Saturday 6 May 2017

Hidup Bukan untuk Bersaing, Tapi untuk Berbagi dan Saling Melengkapi



Kalau hidup ini untuk bersaing, maka seharusnya setiap manusia itu diciptakan dalam level keadaan dan kemampuan yang sama. Karena tidak logis dan tidak adil jika persaingan dilakukan dengan para peserta yang level kemampuan dan keadaannya tidak sama/seimbang.

Nyatanya, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan dan level kemampuan yang berbeda-beda. Tingkat IQ-nya berbeda (mulai dari yang jenius sampai kepada yang idiot). Rupa-tampannya berbeda (ada yang good looking alias tampan/cantik, dan ada pula yang bad looking alias jelek atau biasa-biasa saja). Bakatnya tidak sama. Tingkat kekuatan fisiknya tidak sama (bahkan ada yang terlahir dalam keadaan sakit dan tidak sempurna anggota tubuhnya). Dilahirkan dalam keluarga dan orangtua yang kondisinya berbeda (ada yang dilahirkan dalam keluarga yang berada dan ada pula yang dilahirkan dalam keluarga yang sangat miskin). Dan lain sebagainya.

Persaingan macam apa yang harus dilakukan dalam kondisi yang seperti itu?

Maka sebuah masyarakat atau komunitas yang hidup dengan mengusung konsep yang bersifat persaingan, dapat dijamin bahwa hidupnya tidak akan bahagia. Akan timbul banyak kekacauan, kedengkian, dendam, perselisihan, bahkan peperangan dan pembunuhan. Karena banyak orang yang akan merasakan ketidak-adilan di dalam hari-hari yang dilaluinya.

Orang-orang yang masih percaya dengan teori evolusi Darwin, misalnya, adalah orang-orang yang akan hidup dengan konsep persaingan.

Lalu bagaimana dengan konsep Islam? Apakah Islam mengusung konsep persaingan?

Tidak! Islam tidak mengusung konsep hidup persaingan. Islam mengusung konsep hidup saling berbagi dan melengkapi.

Tapi bukankah dalam Islam ada perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (seperti, misalnya, terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 148: “fastabiqul khoirot”—artinya, “berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan)?

Betul, di dalam Islam ada perintah untuk berlomba-lomba di dalam hal kebaikan. Tetapi jangan lupa, di dalam Islam juga ada perintah untuk saling tolong-menolong di dalam kebaikan dan ketaqwaan itu sendiri (silakan buka surat al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”)

Artinya, dari satu sisi, dapatlah dikatakan bahwa Islam itu mengusung konsep perlombaan (itupun perlombaan dalam berbuat kebaikan, bukan perlombaan untuk mencapai suatu posisi teratas di bidang duniawi seperti jabatan, kemewahan, dan lain sebagainya), tetapi tidak dapat dikatakan bahwa Islam mengusung konsep persaingan. Perlombaan itu tidak sama dengan persaingan.

Kalau Anda tidak mengerti dengan maksud saya bahwa perlombaan itu tidak sama dengan persaingan, maka marilah Anda saya bantu dengan memberikan contoh berikut ini:

Katakanlah ada sebuah perlombaan lari-cepat. Ada sebuah titik finish yang dituju. Si A dan si B ikut dalam perlombaan lari-cepat tersebut.

Keduanya sama-sama berpacu untuk sampai di titik finish yang ditentukan. Tapi malang, di tengah jalan arena lomba lari itu, si B terjatuh. Kakinya terkilir dan membuat ia tak sanggup lagi untuk berlari. Bahkan jangankan berlari, berjalan biasa saja pun ia merasa sudah tak sanggup karena sakit sekali rasanya kakinya itu ketika dipijakkan.

Si A melihat dan mengetahui hal itu karena ia memang berada persis di belakang si B pada saat si B masih berlari tadi. Lalu apa yang harus dilakukan si A?

Jika si A mengusung konsep persaingan, maka hati si A pada saat itu akan merasa senang. Ia akan tidak peduli dengan penderitaan si B, bahkan justru akan berlari secepatnya demi memenangkan perlombaan. Tapi jika si A mengusung konsep perlombaan Islam, maka bukan hal itu yang akan ia lakukan. Ia akan berhenti dan berusaha menolong si B. Kalau memang tidak ada orang lain yang terlihat dapat atau mau menolong si B, ia justru akan bersedia untuk menggagalkan perlombaan larinya itu demi mengantarkan si B pulang atau berada di tempat yang aman. Itulah konsep perlombaan di dalam Islam, dan bukan konsep persaingan.

Itulah yang dikehendaki oleh Allah swt kepada para hamba-Nya sehingga mereka sengaja diciptakan berbeda-beda. Dengan orang-orang yang level dan kemampuannya relatif sama, silakan Anda berlomba untuk mencapai suatu finish tertentu yang bernilai kebaikan. Silakan Anda berlomba siapa yang paling cepat sampai di masjid untuk melaksanakan salat berjama’ah. Silakan Anda berlomba siapa yang paling mahir di dalam membaca al-Quran. Silakan berlomba siapa yang paling besar sumbangannya untuk pembangunan pesantren dan lain-lain.

Tetapi terhadap orang yang terlihat levelnya di bawah Anda. Lebih miskin dari Anda, misalnya. Kurang cerdas dibanding Anda. Kesehatannya lebih rendah daripada Anda, atau lain sebagainya, maka bantu dia. Berikan zakat Anda kepadanya. Bersedekahlah kepadanya. Ajari dia agar memahami ilmu pula seperti Anda dan lain sebagainya.

Ada orang yang berlebih di bidang ilmu, maka bantulah orang-orang yang kekurangan di bidang ilmu tersebut. Ada orang yang berlebih di bidang harta, maka bantulah orang-orang yang berkekurangan di bidang harta. Ada orang yang tenaganya kuat dan sehat, maka bantulah orang-orang yang lemah dan sakit.

Itulah konsep hidup yang saling memberi dan saling berbagi. Saling mengisi dan saling melengkapi. Dan di dalam hal-hal seperti itulah kita diperintahkan untuk saling berlomba.

Berlombalah siapa yang paling sanggup di dalam menolong sesamanya. Berlombalah siapa yang paling sanggup menyejahterakan saudaranya. Berlombalah siapa yang paling sanggup mencerdaskan kehidupan bangsa. Berlombalah siapa yang paling sanggup membuat masyarakatnya bertaqwa. Berlombalah dalam hal saling berbagi dan melengkapi. Itulah perlombaan yang dikehendaki oleh Islam. Itulah sebagian dari perlombaan dalam kebaikan. Wallohu a’lam. Walhamdulillahi Robbil ‘alamin. (Buya Amin/Media Muslim)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...