Tidak
Ada Zakat Profesi
Zakat
profesi yang diwacanakan ke publik belum tepat, jika tidak boleh mengatakannya
pembodohan publik. Berikut uraian mengenai zakat profesi yang bisa dijadikan
panduan.
Zakat
profesi lebih populer dibandingkan bentuk zakat lain. Badan Amil Zakat
atau Lembaga Amil Zakat ikut mempopulerkan istilah itu melalui iklan yang
masif , karena mereka juga berkepentingan mendapat sebagian dari zakat profesi
yang dikumpulkannya. Mereka pun mempermudah proses pembayarannya melalui
transfer bank atau potong gaji wajib zakat. Tentu juga karena untuk memungut
bentuk zakat lain, misal zakat hasil kebun dan sawah atau hasil peternakan,
mereka harus mendatangi para petani atau peternak – cara ini merepotkan mereka.
Zakat
profesi adalah zakat yang diambil dari gaji /perolehan harta, hasil pekerjaan
rutinitas para profesional. Arti inilah yang ada di benak kita, seperti juga
dilakukan oleh situs dompetduafa.or.id. Hasil profesi
(pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber
pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi
terdahulu). Oleh karenanya, bentuk kasab ini tidak banyak
dibahas, khususnya yang berkaitan dengan “zakat”. Lain halnya bentuk kasab yang
lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan,
mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail.
Tanggapan:
Beberapa
tanggapan atas definisi zakat profesi tersebut dan terhadap praktek
pelaksanaannya disampaikan di bawah ini.
Zakat
profesi sebenarnya sama dengan zakat mal mustafad yang sudah
dibahas oleh ulama.
Pihak
yang mewajibkan zakat profesi pasti membutuhkan dalil untuk melegimitasi
pendapatnya.. Mereka mendapatkan istilah harta dalam ucapan sebagian sahabat
dan juga pembahasan para imam mazhab. Yaitu istilah mal mustafad (harta
perolehan/penghasilan). Sebenarnya, mal mustafad lebih global
cakupannya daripada gaji profesi. Karena profesi lebih identik dengan
pekerjaan/tugas rutin. Sedangkan mal mustafad mencakup semua
harta yang diperoleh dari warisan, hadiah, mas kawin, uang sewa properti atau
kendaraan dan lainnya. Intinya, mal mustafad adalah harta yang
diperoleh seseorang dari cara apa saja asalkan halal, baik rutin ataupun
insidental.
Seorang
pakar di bidang zakat yang diundang untuk berdialog di salah satu stasiun TV
mengatakan, “Sebenarnya, tidak ada zakat profesi. Yang ada zakat mal (harta)
yang diperoleh dari profesi.”
Pembahasan mal
mustafad bukanlah hal baru. Istilah ini sudah terkenal sejak zaman
salaf. Jumhur (mayoritas) sahabat mengatakan, mal
mustafad baru wajib dizakati apabila sudah dimiliki selama satu tahun
hijriah penuh (haul). Ini pendapat khulafa Rasyidin dan juga pendapat jumhur
fuqaha (Zakat Al Rawatib hal. 10, Dr. Hannan
Rizqullah). Sementara itu, praktek zakat profesi yang masyhur terjadi adalah:
zakat profesi langsung dikeluarkan zakatnya saat menerima penghasilan tersebut,
tanpa masa tunggu selama setahun.
Tanggapan
terhadap pernyataan: “Tidak
ada profesi di zaman para salaf selain petani, pedagang atau peternak”
Ini
jelas-jelas suatu kesalahan besar. Bukankah kita tahu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memiliki pegawai khusus yang bertugas mengumpulkan
zakat dan mendapatkan gaji dari negara? Kalau kita ingin mengkaji lagi, banyak
profesi sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seperti penjahit, tukang jagal, pembuat senjata, tukang bekam, dan pengembala.
Abu Bakar Shiddiq dan para khulafa rasyidin mendapatkan
penghasilan dari baitul mal karena mereka fokus mengurus
pemerintahan. Usman bin Affan menggaji para muadzin di masa
pemerintahnnya. Ini menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari profesi
sudah ada sejak zaman sahabat.
Dalil
yang ada dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
zakat mal dengan syarat-syarat tertentu (simak kembali majalah Pengusaha
Muslim edisi 24 mengenai aturan zakat tabungan):
1) Harta
simpanan berupa emas, perak dan mata uang.
