Thursday 11 May 2017

Apakah Sujud Kepada Adam Merupakan Perbuatan Syirik?



Artikel ini membahas sedikit tentang surat Albaqarah ayat 34 yang mana di dalamnya terdapat perintah Allah kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam. Kenapa Allah memerintahkan sujud kepada Adam? Tidakkah ini perbuatan syirik?

Untuk memudahkan pembahasannya, marilah kita susun artikel ini dalam bentuk dialog antara seorang murid dengan gurunya.

Murid: Kenapa Allah pernah memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam sebagaimana yang diceritakan dalam surat al-Baqarah ayat 34 padahal Allah sangat melarang perbuatan syirik. Tidakkah sujud kepada Adam itu tergolong perbuatan syirik, Guru?


Guru : Sebelum aku jawab, aku ingin tahu bagaimana pendapatmu sementara tentang hal ini? Apakah sujud kepada Adam itu tergolong syirik?

Murid : Untuk sementara, iya, Guru. Sujud kepada Adam itu menurut saya tergolong perbuatan syirik. Tetapi karena Allah yang memerintahkannya, maka status syirik itu menjadi hilang dan berubah menjadi tauhid.

Guru : Keliru, Anakku. Pendapatmu itu keliru. Berarti engkau belum memahami dengan baik permasalahan syirik dan tauhid. Engkau belum mengetahui dengan jelas letak perbedaannya.

Murid : Lalu yang benar bagaimana, Guru?

Guru : Allah swt tidak akan pernah membolehkan apalagi menyuruh sesuatu jika sesuatu itu tergolong perbuatan syirik. Syirik adalah dosa terbesar dan berbeda dengan dosa-dosa lainnya. Syirik adalah lawan dari tauhid. Tidak akan pernah suatu perbuatan syirik berubah menjadi tauhid. Dan tidak akan pernah Allah menyuruh sesuatu yang pada dasarnya merupakan perbuatan syirik agar berubah menjadi tauhid. Tidak akan pernah.

Jadi, keliru pendapatmu yang mengatakan bahwa sujud kepada Adam itu adalah syirik tetapi karena Allah yang memerintahkannya lalu berubah menjadi tauhid. Keliru. Sangat keliru.

Murid : Di mana letak kelirunya, Guru? Mohon dijelaskan supaya ananda paham.

Guru : Anakku. Engkau tahu bahwa celaan itu berbeda dengan pujian?

Murid : Ya. Tentu, Guru.

Guru : Andaikata suatu saat Allah menyuruhmu mencela seseorang, apakah dengan itu maka berarti celaan itu berubah menjadi pujian terhadap orang tersebut?

Murid : Tentu tidak, Guru. celaan tetap celaan. Tidak berubah menjadi pujian. Hanya saja, karena Allah yang menyuruhnya, maka celaan itu menjadi harus dilakukan dan berpahala.

Guru : Nah, begitu pulalah di dalam masalah ini. Esensi suatu perbuatan tidak akan berubah meskipun Allah yang memerintahkannya. Jadi syirik akan tetap syirik meskipun Allah yang memerintahkannya, tetapi ketahuilah, Allah tidak akan pernah memerintahkan suatu perbuatan jika perbuatan itu tergolong syirik.

Jadi, terkait sujud kepada Adam, ada dua hal yang harus kau pahami: (1) andaikata perbuatan sujud kepada Adam itu adalah perbuatan syirik, maka ia tidak akan berubah menjadi tauhid meskipun dengan alasan “karena Allah yang memerintahkannya”. Dan (2) andaikata perbuatan sujud kepada Adam itu adalah syirik, maka niscaya Allah tidak akan pernah memerintahkannya.

Syirik ini berbeda dengan perbuatan-perbuatan lain. Kalau perbuatan lain, ia bisa bernilai dosa, dan bisa juga bernilai pahala. Contoh: membunuh. Membunuh itu bisa bernilai dosa, tetapi juga bisa bernilai pahala. Berdosa jika dilakukan tanpa hak. Tetapi berpahala jika dilakukan dengan hak, misalnya seperti membunuh orang kafir di medan jihad fi sabilillah, atau membunuh karena qishas (dilakukan atas putusan hakim), dsb.

