Saturday 6 June 2015

Keterangan Tentang Kemuliaan Bulan Sya'ban, Malam Nisyfu Sya'ban dan Amalannya

Di dalam kitab Mukasyafatul Qulub, karya Imam Al-Ghazali halaman 283, kita jumpai keterangan-keterangan sebagai berikut:
  1. Sya’ban itu diambil dari kata Syi’bun (artinya jalan bukit). Dinamakan demikian karena bercabang-cabang dari padanya kebaikan yang banyak (sebagaimana jalan bukit itu bercabang-cabang—pen).
  2. Dari Aisyah r.a. : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunat) lebih banyak dari pada di bulan Sya’ban (H.R. Bukhari dan Muslim).  
  3. Dari Usamah r.a.: “Aku berkata: Ya Rasulallah, aku tidak melihat engkau berpuasa (sunat) di bulan-bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban? Beliau menjawab: Ini adalah bulan yang dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan di mana amal-amal itu diangkat kepada Tuhan semesta alam. Maka aku suka bahwa ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa.” (H.R. An- Nasa’i)   
  4. Dari Abu Umamah al-Bahili r.a.: “Apabila telah masuk bulan Sya’ban maka Rasulullah s.a.w. bersabda: Sucikanlah diri kalian dan perbaguslah niyat kalian!”
Tentang Malam Nisyfu Sya’ban
Malam nisyfu Sya’ban memiliki beberapa nama sesuai dengan kandungan faedah atau rahasia-rahasia yang terdapat di dalamnya. Nama-nama tersebut di antaranya adalah:
  1. Lailatu ‘Idil Malaikah
  2. Lailatut Takfir
  3. Lailatul Hayah
  4. Lailatusy Syafa’ah
  5. Lailatul Maghfirah
  6. Lailatul ‘Itqi
Berikut sedikit keterangan tentang nama-nama tersebut:

Lailatu ‘Idil Malaikah
Ada yang menerangkan bahwa sesungguhnya para malaikat di langit itu memiliki dua malam hari raya sebagaimana kaum muslimin di bumi memiliki dua hari raya. Dua hari raya kaum muslimin adalah Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan dua malam hari raya para malaikat adalah malam nisyfu Sya’ban (atau disebut juga lailatul bara-ah) dan malam qadar (lailatul qadar). Karena itulah malam nisyfu Sya’ban disebut juga dengan lailatu ‘idil malaikah, artinya malam hari raya para malaikat.

Lailatut Takfir
Artinya adalah malam penghapusan. As-Subki telah menyebutkan di dalam tafsirnya bahwa malam nisyfu Sya’ban itu menghapuskan dosa satu tahun (tentu saja bagi orang yang menghidupkannya dengan ibadah—pen), malam Jum’at itu menghapuskan dosa satu minggu, dan malam Qadar itu menghapuskan dosa sepanjang umur (selama hidup).

Lailatul Hayah
Artinya adalah malam kehidupan. Diriwayatkan oleh Al-Munziriy secara marfu’: Barang siapa yang menghidupkan malam ‘Id (malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha—pen) dan malam nisyfu Sya’ban, maka hati orang itu tidak akan mati pada hari matinya hati orang-orang lain.

Lailatusy Syafa’ah
Artinya malam syafaat (pertolongan). Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw pada malam ketiga belas bulan Sya’ban meminta syafaat kepada Allah swt untuk umatnya. Maka Allah berikan sepertiganya. Beliau saw meminta lagi pada malam keempat belas, maka Allah berikan dua pertiganya. Dan beliau meminta lagi pada malam kelima belas (malam nisyfu Sya’ban), maka Allah berikan sepenuhnya kecuali bagi orang-orang yang lari dari Allah seperti larinya ba’ir (unta yang telah tumbuh gigi taringnya), maksudnya adalah orang-orang yang lari dan menjauh dari Allah dengan cara melakukan dosa atau maksiat secara terus-menerus.

Lailatul Maghfirah
Artinya malam ampunan. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa sesungguhnya Rasululah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt pada malam nisyfu Sya’ban menengok kepada hamba-hamba-Nya. Maka Dia ampuni para penduduk bumi kecuali dua macam manusia, yaitu orang-orang musyrik dan al-musyahin (orang-orang yang saling membenci atau bertengkar).

