Tuesday 21 March 2017

Ketepatan Berpihak dan Berjuang di Tengah Zaman Penuh Fitnah dan Hoax



Mau dibilang apa, ini memang kenyataan zaman yang sedang kita hadapi. Zaman di mana fitnah dan hoax bertebaran di sana-sini. Zaman di mana manusia demi mendapatkan apa yang diinginkannya, banyak yang tidak takut lagi untuk menghalalkan segala cara termasuk dengan melakukan propaganda, fitnah dan hoax.

Mau mencela zaman? Tidak, itu dilarang oleh Islam.
Mau tidak peduli? Tidak, harus peduli, karena hal ini (fitnah dan hoax) berbahaya, dosa, dan dapat menelan banyak korban.


Menurut saya, tidak ada cara lain bagi kita selain menghadapinya dengan sikap kewaspadaan, mempertinggi daya kritis, berpikir cermat terlebih dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk berpihak kemana terhadap sebuah isu atau kasus.

Kita tidak bisa untuk selalu berpihak pada sebuah pribadi atau subjek untuk setiap masalah. Karena sekarang ini tidak ada sebuah pribadi pun, sebuah lembaga pun, dan sebuah sumber pun, yang dapat dijamin untuk terlepas dan tidak termakan hoax. Mereka bisa jadi adalah orang-orang baik, tapi siapa bisa menjamin bahwa mereka bergerak karena mereka mengetahui kebenaran? Bisa jadi mereka bergerak hanya karena termakan sebuah hoax yang telah direncanakan secara cermat dan rapi oleh pihak tertentu sehingga sulit untuk dideteksi?

Saya terus membaca dan menggali, sambil terus memohon petunjuk kepada Allah agar saya tahu harus berpihak kemana terhadap sebuah isu atau kasus yang terjadi. Dan saya berdoa kepada Allah agar para tokoh di negeri ini tahu mereka harus berpihak kemana. Saya mendoakan agar orang-orang pintar dan orang-orang yang punya kuasa di negeri ini tahu akan mana yang benar dan juga tergerak hatinya untuk mau berpihak dan berjuang di atas kebenaran yang telah diketahuinya itu .

Saya berdoa kepada Allah swt agar para penyebar hoax dan fitnah, orang-orang yang punya niat jelek untuk bangsa dan tanah air ini, diberi petunjuk oleh Allah swt agar segera bertaubat dan memperbaiki diri. Kalau ternyata mereka memang tidak bisa diharapkan lagi untuk bertaubat dan memang akan menghasilkan bencana yang besar bagi negeri ini, saya lebih senang jika mereka Engkau hancurkan saja, ya Rabb, agar kami terhindar dari kejahatan-kejahatan mereka, aamiin.

Perkembangan sikap saya saat ini adalah: saya tidak terpaku pada satu figur atau satu pihak. Saya berusaha untuk hanya selalu berpihak pada KEBENARAN. Sehingga bisa jadi, untuk kasus A saya berpihak ke si anu, sedangkan untuk kasus B saya justru berpihak ke si fulan. Karena tidak ada pribadi yang saya yakini akan selalu benar (kecuali Rasulullah saw), dan juga tidak ada pribadi yang saya yakini akan selalu salah (kecuali Syaithan terkutuk).

Sebagai contoh: untuk kasus-kasus dan isu-isu Timur Tengah, untuk saat ini saya memilih untuk lebih percaya kepada sikap dan tulisan-tulisan dari Ibu Dina Sulaeman. Karena saya telah membacanya, memikirkannya, dan menganalisanya dengan niat tulus untuk mencari kebenaran. Bukti-bukti yang dipaparkan oleh Bu Dina Sulaeman (berupa foto-foto dan video-video) sepertinya adalah benar dan tidak bisa diremehkan. Kegigihannya dalam membongkar hoax-hoax yang ditebarkan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, saya pikir adalah kegigihan yang lahir karena pengetahuannya akan yang sebenarnya terjadi di sana dan semangat baik untuk memberitahukan masyarakat akan kebenaran yang diketahuinya itu. Semua fakta dan data yang diungkapkan Bu Dina di blog pribadinya (Dina Sulaeman wordpress--Kajian Timur Tengah) itu terbuka kok. Bisa dianalisa dan diperiksa kebenaraannya jika Anda ragu.

