Sunday 9 October 2016

(Bag. 3) Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya dan ...



Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya
dan
Tidak Pula Mewajibkan Umatnya untuk Miskin

(Bagian ke-3—selesai)



Islam Tidak Mewajibkan Umatnya untuk Miskin
Meskipun Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya, namun bukan berarti pula bahwa Islam mewajibkan umatnya untuk miskin. Islam membolehkan umatnya untuk kaya, asalkan kekayaan itu dicari dengan jalan dan cara yang halal serta digunakan pula untuk hanya melakukan berbagai kewajiban dan kebajikan.
Allah tidak pernah mengharamkan umatnya untuk mendapatkan kekayaan. Dia hanya mengingatkan agar jangan terlena dengan kekayaan itu. Dia hanya mengingatkan dan mengatur manusia agar jangan terjerumus dosa dalam mencari dan menggunakan kekayaan tersebut. Dalam Alquran Allah swt berfirman:

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?” Katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui. (Q.S. Al-A’raf: 32)
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-A’raf: 33)

Rasulullah saw bersabda, “Tidak diperbolehkan hasud (iri hati), kecuali dalam dua hal, yaitu: (1) seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian dibelanjakan dalam kebenaran, dan (2) seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian diamalkan dan diajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kenapa Islam Tidak Mewajibkan Umatnya untuk Miskin?
Ya, kenapa Islam tidak mewajibkan umatnya untuk miskin padahal jelas-jelas dalam hadits sahih dikatakan bahwa penduduk surga itu kebanyakan adalah orang-orang miskin?
“Aku menengok ke surga dan aku melihat penghuninya kebanyakan orang-orang miskin” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain dikatakan bahwa Rasulullah saw tidak mengkhawatirkan kemiskinan terhadap umatnya. Yang beliau khawatirkan justru adalah jika kekayaan dunia ini dihamparkan kepada umatnya tersebut.
“Demi Allah, tidaklah kemiskinan yang aku khawatirkan terhadap kalian. Tetapi aku khawatir jika kekayaan dunia ini dihamparkan atas kalian sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian akan berlomba-lomba pada kekayaan itu sebagaimana mereka telah berlomba-lomba. Dan kemudian harta kekayaan itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Jawaban dari pertanyaan di atas, di antaranya adalah (dan Allahlah tentunya yang lebih mengetahui):

1.     Karena harta kekayaan itu sebenarnya adalah sesuatu yang baik.
     Dalam surat Albaqarah ayat 201 disebutkan sebuah doa yang sangat masyhur di kalangan kaum muslimin, sering disebut sebagai doa sapu jagad, yaitu:
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”
     Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa kebaikan di dunia itu mencakup segala kebaikan yang bersifat duniawi, berupa kesehatan, rumah yang luas, istri yang cantik, rezeki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kendaraan yang nyaman, pujian, dan lain sebagainya.
     Jadi, harta kekayaan sebenarnya tergolong sesuatu yang baik di dunia ini apabila si pemiliknya pandai menghindari dosa ketika mencari harta itu dan ketika menggunakannya. Namun sayang seribu kali sayang, yang pandai seperti itu ternyata amat sedikit. Kebanyakan manusia justru terjerumus ke dalam dosa, baik ketika mencari harta ataupun ketika menggunakannya. Oleh sebab itu, Islam tidak menyuruh atau mendorong-dorong umatnya untuk mencari kekayaan. Islam tidak menginginkan umatnya menanggung derita yang amat pedih dan abadi di akhirat hanya karena kesenangan yang tidak begitu lama di dunia ini.