Lailatul ‘Itqi
Artinya, malam pembebasan. Dinamakan demikian karena diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Aisyah r.a. bahwa Allah swt pada malam nisyfu Sya’ban membebaskan dari neraka sebanyak bilangan bulu binatang ternak Bani Kalb (suatu suku di Arab), kecuali enam macam golongan:
1) Orang yang suka meminum atau memakai khamr (segala benda yang memabukkan/menghilangkan akal sehat seperti arak, morfin, ganja, dsb).
2)      Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya
3)      Orang yang selalu berzina (tidak mau bertaubat darinya)
4)      al-musawim (orang yang suka menyerang atau menaikkan harga)
5)      al-mudharrib (orang yang suka menghasut atau menaburkan benih perselisihan)
6)      al-qattat (tukang fitnah atau adu domba)

Cara Menghidupkan Malam Nisyfu Sya’ban
Pada dasarnya segala macam bentuk ibadah yang dibenarkan oleh syara’ seperti membaca Al-quran, berzikir, dan shalat-shalat sunnat itu boleh dilakukan dan diperbanyak untuk menghidupkan malam nisyfu Sya’ban. Akan tetapi ada beberapa bentuk cara yang pernah diterangkan oleh sebagian ulama di dalam kitab-kitab mereka. Di antaranya adalah sebagai berikut ini:
  1. Ditemukan di dalam terjemahan kitab Ihya Ulumiddin (penerbit CV Asy Syifa’, Semarang, Jilid I, halaman 666) bahwa cara yang pernah dilakukan oleh para ulama salaf adalah dengan mengerjakan shalat sunnat mutlaq seperti berikut:
    1. Dikerjakan sebanyak seratus rakat. Setiap dua rakaat, salam. Pada setiap rakaat setelah Al-Fatihah, dibaca surat Al-Ikhlash (Qul huwallahu ahad) sebelas kali; atau
    2. Dilakukan sepuluh rakaat. Setiap dua rakaat, salam. Pada setiap rakaat setelah Al-Fatihah, dibaca surat Al-Ikhlash (Qul huwallahu ahad) seratus kali.
Faidahnya: dari Al-Hasan: “Tiga puluh orang sahabat Nabi saw bercerita kepadaku bahwa barang siapa yang shalat dengan shalat ini pada malam ini (nisyfu Sya’ban) maka Allah melihat kepadanya 70 kali, dan dengan sekali pandangan Dia menunaikan 70 hajatnya yang serendah-rendahnya adalah ampunan.”
  1. Di dalam kitab Perukunan Besar Melayu, kitab Majmu’ Syarif, atau lain sebagainya diterangkan cara sebagai berikut:
Hendaklah shalat sunnat mutlaq dua rakaat sesudah shalat Maghrib. Pada rakaat pertama, sesudah membaca surat Al-Fatihah, dibaca surat Al-Kafirun. Dan pada rakaat kedua, sesudah Al-Fatihah, dibaca surat Al-Ikhlas.
Setelah selesai shalat tersebut, hendaklah dibaca surat Yasin tiga kali. Sebelum membaca Yasin yang pertama, hendaklah diniyatkan kepada Allah swt agar dipanjangkan umur untuk beribadah kepada-Nya. Sebelum membaca Yasin yang kedua, hendaklah diniyatkan agar diberi rizki yang banyak dan halal untuk bekal kuat beribadah kepada Allah swt. Dan sebelum membaca Yasin yang ketiga, hendaklah diniyatkan agar ditetapkan imannya oleh Allah swt. Setelah selesai membaca Yasin tiga kali, maka hendaklah berdoa dengan DOA NISYFU SYA’BAN.

