Wednesday 1 February 2017

Inilah Kesalahan Umat Islam Ketika Dulu Memilih Jokowi



Pada saat pilpres Jokowi atau Prabowo tahun 2014 lalu, kondisi saya sangat lemah dan hanya tergolek di atas kasur. Segala sesuatu harus dibantu oleh orang lain. Saya tak ikut pemilu karena kondisi kesehatan yang seperti itu.

Saya tak mengurusi apa pun karena tak bisa melakukan apa pun. Saya juga tak banyak tahu keadaan di luar sana, perkembangan Indonesia, perkembangan dunia dan lain-lain karena tak sanggup mendengar atau menonton apa pun termasuk berita. Saat itu diri saya sangat sensitif terhadap suara. Kepala saya sakit jika mendengar sesuatu yang menurut standar saya berisik pada saat itu (padahal menurut ukuran orang normal volume sedemikian itu belum berisik).

Sehingga saya pun tak banyak tahu tentang siapa itu Jokowi. Wajah Jokowi saja, saya tak tahu. Saya hanya mengenali suaranya saja saat itu dari kilasan-kilasan suara TV yang kebetulan terdengar ketika ada sanak-famili yang menonton berita di ruang keluarga. Yang saya tahu saat itu (dari kilasan suara TV atau dari obrolan orang-orang di rumah) adalah bahwa Jokowi sedang dipuji-puji orang karena ia suka blusukan, terkesan merakyat, low profile, dan lain sebagainya. Yang juga saya tahu adalah bahwa Jokowi saat itu memiliki wakil (wagub) seorang non muslim. Ya, betul: Ahok (saya juga hanya mengenali suara Ahok saja saat itu, tidak mengetahui wajahnya).

Tapi dengan pengetahuan yang terakhir itu saja (yaitu bahwa Jokowi memiliki wakil yang non muslim), andaikan saya ikut pemilu/pilpres pada saat itu, atau andaikan ada orang yang bertanya kepada saya tentang siapakah yang harus dipilih pada pilpres 2014 saat itu, saya akan menjawab mantap: pilih Prabowo, kita tak punya pilihan lain!

Orang mungkin akan bertanya: Kenapa? Bukankah Jokowi itu hebat? Bukankah dia (konon) telah berprestasi saat menjadi walikota Solo? Bukankah dia (terkesan) peduli pada rakyat? Suka blusukan? Mau terjun/nyebur ke kali (sungai) dalam rangka mengatasi banjir? Dan lain-lain, dan lain-lain?

Ya, mungkin semua itu benar (wallohu a’lam). Tetapi kenapa saya bisa menjawab dengan tegas dan pasti? Tidak panjang-panjang, karena satu hal saja, yaitu karena saya tahu bahwa Allah telah memberikan petunjuk dan aturan yang jelas dalam hal ini. Allah telah tegas melarang umat Islam untuk memilih orang kafir (non muslim) sebagai awliya’ (awliya’ bisa berarti teman setia, pemimpin, pelindung, dan banyak yang lainnya. Semua arti itu bisa diterima sehingga tidak boleh hanya dipilih salah satunya saja. Dengan demikian, terlaranglah bagi umat Islam untuk memilih orang kafir sebagai pemimpin).

Inilah petunjuk yang benar yang tak patut untuk diragukan lagi. Jika Anda muslim, Anda semestinya meyakini Alquran lebih di atas segalanya.

Bagi saya, Jokowi saat itu pasti bukanlah orang yang punya kepedulian besar terhadap ajaran Islam. Dia pasti bukanlah orang yang sangat mementingkan Alquran di dalam langkah-langkah hidupnya. Karena terbukti, dia telah mengangkat orang kafir sebagai teman-setia nya alias wakil gubernurnya saat itu. Kalau dia seorang muslim yang benar, dia semestinya tidak akan mau untuk dipasangkan dengan seorang wakil yang non muslim.