2) Harta
tersebut adalah harta milik pribadi dan dimiliki secara sempurna.
3) Jumlahnya
sudah mencapai nishob, (nishob emas: 85 gram emas murni, nishob perak:
595 gram perak murni, dan nishob mata uang: seharga 85 gram
emas murni).
4) Jumlah
tersebut sudah tersimpan selama satu tahun hijriyah.(disebut haul).
Mengeluarkan
zakat saat menerima upah atau gaji, tanpa menunggu satu tahun penuh.
Ada
dua kekeliruan dalam praktek zakat profesi di poin ini, yakni anjuran mengenai
keharusan membayar zakat profesi setiap bulan ketika menerima gaji. Kerancuan pertama, umumnya
gaji yang diperoleh pegawai per bulan belum mencapai nishob (85 gram
emas, sekitar Rp 46 juta, dengan asumsi 1gram emas = Rp 550 ribu). Kerancuan kedua, mengeluarkan
zakat sebelum saatnya, dengan menunggu sampai kepemilikan terhadap harta yang
telah mencapai nishob tersebut berlangsung selama satu tahun
hijriyyah penuh.
Menyamakan
zakat profesi dengan zakat pertanian
Beberapa
pakar pembahasan zakat profesi menggunakan analog dengan perasaan. Bukan dalil
yang baku digunakan ahli fikih. Di antara alasan yang disampaikan, jika petani
yang pada umumnya hidup miskin atau pas-pasan, mereka wajib mengeluarkan zakat
pertanian (missal nishob beras 750 kg, kira-kira jika
dirupiahkan Rp 6,75 juta) setiap panen (kira-kira 4 bulan). Jadi, penghasilan
minimal per bulan Rp 1,68 juta. Maka, menurut mereka, profesi dokter atau dosen
lebih utama ditarik zakatnya setiap bulan karena penghasilan mereka lebih besar
daripada petani.
Hal
tersbeut qiyas (analog) yang disebut dalam ilmu ushul
fiqh sebagai qiyas ma’al fariq (tidak
nyambung). Karena syariat sudah menentukan masing-masing jatah zakat dengan
ketentuan yang berbeda-beda. Zakat harta (emas, perak dan mata uang) ada
ketentuan sendiri. Begitu juga zakat pertanian. Tidak boleh disamakan atau
dicampuradukkan. Kalau kita menggunakan perasaan dalam syariat zakat sebagai
dalil untuk membandingkan antara orang kaya dan orang yang pendapatannya
pas-pasan, silakan gunakan perasaan Anda pada beberapa contoh berikut:
a) Seorang
petani punya 50 ekor kambing yang digembalakan setiap hari. Ia wajib
mengeluarkkan zakat seekor kambing apabila jumlah kambingnya masih berjumlah 40
ekor atau lebih. Sedangkan seorang pengusaha peternakan kambing yang memiliki
500 ekor kambing yang diberi pakan fermentasi setiap hari tidak wajib mengeluarkan
zakat berupa kambing setiap tahun. Ini karena syarat wajibnya zakat ternak
adalah apabila hewan tersebut digembalakan.
b) Seorang
petani memiliki 100 gram emas (harganya Rp 55 juta) yang dibeli untuk
investasi. Maka ia wajib mengeluarkan zakat emas tersebut tahun depan sebesar
2,5 persen. Sedangkan seorang konglomerat memiliki sebutir intan permata yang
harganya Rp 500 juta namun tidak wajib menzakati intannya karena syariat tidak
mewajibkan zakat intan permata.
Ingatlah,
karena syariat didasari dalil yang jelas dan kuat sesuai kaidahnya, maka kita
tidak boleh menganalogikan sembarangan hanya mengacu logika.
Istilah
zakat profesi perlu dirinci dahulu sebelum disebarluaskan ke masyarakat awam.
Siapa tahu mereka memahaminya berbeda dengan istilah menurut ulama ahli fikih.
Pemahaman tentang zakat profesi menjadi tidak benar jika prakteknya gaji
pegawai langsung dipotong setiap kali pegawai menerima gaji, tanpa
memperhatikan jumlah nishob hartanya saat itu atau tanpa
memenuhi syarat haul. Sebaliknya, pemahaman tentang zakat profesi
dianggap benar, jika dalam pelaksanaannya memenuhi syarat-syarat zakat mal. Artinya,
gaji/penghasilan tersebut, apabila dijumlahkan dengan tabungan milik pegawai,
sudah mencapai nishob, ia wajib menzakatinya setelah berlalu satu haul.