Arti atau terjemahan dari doa nisyfu Sya’ban tersebut adalah sebagai berikut:

"Wahai Allah yang mempunyai karunia dan tidak diberi karunia. Wahai Zat yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Wahai Zat yang memiliki keutamaan dan pemberian. Tidak ada tuhan selain Engkau,  Zat yang nyata ketetapan kehendak-Nya, Pelindung orang-orang yang membutuhkan perlindungan, dan Pemberi keamanan pada orang-orang yang ketakutan. Ya Allah, jika telah Engkau tulis aku di sisi-Mu dalam Ummul Kitab sebagai orang yang malang, atau terhalang, atau terusir, atau sebagai orang yang disempitkan rezkinya, maka hapuskanlah di dalam Ummul Kitab itu dengan karunia-Mu, ya Allah, akan kemalanganku itu, keterhalanganku itu, keterusiranku itu, dan kesempitan rezekiku itu. Dan tetapkanlah aku di sisi-Mu dalam Ummul Kitab sebagai orang yang bahagia, yang diberi rezki, lagi diberi taufiq kepada kebaikan-kebaikan. Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman—dan firman-Mu itu pastilah benar—di dalam kitab-Mu yang telah diturunkan kepada nabi utusan-Mu:
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)” (Q.S. Ar-Ra’d: 39—pen)
Ya Tuhanku, dengan tajalli yang agung pada malam nisyfu Sya’ban yang dimuliakan, yang di dalamnya dipisahkan dan ditetapkan segala perkara yang bijaksana, palingkanlah dari padaku bala’ yang aku ketahui dan yang tidak aku ketahui—dan  Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib—dengan rahmat-Mu ya Arhamar Rahimin. Semoga selawat dan salam selalu Allah limpahkan kepada penghulu kita, Muhammad saw, beserta para keluarganya dan sahabatnya. Aamiin."
Selain itu ada pula anjuran agar diisi malam itu dengan shalat sunat Tasbih. Semua amalan-amalan tersebut boleh-boleh saja, bahkan bagus untuk dilakukan, asalkan sesuai dengan ilmunya dan dilandasi dengan niyat yang benar, Insya Allah.  Demikianlah sedikit keterangan yang bisa kami susun tentang perkara ini. Semoga besar manfaatnya bagi kita semua dan menjadi amal jariah yang berguna bagi kami,  aamiin ya Rabbal ‘alamiin. (M. Al-Amin, Tk. Sidi Mandaro—dari beberapa sumber. 24/7/2010)
-------
NOTE: Ada yang meminta kami untuk menanggapi tentang ucapan sebagian orang yang mengatakan bahwa menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban itu atau berpuasa di siang harinya adalah perbuatan bid”ah. Hadits-haditsnya dhoif bahkan ada yang palsu. Karena itu, maka tidak boleh dikerjakan.
Sebenarnya untuk menjawab omongan-omongan macam ini, supaya tak akan adalagi keraguan senada macam ini, baik tentang Nisyfu Sya’ban dan amalan-amalan lainnya, kita harus kupas tuntas tentang Apa itu bid’ah dan segala segi persoalannya. Harus dikupas juga apa itu hadits dhoif dan bagaimana bersikap yang benar terhadap hadits dhoif. Mengupas kedua hal itu tidak bisa singkat. Namun untuk jawaban sementara, secara ringkasnya begini:
  1. Berpuasa sunnah di bulan Sya’ban itu haditsnya banyak dan bahkan ada yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim sebagaimana yang telah kami kutipkan di atas. Hadits yang dirawikan oleh Imam Bukhori atau Imam Muslim adalah hadits Shohih, apalagi jika diriwayatkan oleh keduanya. Maka berpuasa sunnah di bulan Sya’ban, kapan pun harinya (termasuk di siang hari Nisyfu Sya’ban) adalah sah sesuai dengan hadits- hadits tersebut.
  2. Tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, hadits-haditsnya banyak, namun memang kebanyakan haditsnya dhoif. Tapi apakah kita boleh membuang hadits dhoif, padahal ia masih diakui sebagai hadits? Tidak boleh. Karena hal itu tersebut akan melanggar perintah Allah dalam Alquran surat Al-Hasyr ayat 7 :  
“Apa saja yang disampaikan Rosul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
(Q.S. Al-Hasyr: 7)