Pada masa-masa Pilkada DKI 2012, di mana Jokowi-Ahok saat itu merupakan salah satu paslon (pasangan calon)-nya, bukan tidak ada ulama yang memperingatkan agar jangan memilih paslon yang ada non-muslim nya. Bahkan ada sebagian ustadz atau ulama yang saya dengar membuat perumpamaan seperti ini: “Bagaimana kalau Anda ditawari somay yang telah dicampur dengan daging babi, di mana kalau Anda makan somay itu, Anda pasti akan memakan pula daging babinya, apakah Anda akan mau memakan somay tersebut? Apakah halal bagi Anda untuk memilih/memakan somay yang seperti itu?” Jawaban yang benar adalah: TIDAK! TIDAK HALAL! alias HARAM.

Atau ada juga yang membuat perumpamaan bahwa paslon Jokowi-Ahok saat itu adalah ibarat susu yang dicampur dengan arak (khamr). Susu itu halal, tetapi karena telah dicampur dengan arak, di mana kalau Anda meminum susu itu Anda otomatis akan meminum pula araknya, maka memilih susu tersebut pun menjadi haram hukumnya.

Dengan kata lain, memilih Jokowi saat itu hukumnya haram karena dengan memilih Jokowi, otomatis Ahok yang non muslim itu harus terpilih pula sebagai wakilnya, sedangkan wakil itu memiliki wewenang kepemimpinan yang cukup besar pula terhadap rakyatnya. Bahkan wakil itu bisa menggantikan posisi ketua (gubernur) sewaktu-waktu.

Tapi malang, dengan alasan ini dan itu, begini dan begitu, omongan ulama yang mengharamkan saat itu tidak didengarkan oleh cukup banyak kaum muslimin. Mereka tergiur dengan kualitas Pak Jokowi yang konon/katanya amat bagus. Akhirnya Jokowi-Ahok pun terpilih.

Siapa yang paling bertanggung-jawab sebenarnya atas terpilihnya Jokowi-Ahok? Siapa sebenarnya yang punya andil amat besar atas terpilihnya kedua orang itu? Siapa lagi kalau bukan umat Islam, karena mereka adalah suara mayoritas di negeri ini, termasuk di DKI. Kalau suara mereka tidak mereka serahkan ke Jokowi- Ahok dan mereka serahkan ke Paslon yang lain, pasti Jokowi-Ahok tidak akan terpilih saat itu. Ini sebuah logika yang pasti (kecuali jika ada kecurangan-kecurangan di dalam pemilu, semoga saja tidak).

Di pertengahan masa tugas Jokowi, masa pilpres pun datang. Jokowi dipinang untuk mencalonkan diri sebagai presiden disandingkan dengan Pak JK (Jusuf Kalla). Lagi-lagi semestinya umat Islam bertanya, Apa hukum memilih Jokowi saat itu jika dipandang dari kaca mata Islam?

Kalau hanya dipandang dari segi bahwa Pak Jokowi dan Pak JK itu dua-duanya secara zahir adalah muslim, mungkin kita dapat mengatakan bahwa memilih pasangan Jokowi-JK saat itu adalah halal. Tetapi, kalau umat Islam memiliki rasa persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah) yang tinggi saat itu, mereka semestinya juga tidak memilih Jokowi. Mereka semestinya memilih Prabowo yang juga halal untuk dipilih saat itu.

Kenapa? Karena kalau Jokowi terpilih sebagai presiden saat itu, bukankah otomatis Ahok akan menjadi gubernur di Jakarta?! Artinya, memilih Jokowi sebagai presiden saat itu sama artinya dengan memilih Ahok sebagai gubernur di Jakarta, karena itu adalah hal yang otomatis terjadi.

Maka dari sisi ini, kalau persaudaraan Islam itu tinggi, kalau umat Islam itu sangat peduli terhadap nasib saudara-saudara mereka sesama muslim di wilayah lain, mereka pasti akan menghindarkan diri dari memililih Jokowi. Karena memilih Jokowi saat itu, sama dengan menaikkan seorang gubernur yang kafir untuk memimpin saudara-saudara mereka sesama muslim di sebuah wilayah yang bernama Jakarta. Inilah kesalahan umat Islam yang telah terjadi. Inilah kesalahan yang mungkin tidak disadari oleh banyak kaum muslimin saat mereka dulu memilih Jokowi.

