masalah, asalkan mereka memahami bahwa yang pantas
disebut dengan bid’ah itu adalah: segala sesuatu yang
baru yang bertentangan dengan Alquran dan
As-sunnah. Sedangkan segala sesuatu yang baru yang tidak bertentangan
dengan Alquran dan As-sunnah, jangan sesekali disebut sebagai bid’ah, karena ia
hanyalah bid’ah secara bahasa saja, bukan bid’ah secara syariat.
Kalau
begini pemahaman mereka, saya setuju kalau mereka mengatakan bahwa tidak ada
pembagian bid’ah atau sesungguhnya semua bid’ah itu sesat. Dan hal ini sudah
ada dilakukan oleh sebagian ulama terdahulu seperti al-Imam Ibnu Rajab
al-Hanbali. Beliau mengatakan semua bid’ah itu sesat, tetapi yang beliau maksud
dengan bid’ah itu adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan Alquran dan
As-sunnah. Sedangkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Alquran dan As-sunnah,
meskipun itu adalah hal-hal yang baru, beliau tidak mau menyebutnya sebagi bid’ah.
Beliau menyebutnya sebagai sunnah.
Tetapi
masalahnya, pemahaman mereka (kaum wahabi) kan tidak begitu. Terbukti pada
hal-hal baru yang tidak bertentangan dengan Alquran dan As-sunnah,
mereka salah-salahkan juga. Mereka cela-cela juga.
Contoh,
tentang peringatan Maulid Nabi saw. Di mana letak bertentangan dengan Alquran
dan As-sunnah nya? Isinya jelas-jelas berbagai kebaikan yang dianjurkan oleh
Alquran dan As-sunnah seperti membaca Alquran, membaca shalawat nabi, penyampaian
ceramah dan ilmu agama, pembacaan sejarah Nabi saw, acara makan dan minum
bersama, beramah-tamah sesama muslim, berdoa kepada Allah swt, dan lain
sebagainya. Kenapa kok mereka cela juga acara yang semacam itu? Itulah bukti
bahwa pemahaman bid’ahnya kaum Wahabi tidak sama dengan pemahaman bid’ahnya
al-Imam Ibnu Rajab. Kalau dari pemahaman Ibnu Rajab, maka semestinya peringatan
Maulid Nabi itu disebut sebagai sunnah, karena isinya tidak ada yang bertentangan
dengan Alquran dan As-sunnah, justru malah bersesuaian sehingga dapat
dikategorikan sebagai ibadah (ibadah ghairu mahdhoh) dan berpahala besar.
Oke,
itu just info saja. Saya tak ingin berpanjang-panjang tentang hal itu, karena
bukan di artikel ini tempatnya. Harus di artikel atau di buku yang khusus
karena penjelasannya tidak akan bisa ringkas, apalagi kalau sampai mengupas
dalil-dalilnya.
Langsung
saja saya contohkan di sini, beberapa hal yang tergolong bid’ah sayyiah, yaitu
bid’ah yang buruk yang dilarang oleh Nabi saw dan yang memang telah terjadi:
1.
Mengatakan bahwa “Rizki
itu memang sudah ditentukan. Tetapi yang ditentukan itu apanya? caranya, bukan
jumlahnya”.
Perkataan ini pernah saya
dengar terlontar dari mulut seorang motivator ternama di negeri ini dalam
salah-satu episode acaranya di televisi.
Perkataan semacam ini adalah
hal baru yang bertentangan dengan Alquran dan As-sunnah karena menurut Alquran
dan As-sunnah segala sesuatu itu telah ditentukan. Dari yang sebesar-besarnya
sampai ke yang sekecil-kecilnya (lihat ayat-ayat dan hadits-hadits yang
membahas masalah takdir).
Maka rezeki pun juga seperti
itu, sudah ditentukan sampai kepada jumlahnya sekalipun. Dari si makhluk
penerima rezeki itu lahir sampai si makhluk itu mati, rezekinya sudah tuntas ditentukan oleh Allah swt sampai
kepada jumlah, waktu, dan caranya. Inilah yang benar menurut Islam.
2.
Menolak sama-sekali
hadits dhoif.
