Sunday 7 June 2015

Imam Al-Ghazali: Ulama Besar Yang Berkontribusi Besar


salah-satu karya besar Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama besar dalam mazhab Syafi’i dan seorang pemikir muslim yang handal. Nama beliau dikenal luas di seluruh dunia, tidak hanya di kalangan kaum muslimin namun juga dikalangan tokoh-tokoh non muslim terutama para orientalis Barat dan orang-orang yang bergelut dalam dunia teologi dan filsafat.
     Kontribusinya bagi dunia Islam amat besar. Tidak hanya di bidang teologi, namun juga dalam dunia filsafat dan tasawuf. DR. Yusuf Qardhawi bahkan menokohkan beliau sebagai Pembaru Islam dari abad ke-5 Hijriah.
     

 Nama asli beliau adalah Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-Thusi Al-Syafi’i  Al-Ghazali. Beliau dilahirkan di Khurasan, Iran pada tahun 1058 M. Ia telah yatim (ditinggal mati ayahnya) sedari kecil. Namun berkat karunia Allah, ia tetap dapat mengenyam pendidikan yang tinggi. Nishapur dan Bagdad merupakan dua tempat berharga baginya dalam menimba ilmu. Guru utama beliau adalah Al-Juwaini. Darinya beliau belajar teologi dan filsafat. Berkat kecerdasannya, dalam waktu relatif singkat, Al-Ghazali berhasil meraih gelar guru besar dari Universitas Nizamiyah di Baghdad, suatu lembaga pendidikan terkemuka pada waktu itu.
     Dalam kurun 1091-1095, Al-Ghazali mengajarkan yurisprudensi dan teologi di perguruan tinggi tersebut. Namun pada tahun 1092, terjadi pembunuhan terhadap Nizam Al-Mulk, Perdana Menteri dari Bani Saljuk sekaligus pendiri Nizamiyah. Tak lama kemudian, Sultan Malik Syah, penguasa kekhalifahan Bagdad mangkat. Dua peristiwa ini membuat Al-Ghazali meletakkan jabatannya, sedangkan tugas mengajarnya diserahkan kepada adiknya, Ahmad.
     Dalam karyanya yang berjudul Al-Munqizh min Al-Dhalal (Deliverance From Error), Al-Ghazali menyatakan bahwa ia telah menekuni filsafat selama tiga tahun. Dia mempelajari semua bidang kefilsafatan dan merenungkannya di sela-sela kesibukannya mengajar 300 siswa Nizamiyah. Ia akhirnya mahir di bidang ini. Kepiawaiannya di bidang ini dapat dibuktikan melalui beberapa tulisannya: Maqashid Al-Falasifah (The Intentions of the Philosophers: sebuah ringkasan yang jernih tentang filosofi Islam), Mi’yar Al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge: pembahasan ringkas tentang logika Aristotelian), Mizan Al-‘Amal (The Balance of Action: sebuah eksposisi dari teori etika Al-Ghazali), dan Tahafut Al-Falasifah (The Incoherence of the Philosophers: pembahasan Al-Ghazali mengenai ketidakjelasan para filosof).  
     Dalam perjalanan hidupnya, Al-Ghazali didera kehausan yang sangat akan hakikat kebenaran. Rasa haus itu antara lain terungkap dari pengakuannya berikut ini:
“Kehausan untuk memahami makna sejati dari segala sesuatu, benar-benar merupakan kebiasaan dan keinginanku dari kecil dan pada masa-masa utama hidupku. Itu sudah menjadi kecendrungan alamiah dan naluriah dalam penciptaanku oleh Allah Yang Maha Tinggi, bukan sesuatu yang kupilih dan kurencanakan sendiri. Akibatnya, sejak aku masih sangat muda, belenggu pengekangan terlepas dariku, dan kepercayan-kepercayaan warisan kehilangan cekalannya terhadapku”.
     Rasa haus itu membuat ia sering berfikir mendalam, bahkan amat dalam, hingga akhirnya pernah membuat ia sampai tak bisa bicara dengan manusia. Kehausan itu pula yang membuat ia mengambil keputusan untuk melakukan pengembaraan yang cukup lama di masa hidupnya. Dalam pengembaraannya, Al-Ghazali melaksanakan ibadah haji, kemudian pergi ke Damaskus, lalu ke Baitul Maqdis, dan kembali lagi ke Damaskus untuk menetap selama beberapa tahun.
     Dari usaha pencariannya itu, akhirnya ia tertarik pada dunia tasawwuf. Bahkan menyimpulkan bahwa jalan yang tepat untuk mengetahui hakikat kebenaran itu adalah jalan para sufi, bukan jalan para filosof. Sekian lama ia mengasah diri di bidang tasawwuf, dengan ilmu dan pengamalannya. Hingga akhirnya ia menguasai bidang itu bahkan menjadi salah satu tokoh terkemukanya di dunia. Ia pun menelurkan karya-karyanya di bidang tasawwuf, yang di antaranya adalah Al-Asma’ Al-Husna dan Misykat Al-Anwar (The Niche of the Lights).
     Di antara seluruh karya tulisnya, yang paling fenomenal, monumental, dan benar-benar melambungkan namanya di dunia adalah kitab Ihyaa’ Ulumiddin (The Revival of the Religious Sciences). Kitab ini membendung serangan materialisme dan ateisme yang dapat meruntuhkan agama dari fondasinya. Selain itu kitab ini juga berhasil memadukan ilmu fiqh dan tasawwuf. Ia berhasil memperlihatkan dan membuktikan pada dunia bahwa fiqh dan tasawwuf adalah benar-benar ajaran Islam yang saling berhubungan dan tak boleh dipisahkan pengamalan salah satunya dari yang lain oleh seorang hamba Allah jika hamba tersebut benar-benar ingin selamat di dunia dan di akhirat. Sebelum kemunculan Al-Ghazali, dua bidang ilmu Islam ini sering dianggap sebagai dua hal yang terpisah bahkan bertentangan satu sama lain. Sehingga seringkali orang memilih salah-satunya saja dan membenci orang yang berpihak pada yang lainnya. Sering terjadi ahli fiqh membenci dan menganggap sesat ahli tasawwuf, dan ahli tasawwuf membenci dan menganggap binasa ahli fiqh. Dengan kemunculan Ihya’ Ulumiddin dua kelompok itu lambat-laun mulai tercerahkan. Lewat kitab itu pula, Al-Ghazali berhasil menyingkap dan mengupas terminologi-terminologi Islam yang sebelumnya masih samar bagi kebanyakan kaum muslimin seperti tentang apa sebenarnya syukur itu, apa sebenarnya sabar, apa hakikat tawakkal, dan lain sebagainya. Kitab yang ditulis menjelang akhir hayatnya inilah yang akhirnya membuat ia digelar oleh dunia sebagai sang Hujjatul Islam.
     Al-Ghazali wafat pada tahun 505 H atau 1111 M. Kepergiannya, banyak meninggalkan warisan ilmiah yang amat berharga bagi khazanah Islam dalam berbagai bidang. Selain teologi, filsafat, dan tasawwuf, Al-Ghazali juga meninggalkan buah tangan dalam bidang lain seperti tafsir dan ushul fiqh. Namun sayang, di antara karya-karya Al-Ghazali konon ada yang sudah tidak dapat ditemukan lagi keberadaannya. (Jakarta, 7 Juni 2015/Dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...