Sekarang nasi telah menjadi bubur. Pemilihan Jokowi telah terjadi. Jokowi telah menjadi presiden dan Ahok pun telah menjadi gubernur. Dan Anda telah melihat sendiri sekarang apa yang telah terjadi pada Indonesia dan Jakarta.

Apakah betul Jokowi itu peduli terhadap rakyat kecil seperti yang dicitrakan sebelum pilpres? Apakah betul Jokowi itu merasakan sakit nya penggusuran seperti yang pernah dia bilang sebelum terpilih? (lihat film “Jakarta Unfair” produksi Watchdoc). Apakah keadilan sosial dan supremasi hukum saat ini tegak di bumi Indonesia? Apakah isu-isu PKI yang terkait dengan diri beliau hanyalah isapan jempol belaka? Jika Anda cerdas, Anda bisa menilainya sendiri.

Lalu Ahok, benarkah dia tidak berbahaya bagi umat Islam? Benarkah kebijakan-kebijakannya tidak ada yang menentang Alquran atau Pancasila? Benarkah dia seorang pemimpin yang baik di tengah mayoritas muslim yang dipimpinnya? Kalau Anda tidak bisa menjawab ini, saya akan bantu dengan memberikan beberapa contoh berikut:

1.     Ahok bersikeras menentang peraturan menteri perdagangan yang melarang penjualan minuman keras.

2.     Ahok usul legalkan prostitusi.

3.     Ahok usul buat apartemen khusus pelacuran

4.     Ahok usul pelacur diberi sertifikat (sertifikasi PSK)

5.     Ahok usul hapus cuti bersama di saat lebaran

6.     Ahok persoalkan kewajiban berbusana muslim di sekolah bagi siswa/i muslim pada hari Jum’at

7.     Ahok banyak lakukan penggusuran pemukiman warga hingga juga merobohkan rumah ibadah kaum muslimin.

8.     Ahok merobohkan masjid bersejarah Taman Ismail Marzuki

9.     Ahok usul penghapusan SKB 2 Menteri tentang pembangunan rumah ibadah, padahal SKB 2 Menteri tersebut merupakan alat pencegah terjadinya konflik horizontal akibat pembangunan rumah ibadah yang ilegal.

Itulah beberapa hal yang telah dilakukan Ahok, seorang kafir yang telah memimpin di wilayah yang mayoritas penduduknya muslim. Kalau ingin data lebih banyak, silakan Anda cari sendiri di internet atau di media-media lainnya.

Pertanyaannya sekarang, masihkah umat Islam tidak mau percaya kepada aturan Allah dan Rasul-Nya yang telah melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin? Masihkah mereka lebih berpihak kepada dugaan /pertimbangan akal dan nafsu mereka sendiri ketimbang kepada aturan Allah dan Rasul-Nya? Masihkah umat Islam belum ber-kesadaran tinggi untuk hanya memilih calon-calon yang muslim saja? Dan Masihkah cara pandang umat Islam hanya bersifat regional, alias tidak memperdulikan nasib yang akan menimpa saudara-saudara mereka di wilayah lain atas pilihan yang akan mereka ambil?

Sekarang, tidak lama lagi, akan terjadi pemilihan gubernur di Jakarta (15 Februari 2017 mendatang). Masihkah umat Islam akan tidak peduli dengan larangan Allah di Alquran? Masihkah umat Islam akan enak saja hatinya memilih paslon yang di dalamnya terdapat orang non muslim alias kafir?

Kalau masih seperti itu, kita mungkin masih harus malu untuk memohon berkah dari Allah swt untuk negeri dan bangsa ini, karena ternyata para umat-Nya di tanah-air ini masih banyak yang tidak mengacuhkan perintah dan larangan-Nya di Alquran.

Ingatlah, Allah menjanjikan berkah-Nya hanya untuk kaum yang mau percaya dan patuh/bertaqwa kepada-Nya (lihat Quran surat al-A’raf ayat 96). Jika kaum itu sendiri tidak mau percaya dan patuh, maka jangan salahkan jika Allah tidak memberikan berkah-Nya dan tidak melindungi mereka dari bencana-bencana yang akan terjadi. Wallohu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. [Media Muslim].

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...