Tuesday 8 November 2016

Pesan Utama: Jangan Kobarkan Peperangan!


Seruan Untuk Berhati-hati dan Waspada
(penting, mohon di-share/bagikan)

Saudara-saudaraku seiman, sebangsa, dan setanah air, terutama para tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat

Izinkan saya sebagai seorang muslim menjalankan tugas saya untuk saling mengingatkan di antara kita (tawasou bil-haq wa tawasou bis-sobr).

Berkenaan dengan kasus Ahok yang telah sama-sama kita ketahui, jutaan umat Islam telah melakukan aksi demo pada 4 Nov 2016. Demo tersebut merupakan demo ke-2 dari demo sebelumnya. Saya selama ini termasuk orang yang setuju dan mendukung aksi demo-demo tersebut sesuai dengan kemampuan saya, karena menyampaikan aspirasi dan menegakkan kebenaran adalah hak dan sekaligus kewajiban umat Islam. Sambil mendukung, saya juga berupaya
mengingatkan melalui tulisan-tulisan saya agar jangan sampai aksi tersebut ternoda oleh para provokator dan agar jangan sampai jatuh korban nyawa atau korban luka-luka baik di kalangan peserta demo atau pun di kalangan aparat (kepolisian dan TNI).

Namun telah sama-sama kita lihat kenyataan yang terjadi. Bagaimanapun kerasnya upaya kita untuk menjadikan demo tersebut sebagai aksi damai, pihak-pihak yang tidak senang terhadap perjuangan suci umat Islam akhirnya tetap berhasil mencederai aksi tersebut. Saya menduga para oknum provokator itu sesungguhnya ada di kedua belah pihak (ada di dalam peserta demo dan ada pula di dalam pihak aparat). Dan sekian ratus orang kaum muslimin telah menjadi korban gas air mata, luka-luka, bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa.

Sementara Ahok sendiri? Beredar kabar, dia malah asyik berselfie-selfie sambil menonton aksi demo tersebut di televisi.

Memang, dalam setiap perjuangan selalu ada resiko yang harus siap untuk ditanggung. Saya meyakini bahwa para peserta demo kemarin itu pasti telah menyadari hal tersebut dan telah mengikhlaskan dirinya kepada Allah swt sejak awal keberangkatannya di rumah atau bahkan sejak mulai memasang rencana di hatinya untuk mengikuti demo tersebut. Oleh karena itu, dengan penuh takzim dan ketulusan, saya mendoakan agar semua para peserta demo tersebut diterima amal ibadahnya oleh Allah swt dan diampuni segala dosa-dosanya, baik mereka yang pulang dengan kondisi selamat, lebih-lebih lagi untuk mereka yang akhirnya harus menjadi korban di dalam demo tersebut.

Untuk selanjutnya, apakah perjuangan harus diteruskan? Tentu. Tidak pernah ada kata berhenti untuk sebuah perjuangan yang benar.
Namun bukan berarti pula kita lantas menjadi mudah saja untuk mengorbankan darah apalagi nyawa kaum muslimin.

Darah, apalagi nyawa kaum muslimin, adalah sesuatu yang harus amat dihormati dan dijaga sehebat-hebatnya. Tidak boleh ditumpahkan darah seorang muslim walaupun setetes kecuali karena ketidak-sengajaan atau karena sebuah kewajiban (seperti qisos dll).

Oleh karena itu, saya mengimbau dan mengingatkan (dengan penuh rasa hormat dan memuliakan) kepada para Alim ulama, para Habaib, para Ustaz, dan para tokoh-tokoh Muslim lainnya, marilah kita berfikir jernih dengan langkah perjuangan selanjutnya yang harus diambil. Pikirkan masak-masak, apakah memobilisasi massa seperti yang sudah-sudah masih tetap efektif untuk dilakukan atau justru hanya akan menambah kerugian dan korban di pihak kaum muslimin, sementara si Ahok sendiri tetap akan bebas berkeliaran ke sana kemari.