Tetapi syirik, tidak bisa seperti itu. Selamanya ia bernilai dosa. Selamanya tidak ada hak bagi seseorang untuk melakukan syirik. Tidak ada syirik yang bernilai pahala. Dan tidak akan pernah Allah menyuruh sesuatu atau membolehkan sesuatu jika pada dasarnya ia adalah perbuatan syirik.

Murid : Jadi, sujud kepada manusia itu, pada dasarnya bukan perbuatan syirik, Guru?

Guru : Bukan. Selama sujud itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan saja dan bukan penyembahan, maka ia bukan perbuatan syirik. Karena bukan perbuatan syirik, makanya Allah pernah membolehkan atau memerintahkannya.

Di zaman Nabi-Nabi terdahulu, Allah pernah memperbolehkan sujud penghormatan ini untuk manusia. Tetapi di zaman Nabi Muhammad saw, pengormatan dengan cara sujud ini sudah tidak diperbolehkan lagi. Jadi bukan karena syiriknya, tetapi hanya karena sudah beda syariatnya saja.

Murid : Apa bukti bahwa di syariat-syariat umat terdahulu sujud penghormatan kepada manusia itu diperbolehkan?

Guru : Sebenarnya surat Albaqarah ayat 34 itu adalah salah-satu buktinya. Tetapi kalau kau mau bukti lain, silakan kau lihat pada surat Yusuf ayat 100. Di sana diceritakan:

“Dan dia (Yusuf) menaikkan kedua orang-tua nya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (kepada Yusuf)” (QS. Yusuf/12: 100)

Mungkin di dalam hatimu bisa muncul dugaan bahwa sujud di dalam ayat tersebut adalah bukan kepada Nabi Yusuf tetapi kepada Allah swt. Namun dugaan itu tertolak.

Dugaan itu tertolak karena setelah sujud itu dilakukan, Nabi Yusuf as (masih di dalam surat Yusuf ayat 100 itu) mengatakan bahwa hal itu adalah takwil dari mimpinya yang dulu:

“Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan” (QS. Yusuf: 100)

Takwil dari mimpi yang mana? Yakni mimpi yang disebutkan di dalam surat Yusuf ayat 4 yang mana di dalam mimpi tersebut Nabi Yusuf as melihat bahwa ada 11 bintang, beserta matahari dan bulan, semuanya sujud kepada dirinya (kepada Yusuf as):

“(ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku” (QS. Yusuf/12: 4)

Jadi tak dapat diragukan lagi bahwa sujud yang dimaksud pada surat Yusuf ayat 100 tersebut adalah sujud kepada Yusuf. Tetapi sekali lagi harus kita tegaskan bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan dan bukan sujud penyembahan. Karena dia bukan penyembahan, maka dia bukan perbuatan syirik.

Dengan surat Yusuf ayat 100 itu juga terbantahlah dugaan bahwa sujud kepada Adam itu tidak menjadi syirik adalah karena Allah telah memerintahkannya. Sebab dalam surat Yusuf ayat 100 itu, Nabi Ya’qub dan anak istrinya melakukan sujud kepada Nabi Yusuf tanpa didahului adanya perintah dari Allah swt. Mereka sujud secara serta-merta saja atas kehendak diri mereka sendiri. Dan hal itu mereka lakukan tentunya adalah karena menyadari bahwa perbuatan tersebut bukan syirik dan juga karena belum ada larangan-syariatnya dari Allah.

Di masa kita sekarang, penghormatan dengan bentuk sujud ini telah ada larangan syariatnya, sehingga tidak diperbolehkan lagi. Larangannya terlihat dari hadits berikut ini:

“Seandainya aku dibolehkan untuk menyuruh sujud seorang manusia kepada manusia lainnya, maka niscaya aku akan menyuruh seorang istri untuk bersujud kepada suaminya karena demikian agungnya hak suami terhadap isterinya” (HR. Abu Dawud, al-Hakim, dan at-Tirmizi dengan sanad hasan)

Tetapi harus diingat bahwa larangan ini bukanlah karena perbuatan tersebut tergolong syirik, tetapi mungkin karena ada suatu hikmah lain yang ingin diberikan Allah swt kepada umat Nabi Muhammad saw.