Jika
suatu instansi memotong gaji pegawai sebagai zakat setiap bulan.
Fenomena
ini terjadi di beberapa daerah, karena ditentukan kebijakan pemerintah setempat
atau instansi terkait. Ada dua tanggapan yang dapat kami berikan:
Pertama, instansi atau siapa pun hanya boleh
campur tangan dalam harta orang lain apabila diizinkan. Jadi, seharusnya setiap
instansi yang ingin memotong gahi pegawainya harus dengan ridho pemilik
harta. Terlebih lagi dalam zakat mal, muzakki tidak wajib
menyetor ke amil zakat. Ia berhak mengeluarkannya langsung ke mustahik (simak
kembali majalah Pengusaha Muslim edisi 26 tentang amil zakat).
Kedua, apabila pegawai tersebut tidak bisa
berkutik karena instansi melakukan pemotongan secara sepihak, sedangkan ia
merasa belum memenuhi kriteria wajib zakat, sikap yang tepat adalah niatkan
uang itu sebagai sedekah biasa, bukan zakat. Semoga Allah Ta’ala membalas
niat Anda dengan yang lebih baik. Solusi lain klik: Dasar Zakat Profesi
Potongan
gaji (tiap bulan) tidak diakadkan sebagai pembayaran zakat profesi. Tapi jika
diakadkan sebagai tabungan zakat mal. Dengan demikian,
konsekuensinya sebagai berikut:
1) Apabila
harta karyawan telah benar-benar sempurna nishob dan haul-nya,
ia bisa membayar zakat dengan mengambil sebagian tabungan zakat malnya
tadi. Apabila tabungan zakat mal-nya masih berlebih, sisanya tetap
akan disimpan untuk pembayaran zakat berikutnya. Namun apabila masih kurang,
karyawan tadi wajib untuk menambahkan kekurangannya untuk menyempurnakan
pembayaran zakatnya.
2) Apabila
harta karyawan tidak sempurna nishob dan atau haul-nya,
tabungan zakat mal-nya dapat tetap ia pertahankan, atau diserahkan
ke pengelola zakat dengan akad infak, atau dapat pula ia ambil kembali untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya.
3) Dengan
diakadkan sebagai tabungan zakat mal, tabungan tersebut tidak akan
bercampur dengan dana zakat (yang sudah memenuhi syarat), sehingga tidak ikut
disalurkan ke mustahik sebelum syarat-syarat zakat terpenuhi.
Ketiga
hal tersebut secara akuntansi dapat dilakukan. (PM)
Yang
Tidak Membodohi
Zakat
profesi pada dasarnya zakat mal mustafad yang telah banyak
dibahas para ulama. Mayoritas sahabat berpendapat, mal mustafad baru
wajib dizakati apabila sudah dimiliki selama satu tahun hijriah penuh (haul) dan
telah mencapai nishob.
Di
zaman sahabat, masyarakat sudah mengenal berbagai profesi. Namun tidak dijumpai
riwayat mereka mengeluarkan zakat profesi sebelum mencapai nishob dan
Dua
kekeliruan praktek zakat profesi:
1) Umumnya
gaji pegawai kurang dari nishob zakat harta (85 gram emas).
2) Zakat
profesi dikeluarkan setiap bulan, sehingga tidak sesuai dengan aturan.
Menganalogikan
zakat profesi dengan zakat pertanian adalah analogi salah, karena zakat profesi
sama dengan zakat harta, yang aturannya berbeda dengan zakat pertanian.
Instansi
tertetu tidak boleh memotong langsung gaji pegawainya sebagai zakat, tanpa
seizin pemilik uang (pegawai). Jika instansi tertentu melakukan secara sepihak
dan pegawai tidak mampu berbuat apa pun, sebaiknya diniatkan sebagai sedekah,
dan bukan zakat.
Sumber: Newsletter Pengusaha Muslim 31 Mei 2017
Ditulis oleh ustadz Muhammad Yassir, Lc (Staf Pengajar di STDI Imam Syafi’I,
Jember)
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...