Tetapi untuk kasus-kasus Ahok, kasus reklamasi di Jakarta, dan kasus-kasus yang berkaitan dengan isu-isu ke-Islaman di tanah air ini, saya tidak terlalu memandang tulisan-tulisan Bu Dina Sulaeman. Saya justru berpihak kepada Habib Rizieq Syihab. Bu Dina saya nilai masih “hambar” kualitas ilmu agamanya dan kurang menguasai “medan” Indonesia sehingga tidak tepat untuk dijadikan rujukan di dalam hal ini.

Untuk dapat bersikap benar terhadap kasus-kasus Ahok, menurut hemat saya diperlukan setidaknya lima hal berikut:
1) Pengetahuan ke-Islaman yang cukup dalam dan ghirah (semangat) bela Islam yang cukup tinggi.
2) Pengetahuan tentang kondisi politik Indonesia yang sebenarnya yang dilengkapi dengan rasa nasionalisme (cinta tanah air) yang tinggi.
3) Niat baik yang tulus dan benar
4) Kegigihan dan ke-ikhlasan di dalam berjuang
5) Kecerdasan dan kecermatan berpikir

Saya menilai lima hal itu ada pada Habib Rizieq Syihab sehingga ia patut untuk dijadikan rujukan dan ikutan di dalam gerak-langkah perjuangan di tanah air ini.

Saya seorang muslim, pengikut Aswaja (Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah). Saya cinta Islam dan saya cinta juga dengan tanah air ini, insya Allah.

Saya tidak ingin gerakan Wahabi menyebar di tanah air ini. Saya tidak ingin mereka akan menjadikan Indonesia seperti Suriah atau seperti negara-negara Timur Tengah lainnya yang telah porak-poranda. Saya tidak ingin makam-makam orang saleh dihancurkan atau diledakkan oleh karena pemahaman syirik yang keliru dan disebarkan oleh Wahabi. Saya tidak ingin Wahabi membunuhi umat-umat Islam dengan tuduhan “telah murtad”, kafir, atau musyrik padahal konsep “kafir” dan “musyrik” mereka itulah yang tidak beres dan harus diluruskan. Saya tidak ingin pula amaliyah-amaliyah yang sebenarnya baik dan mendatangkan rahmat Allah justru menjadi ditinggalkan oleh umat Islam karena percaya pada tuduhan bid’ah dan sesat yang dilontarkan oleh pihak-pihak Wahabi ini.

Tetapi di samping itu, saya juga tidak rela jika Islam diremehkan. Saya tidak senang jika Al-Quran dinistakan. Saya juga tidak senang jika negeri ini dijual kepada asing atau aseng. Saya tidak suka kepada orang-orang yang mau bekerja untuk asing/aseng dengan harus mengorbankan rakyat Indonesia itu sendiri.

Apapun proyek yang didirikan dan diadakan di tanah-air ini semestinya adalah untuk menguntungkan dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Kalau mau bekerjasama dengan asing/aseng tentu boleh-boleh saja, tetapi harus tetap dan tidak boleh keluar dari koridor dan tujuan menyejahterakan rakyat Indonesia. Itu harus, logis, mesti, dan BENAR. Kalau sudah menyimpang dari itu dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, maka tentunya adalah hal yang TIDAK DAPAT DITERIMA.

Akhirnya saya mengajak kepada Anda semua: Mari kita kritis, cermat, mau membaca seutuhnya terhadap sebuah masalah (jangan malas), peduli dan TEPAT di dalam berpihak, dan bersemangat tinggi membela kebenaran. Demi Islam, demi Allah dan Rasul-Nya, dan juga demi kesejahteraan bangsa Indonesia pada umumnya. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. [Buya Amin/Media Muslim]

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...