Ini dilakukan oleh kelompok
Wahabi. Dan ini bertentangan dengan Alquran atau As-sunnah. Untuk lebih
jelasnya baca artikel saya di blog ini yang berjudul “Jangan Meremehkan AtauMenolak Hadits Dhoif”.
3.
Melarang-larang atau
mencela-cela orang yang melakukan peringatan maulid Nabi saw, mencela-cela
yasinan, tahlilan, dan lain sebagainya yang merupakan amal-amal kebaikan.
Ya, ini juga dilakukan oleh
kelompok Wahabi. Justru perbuatan mereka itulah yang bid’ah sayyiah karena
amal-amal tersebut di atas yang mereka cela-cela itu tidak bertentangan dengan
Alquran dan As-sunnah. Untuk lebih jelasnya, baca artikel di blog ini yang
berjudul ”Terpengaruh Wahabi, Sekolah Kami Tidak Memperingati Maulid Nabi Lagi”
4.
Mewajibkan pembayaran
zakat profesi sekali sebulan.
Ini ada instansi tertentu yang
melakukan kepada para karyawannya. Ini bertentangan dengan Alquran dan
As-sunnah. Baca artikel-artikel di blog ini yang membahas masalah zakat.
5.
Menyuruh umat muslim
menjaga acara Natalan di gereja.
Pada acara Natalan 2016
kemarin, ada sebagian umat muslim yang melakukannya kan?!
Ini hal baru, salah, dan sesat.
Umat muslim tidak boleh mendukung atau membantu acara ibadahnya
umat lain, meskipun juga tidak boleh mengganggunya. Karena acara ibadahnya umat
lain itu adalah kesyirikan menurut Islam, dan menolong orang di dalam
kesyirikan itu hukumnya haram.
Kalau acara ibadah umat lain
itu perlu penjagaan, maka biarlah umat mereka sendiri yang menjaganya. Umat
Islam cukup sekedar tidak mengganggu, itu saja yang dibenarkan.
Saya
rasa cukup sekianlah contoh-contoh yang dapat diberikan yang termasuk ke dalam
kategori bid’ah sayyiah. Contoh lainnya tentu masih banyak, silakan Anda cari
sendiri. Saya tidak mungkinlah memasukkan semua contoh bid’ah sayyiah tersebut
ke artikel ini (capek dong, bro).
Bid’ah
seperti itulah yang dilarang oleh Rasul saw. Atau hal-hal seperti itulah yang patut
untuk disebut sebagai bid’ah (bagi yang tidak mau membagi-bagi bid’ah).
Adapun
acara-acara seperti peringatan maulid Nabi, yasinan, tahlilan, dan lain
sebagainya, janganlah dicela-cela. Karena semua hal itu bersesuaian dengan Alquran dan As-Sunnah. Justru yang mencela-celanyalah yang tergolong telah
melakukan bid’ah (alias bid’ah sayyiah). Ok?! Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
[Buya Amin/Media Muslim]
Keterangan
foto: Hanya sebagai tambahan/pemanis.
Dari contoh2 yg dipaparkan sy masih kurang faham, kurang mengena di hati sy.. contoh tentang zakat profesi itu agak kumayan lah.. tapi yg lain2nya kurang pas menurut sy
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKita sdg bicara tentang larangan bid'ah bukan?, dan larangan itu berasal dari hadits Nabi yg shahih bukan?
ReplyDeletePertanyaannya: apakah contoh2 di atas terlarang karena adanya hadits larangan bid'ah atau karena dalil yg lain? Jika karena hadits larangan bid'ah, coba buang hadits tsb apakah contoh2 di atas menjadi boleh??...tetap tidak boleh bukan ..
Lalu untuk apa nabi berkata tentang larangan bid'ah?? buang saja hadits tak berguna itu... (Anda berani?!)
Contoh" bid'ah sayyiah kok lebih sedikit dan bahkan lebih sulit untuk di cari
ReplyDeleteKarena memang setiap bid'ah akan dipandang hasanah oleh para pelakunya meskipun orang lain memandangnya buruk.... Sampai kapanpun tak akan pernah ada yg namanya bid'ah sayyi'ah itu...
Delete