2.     Karena tidak semua orang sanggup dengan derita kemiskinan.
     Kemiskinan pada dasarnya tidak disukai oleh nafsu manusia. Kenapa? Karena nafsu manusia itu cendrung kepada kesenangan, kecukupan, kemewahan, kelapangan, kemudahan, keindahan, kebebasan, dan lain sebagainya. Sementara, kemiskinan itu akan membuat manusia jauh dari hal-hal tersebut. Orang miskin akan sulit untuk bersenang-senang. Orang miskin, hidupnya harus dijalani dengan kepayahan karena tidak mampu membeli alat-alat teknologi yang dapat memudahkan pekerjaan dalam hidupnya. Orang miskin harus siap untuk berkemungkinan tidak kenyang ketika makan. Orang miskin harus siap tidur di kasur yang keras yang hanya diisi dengan sabut. Orang miskin sulit untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan atau cita-cita dalam hidupnya. Ingin ini tak bisa, ingin itu tak mampu. Terlebih lagi, orang banyak juga cendrung meremehkan atau memandang mereka dengan sebelah mata. Semua itu, biasanya adalah hal yang berat ditanggung oleh jiwa manusia. Hanya orang-orang yang sudah terbiasa atau berhasil mendidik nafsu dan jiwanya saja yang akan bisa tenang dalam menghadapi dan menjalani kemiskinan. Bagi sebagian orang, kemiskinan bahkan akan bisa menjerumuskan dia kepada kekufuran. Itulah sebabnya kenapa Islam tidak mewajibkan umatnya untuk miskin.
     Namun semua hal yang tidak menyenangkan akibat kemiskinan itu, bukankah hanya akan diderita selama hidup di dunia ini saja? Pada kenyataannya, manusia kebanyakan menjadi lebih dekat dan ingat kepada Tuhan justru ketika ia sedang ditimpa suatu kekurangan atau kemiskinan. Hal itu akan menyebakan mereka menjadi lebih mudah untuk masuk surga.  Hal inilah yang menyebabkan kenapa justru lebih banyak orang-orang miskin di surga kelak.
     Lebih jelasnya, karena kesengsaraan yang mereka derita, jiwa orang miskin menjadi cendrung untuk merintih. Merintih kepada siapa? Tidak mungkin setiap saat akan selalu ada orang yang peduli kepadanya. Manusia banyak yang tidak tahu. Manusia banyak yang masa bodo. Akhirnya tak ada lain, kecuali merintih kepada Tuhan. Hal ini menyebabkan mereka  sering ingat dan berharap kepada Tuhan. Hal ini menyebabkan mereka menjadi lebih mudah untuk berzikir. Hal ini menyebabkan mereka lebih harap kepada surga dibandingkan dengan orang-orang kaya. Orang miskin lebih berani untuk mati dibandingkan dengan orang-orang kaya, sehingga mereka lebih gampang untuk menerima seruan jihad fi sabilillah. Orang kaya, mungkin akan berpikir ribuan kali untuk menerima seruan jihad karena mereka telah terjebak pada kesenangan nafsu dunia. Itulah kiranya mengapa akan lebih banyak orang miskin di surga nanti.
     Untuk suatu gambaran bukti saja, silakan Anda bandingkan antara pemukiman yang banyak diisi oleh orang-orang muslim yang kaya dengan pemukiman yang banyak diisi oleh orang-orang muslim yang miskin. Manakah tempat yang masjid atau musalanya lebih ramai setiap harinya atau setiap kali diadakan pengajian padanya? Biasanya lebih ramai di pemukiman yang miskin. Di pemukiman orang-orang kaya, biasanya hanya sesekali saja masjid atau musala itu penuh. Kalau ada pemukiman orang kaya yang masjidnya relatif penuh setiap hari, itu adalah sebuah keluarbiasaan.
     “Kemiskinan akan mendatangkan kekufuran” ternyata hanya terjadi pada orang-orang tertentu saja. Sebagian ulama ada yang menerangkan bahwa hadits Nabi saw yang menyatakan “hampir-hampir kemiskinan itu berubah menjadi kekafiran” maksudnya adalah kemiskinan jiwa. Sebab para sahabat Nabi saw telah membuktikan. Mereka banyak yang miskin harta, namun tak satu pun di antara mereka yang berubah menjadi kafir. Justru mereka adalah orang-orang mukmin pilihan dan ikutan. Mereka giat beribadah, beramal, dan berjuang menegakkan Islam dalam hidup dan kehidupannya.
     Karena kemiskinan justru membuat manusia cendrung ingat dan beribadah kepada Tuhan, maka Islam pun tidak melarang umatnya untuk miskin, bahkan terkesan cendrung mengarahkannya, yaitu melalui praktek yang telah diterapkan oleh Rasulullah saw dan kebanyakan para sahabat beliau semasa hidupnya. Gambaran tentang bagaimana kehidupan Rasulullah saw yang miskin, insya Allah akan dibahas dalam sebuah artikel khusus di blog ini.

Demikianlah artikel yang berseri ini. Kesimpulannya, Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya dan tidak pula mewajibkan umatnya untuk miskin. Namun jika ditimbang-timbang, dilihat dari kenyataan hidup, dilihat dari kabar-kabar yang ada dalam hadits Nabi saw, dilihat dari praktek kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi saw dan kebanyakan para sahabatnya, sepertinya Islam justru amat mewanti-wanti umatnya agar jangan silau dan terlalu berambisi dengan kekayaan, karena justru lebih banyak manusia yang terjerumus dalam dosa dan kelalaian ketika diuji dengan kekayaan dibandingkan dengan ketika diuji dengan kekurangan atau kemiskinan. Manusia banyak yang lalai dan jauh dari Tuhan ketika diuji dengan kekayaan. Wallahu a’lam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. (Buya Amin. Jkt, 9 Okt 2016)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...