“Dan di dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai
orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah: 179)
Kalau membacok, maka hukumannya adalah dibacok pula. Kalau
membunuh, maka hukumannya adalah dibunuh pula. Kalau mematahkan tulang, maka
hukumannya adalah dipatahkan pula tulangnya. Di bagian yang sama, dengan alat
yang sama, dan dengan cara yang sama (sepersis mungkin). Itulah qisas.
Inilah hukum dari Allah. Dan ini tentunya adalah hukum yang
amat adil. Logika mana yang akan mengatakan ini tidak adil? Hanya orang-orang
bodoh atau orang-orang yang mengkhianati fitrah akal dan nuraninya saja yang
akan mengatakan hukum seperti ini tidak adil atau kejam. Makanya Allah dalam
ayat di atas memanggil dengan kalimat “wahai orang-orang yang berakal”, bukan
“wahai orang-orang yang beriman” atau “wahai manusia” karena hukum qisas ini
akan mudah diterima oleh orang-orang yang mau dan jujur menggunakan akalnya.
“Dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu”. Kalau
diberlakukan hukum qisas, orang tak akan mau sembarangan saja melukai dan
mencederai tubuh orang lain. Mereka akan berpikir dua kali atau bahkan
berkali-kali. Karena mereka akan menanggung akibat yang sama dengan apa yang
telah dilakukannya.
Berbeda dengan hukuman penjara, misalnya. Orang-orang yang
jiwanya sudah preman dan mafia tak akan takut dengan hukuman penjara. Karena
mereka di penjara itu memang diapakan? Cuma dikurung, diatur jadwal hidupnya,
bahkan diberi makan dan diberi berbagai macam pelatihan. Artinya, kalau selama
masa dipenjara itu seseorang yang terhukum tidak bikin-bikin ulah, dan para
petugas penjara pun tidak melakukan suatu pelanggaran atau kezaliman, maka si
terhukum ini nanti begitu keluar dari penjara, tubuhnya akan aman-aman saja.
Bahkan ia akan punya suatu ketrampilan karena dilatih selama di penjara (bisa
jadi terampil menjahit, terampil bermusik, terampil membengkel dsb).
Jadi, orang-orang yang preman, orang-orang yang
luntang-lantung hidupnya, orang-orang yang biasanya susah mencari makan selama
di luar, mereka tidak akan takut dengan hukuman penjara. Hanya orang-orang yang
terhormat, mapan, punya pekerjaan, dan semacamnya saja yang akan takut untuk dipenjara
karena mereka akan merasakan suatu penurunan kehidupan selama di penjara jika
di bandingkan dengan kehidupan di alam bebas.
Karena para preman itu tidak takut dengan hukuman penjara,
maka mereka menjadi tidak takut pula untuk bertindak sembarangan. Gampang saja
membacok-bacok orang. Gampang saja memukul-mukul orang. Gampang saja menyiram
orang dengan air keras. Gampang saja membuat cacat tubuh orang lain. Dan bahkan
tentu tidak takut pula untuk membunuh-bunuh orang.
Jadi, apa gunanya diberlakukan sebuah hukuman jika hukuman
tersebut tidak ditakuti oleh para pelanggar hukum? Dan di manakah letak adilnya
sebuah hukuman jika yang terhukum itu begitu keluar dari masa hukumannya
tubuhnya tetap sehat dan baik-baik saja (bahkan jadi memiliki ketrampilan)
sementara si korban kejahatannya dulu telah menjadi cacat dan tidak bisa
dipulihkan lagi? Di mana letak keadilannya, coba pikir?
Jadi, wahai orang-orang yang berakal, berpihaklah kepada
hukum-hukum Allah. Hukum-hukum Allah itulah yang terbaik. Qisas adalah hukum
yang terbaik dan teradil yang akan membuat takut para preman yang jiwanya sudah
biadab. Kalau pun mereka tidak takut, mereka akan mendapatkan akibat yang sama
dengan apa yang telah mereka lakukan. Kalau korban mereka cacat, maka mereka
akan merasakan cacat pula. Mata dibalas dengan mata. Telinga dibalas dengan
telinga. Gigi dibalas dengan gigi. Membunuh dibalas dengan dibunuh. Hukum mana
lagi yang lebih adil dan lebih memuaskan jiwa para korban kejahatan selain
daripada hukum yang seperti itu? Itulah qisas.
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...