Tidakkah lebih baik bagi kita untuk mengajak segala pihak yang terkait (pakar hukum, pakar bahasa, pakar agama, pihak kepolisian, dan lain-lain) untuk duduk bersama, berdiskusi (kalau perlu berdebat) secara serius dan benar untuk menyamakan persepsi tentang status Ahok dalam hal penistaan agama ini. Akan percuma saja bagi kita untuk terus berteriak menuntut proses hukum bagi Ahok sementara pihak kepolisian atau pakar bahasa, misalnya, menilai bahwa pada kalimat Ahok tidak ada penistaan agama. Inilah yang harus didudukkan dulu kepada mereka. Mari kita ajak mereka diskusi dan berdebat (wajadilhum billati hiya ahsan) dengan kepala dingin dalam satu ruangan, yang mana hasilnya nanti harus benar-benar dihormati dan berkekuatan hukum untuk ditindak-lanjuti.

Kalau dalam diskusi tersebut kita menang, alhamdulillah. Kita lanjutkan perjuangan tersebut ke tahap selanjutnya sesuai dengan jalur-jalur yang semestinya. Tapi kalau dalam diskusi tersebut nyatanya kita kalah, mari kita terima pula kekalahan itu dengan lapang dada dan menyerahkan urusan kita kepada Allah swt.

Ingatlah, bukankah yang Allah tuntut dari kita hanyalah “perjuangan”, bukan “hasil” dari perjuangan?!  Artinya, kalau kita telah berupaya dengan sungguh-sungguh, dengan segala jalan dan cara yang benar yang kita bisa, namun nyatanya toh Ahok tetap tak bisa untuk dijerat hukum atau dipenjarakan sebagaimana yang kita mau, saya rasa sudah saatnya kita serahkan benar-benar masalah itu kepada Allah swt. Biarlah Allah yang akan membuktikan kebenaran atau hukuman itu dengan cara-Nya sendiri. Biasanya, kalau Dia sudah berbuat dengan cara-Nya sendiri (karena memang kita tak punya lagi jalan yang dapat diupayakan), hasilnya akan lebih dahsyat daripada yang dapat kita capai dengan upaya kita.

Ingatlah, bagaimana Allah telah membuat tentara bergajah terkapar bergelimpangan dengan cara-Nya sendiri. Allah buat mereka “ka asfim ma’kul” (bagaikan daun-daun yang dimakan ulat). Allah lempari mereka dengan batu-batu neraka yang dibawa oleh burung-burung Ababil. Apakah hal seperti itu akan mustahil terjadi pada Ahok dan kroni-kroninya jika mereka memang telah zalim terhadap Islam dan Muslimin? Tidak, saudaraku. Hal seperti itu akan mungkin terjadi, baik dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk-bentuk yang lain nantinya. Allah Maha Kuasa untuk memberlakukan hukuman-Nya dengan berbagai bentuk.

xxxxx--Apakah Kita Harus Melakukan Revolusi?—xxxxx

Jika jalur diskusi mentok, atau katakanlah misalnya kita telah berdiskusi dan kemudian kita menang, namun hukum tetap tidak ditegakkan terhadap Ahok, apakah itu berarti kita harus mengambil langkah revolusi dalam arti “perang fisik”?

Saudaraku semua, renungkanlah baik-baik. Menurut hemat saya, dalam kasus Ahok ini, kita masih berada dalam tataran HISBAH (“amar ma’ruf” dan “nahi munkar”). Kita MENYURUH pemerintah untuk menegakkan hukum dan MENCEGAH orang dari melakukan pelecehan agama.