Itulah sebabnya kenapa hadits-hadits dhoif masih wujud saja sampai sekarang. Kenapa tidak dibakar dan dimusnahkan saja dari muka bumi? Karena ia masih diakui sebagai hadits. Kalau masih diakui sebagai hadits, berarti datangnya dari Rasul saw. Kalau datangnya dari rasul, maka Al-Quran menyuruh kita menerimanya. Itulah kenapa makanya para ulama-ulama besar seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, dan Imam Ahmad bin Hambal itu tidak berani membuang atau menolak hadits-hadits dhoif sama sekali. Imam Syafi’i menerima hadits dhoif, namun demi kehati-hatian ia terima dalam hal-hal yang berhubungan dengan amal-amal yang sunnah atau fadhilah-fadilah amal. Maka menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban dengan berdasarkan hadits yang dhoif adalah sah dalam mazhab Syafi’i.
  1. Katanya hadits tentang Nisyfu Sya’ban itu ada yang maudhu’ (palsu). Hadits palsu kan tidak boleh dipakai? Maka kami menjawab: Bisa jadi ada yang palsu. Tetapi  tidak semua hadits tentang Nisyfu Sya’ban itu palsu kan? Buanglah yang palsu dan pakailah yang tidak palsu.
  2. Katanya itu bid’ah. Kalau bid’ah, maka melakukannya akan masuk neraka?
Kami menjawab: menurut ulama-ulama Mazhab Syafi’i, bid’ah itu secara garis besar terbagi dua, yaitu ada yang dholalah (sesat) dan ada yang hasanah (baik). Yang dholalah itulah yang akan masuk neraka. Sedangkan yang hasanah itu justru berpahala. Berpuasa di siang hari bulan Sya’ban itu sunnah. Menghidupkan malam Nisyfu Sya’ban dengan shalat-shalat sunnah, baca quran, dan lain sebagainya bisa jadi dikategorikan sebagai bid’ah. Namun bid’ahnya adalah tergolong Bid’ah Hasanah. Jadi boleh-boleh saja, bahkan berpahala. Kalau Anda ngotot bahwa semua bid’ah itu sesat dan tidak ada bid’ah itu yang hasanah, maka untuk membahas itu tidak bisa singkat. Ulama-ulama kami punya dasar-dasar yang kuat bahwa bid’ah itu ada yang hasanah.
  1. Amalan Nisyfu Sya’ban itu didukung oleh sebagian ulama dalam mazhab Syafii (di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, karena ia telah mencantumkannya dalam kitab Ihya’ Ulumiddin nya sebagaimana yang telah kami kutipkan di atas). Ulama-ulama itu adalah pewaris para nabi. Merekalah orang yang berhak dan punya kapasitas untuk berbicara tentang masalah-masalah agama. Mereka tahu Al-Quran dengan segala seluk-beluknya. Mereka tahu hadits dengan segala seluk-beluknya. Kualitas keilmuan mereka tak diragukan lagi. Ketaqwaan dan kehati-hatian mereka terhadap hukum-hukum Allah juga tak diragukan lagi. Kalau mau tahu, bacalah sejarah hidup mereka (Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, dll). Jadi janganlah Anda ragu dengan pendapat mereka. Kalau mereka telah membolehkan atau mendukung sesuatu, itu suatu jaminan bahwa mengamalkannya adalah kebaikan dan suatu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Lebih baik kita mengikuti mereka daripada mengikuti kata si ini dan si itu yang tak jelas kualitas keilmuan dan ketakwaannya kepada Allah.
  2. Satu hal lagi yang harus diingat, yaitu bahwa perbedaan itu akan selalu ada di muka bumi ini. Kita tidak akan pernah bisa menyatukan seluruh manusia dalam satu pendapat. Pada akhirnya kita pasti harus memilih salah satu dari pendapat yang berbeda itu agar kita tidak terus-menerus bingung dan limbung dalam memanfaatkan waktu hidup kita yang amat singkat ini. Jika Anda bukan ahli agama, maka menurut hemat kami jalan yang terbaik adalah carilah seorang yang saleh, yang alim, yang Anda percayai kualitas keilmuan dan ketaqwaannya kepada Allah, lalu ikutilah dia seikut-ikutnya dalam kehidupan Anda. Kalau tidak, Anda akan terus terombang-ambing dalam beragama karena perbedaan dalam masalah-masalah agama itu amat sering terjadi dan Anda tidak punya kapaitas untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Wallohu a’lam. (Jakarta, 7 Juni 2015)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...