Hal ini sama dengan, misalnya, di zaman umat terdahulu Allah pernah membolehkan seorang lelaki beristri lebih dari empat orang. Sekarang, di zaman Nabi Muhammad saw, sudah tidak diperbolehkan lagi. Di zaman Nabi Sulaiman as, masih diperbolehkan membuat patung-patung (lihat surat Saba'/34: 13). Di masa Nabi Muhammad, hal itu sudah tidak diperkenankan.

Kalau perbuatan sujud kepada manusia itu sejatinya tergolong syirik, maka ia pasti tidak akan diperbolehkan Allah untuk diterapkan pada umat-umat terdahulu, sebab larangan syirik itu berlaku pada semua umat, pada semua Rasul, pada semua zaman.

Murid : Insya Allah sekarang saya sudah cukup mengerti, Guru. Terimakasih atas penjelasannya.

Guru : Iya, anakku. Semoga Allah memberkahimu. Tetapi sebelum kau pergi, aku ingin mengujimu terlebih dahulu apakah engkau sudah benar-benar paham tentang masalah ini atau belum.

Murid : Boleh. Silakan, Guru. Mudah-mudahan Allah membantuku.

Guru : Baiklah. Coba kau jawab pertanyaan ini. Seandainya ada seseorang yang datang ke kuburan Rasulullah saw atau kuburan seorang wali Allah, lalu orang itu mengusap-usap atau bahkan menciumi tanah pekuburan itu karena rindu dan hormatnya kepada orang yang dikubur di tanah tersebut, apakah hal itu termasuk syirik?

Murid : Tidak, guru. Itu bukan syirik, karena ia hanya sebuah penghormatan saja, bukan penyembahan.

Guru : Bagus, anakku. Berarti engkau telah paham. Aku bukan ingin menyuruh orang untuk menciumi kuburan. Itu urusan, hak, dan pilihan masing-masing orang. Tetapi aku hanya ingin menegaskan di mana letak perbedaan syirik dan tauhid.  Jangan gampang-gampang saja kita menuduh syirik kepada orang lain. Sebab syirik adalah dosa besar. Bahkan paling besar. Karena itu, menuduhnya pun tidak boleh sembarangan dan tidak boleh dianggap sebagai hal yang ringan semata.

Mana yang lebih besar antara dosa syirik dengan dosa zina?

Murid : Tentu saja lebih besar dosa syirik, Guru. Dosa zina lebih kecil dari syirik.

Guru: Dosa zina saja yang lebih kecil dari syirik, tidak boleh kita menuduh sembarangan. Apalagi dosa syirik. Tentu dituntut untuk lebih hati-hati lagi di dalam melemparkan tuduhan. Jangan sampai yang bukan syirik dituduh-tuduh sebagai syirik. Ini bukan perkara main-main.

Murid : Ya, Guru. Saya mengerti.

Guru : Lalu bagaimana hukumnya menghormat seseorang dengan cara membungkukkan badan, atau menghormati guru dengan cara mencium tangannya. Apakah hal-hal seperti ini diperbolehkan? Apakah tidak termasuk syirik?

Murid : Tentu saja boleh, Guru, dan tidak termasuk syirik. Bagaimana hal-hal itu dapat disebut syirik jika penghormatan dengan bentuk sujud saja tidak tergolong syirik?! Insya Allah semua itu tergolong boleh dan bahkan bagus, Guru. Termasuk akhlak dan amal shalih yang berpahala, insya Allah.

Guru : Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pemahaman yang baik kepadamu dan kepada orang-orang yang mau mencari kebenaran. Alhamdulillah.

(Buya Amin/Media Muslim)

1 comment:

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...