Kalaupun sudah dianggap masuk dalam tataran JIHAD, namun menurut hemat saya bukanlah jihad dalam arti “perang fisik”, melainkan “perang dalil”, “perang hujjah”, “perang opini”, “perang pemikiran”. Itulah yang benar menurut hemat saya sesuai dengan sabda Nabi saw:

“Jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan di hadapan penguasa yang menyeleweng.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Mencetuskan gerakan revolusi dalam hal ini adalah tindakan yang gegabah, amat berbahaya, dan tidak benar. Ia hanya akan merugikan umat Islam dan rakyat Indonesia secara umum. Ia dapat membuat negara Indonesia berada dalam kehancuran. Ia akan dimanfaatkan oleh orang-orang luar yang memang ingin merebut atau menguasai Indonesia. Akan banyak rakyat jelata dan orang-orang yang tidak berdosa menjadi korban. Dan itu berarti adalah sebuah kezaliman yang besar.

xxxxx--Janganlah Mudah-Mudah Saja Menyerukan Peperangan –xxxxx

Ingatlah Rasulullah saw  telah bersabda:
“Sesungguhnya akan diangkat untuk kalian beberapa penguasa, dan kalian akan mengetahui kemungkarannya. Maka siapa saja yang benci, bebaslah ia.  Siapa saja yang mengingkarinya, maka selamatlah ia. Tetapi orang yang senang dan mengikuti, maka tersesatlah ia.”
Para sahabat bertanya, “Apakah tidak sebaiknya kita memerangi mereka?” Beliau menjawab, “Jangan, selama mereka masih mengerjakan salat bersamamu” (HR. Muslim)

Lihatlah, bagaimana Rasulullah saw tidak mudah saja mengobarkan kalimat perang. Beliaulah teladan kita dan beliaulah yang harus ditiru dalam hal ini.
Sesungguhnya perang itu pada mulanya bisa saja terlihat manis dan menggairahkan. Tapi sungguh, belajarlah dari pengalaman. Kalau sebuah peperangan telah terjadi, maka efek dan deritanya bisa amat berkepanjangan.
Belajarlah dari sejarah para sahabat Nabi saw atas terjadinya perang Jamal dan perang Shiffin. Banyak kalimat penyesalan dari para sahabat yang terlontar sesudah itu. Puluhan ribu kaum muslimin menjadi korban karena termakan oleh kelicikan orang-orang munafik dan musuh-musuh Islam. Siti Aisyah menangis hingga kerudungnya basah oleh air mata setiap kali ia teringat pada keberangkatannya ke Perang Jamal.

xxxxx--Jangan Terjebak Pada Perang Antar Agama atau Antar Etnis—xxxxx

Kasus Ahok ini jangan sampai menjebak kita pada terjadinya perang antar agama atau antar etnis di Indonesia.

Ingatlah bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk memerangi orang lain karena alasan perbedaan agama atau etnis. Biarpun mereka berbeda agama atau etnis, tapi kalau mereka mau hidup berdampingan dengan kita, mau menghormati dan tidak mengganggu kita, maka kita disuruh pula untuk menghargai mereka. Tidak boleh mengganggu dan menyakiti mereka.

Karena itu, marilah kita bersama-sama menjaga kerukunan ini, baik di pihak muslim maupun di pihak non muslim. Tahan mulut dan tulisan kita dari mencela-cela agama lain. Demikian pula di pihak agama lain, jangan kalian mudah saja mencela apa-apa yang dimuliakan oleh umat Islam (seperti Alquran, ka’bah, ibadah kurban, dan lain-lain).

xxxxx--Tetap Waspada dan Siapkan Segala Kekuatan dari Kemungkinan Rencana Jahat Para Musuh Islam atau Orang-orang Zalim—xxxxx

Saya sungguh berharap bahwa Indonesia akan tetap relatif stabil dan aman. Namun isu-isu yang bertebaran, agaknya juga tak bisa dianggap remeh. Karena itu bersiap-siagalah wahai umat Islam. Siapkan segala sesuatunya demi keamanan Anda dan keluarga dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan dilakukan oleh orang-orang zalim.

Semoga Allah selalu membimbing dan menjaga kita semua agar tetap berada dalam kebenaran dan keselamatan, aamiin ya Robbal ‘alamiin.
Allohumma solli wasallim wabarik ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sohbihi ajma’in. Walhamdulillahi Robbil ‘alamin.   

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...