Saturday 18 June 2016

Jika Anda Muslim, Pilihlah Pemimpin Yang Muslim


Berikut ini beberapa kutipan yang kami nilai layak untuk menjadi pegangan Anda tentang masalah memilih pemimpin yang kafir:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Tidak semua orang yang berbicara, layak dijadikan sumber ilmu. Karena ilmu itu bagian dari agama, sehingga mengambil sumber ilmu, berarti mengambil sumber agama.
Seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Sirin mengatakan,
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
Ilmu ini agama, karena itu, perhatikanlah, dari mana kalian mengambil agama kalian. (HR. Muslim 26 & ad-Darimi 427)


Karena itulah para ulama di masa silam memahami bahwa mengambil guru, termasuk tindakan yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Kita bisa lihat, pernyataan Imam as-Syafi’i, ketika beliau memuji gurunya Imam Malik rahimahumallah. Beliau mengatakan,
رضيت بمالك حجة بيني وبين الله
“Aku ridha Malik sebagai hujjah antara aku dengan Allah.” (at-Tahdzib, 8/10)

Untuk itu, saatnya kita lebih hati-hati dalam memilih sumber ilmu. Terlebih di zaman manusia jauh dari ilmu, sementara media liberal lebih berkuasa mengendalikan pola pikir mereka. Sehingga ustad yang dipilih, harus
memenuhi kriteria media liberal itu. Ini persis seperti yang pernah disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ
“Akan datang kepada manusia masa-masa penuh kedustaan. Pendusta dianggap jujur dan orang jujur dianggap pendusta, pengkhianat dianggap amanat, dan orang amanat dianggap pengkhianat.” (HR. Ibnu Majah 4036 dan dishahihkan dalam Shahih al-Jami’)

Pemimpin Seperti Pilot? 

Ada banyak pengendara di sekitar kita, ada tukang becak, sopir angkot, sopir bis, sampai sopir pesawat (pilot). Semua ini hanya alat transportasi. Kepentingan kita hanya menumpang, sesuai tujuan yang kita inginkan. Sehingga status semua sopir itu, BUKAN pemimpin. Dalam istilah fiqh muamalah disebut ‘ajiir’, orang yang kita pekerjakan dengan upah tertentu. Dan penumpang sebagai konsumennya. 

Memang mereka yang mengendalikan kendaraan. Tapi kita bisa memarahi mereka, ketika mereka teledor dalam mengemudi. Rakyat bisa marah kepada presiden ketika Pak presiden salah, tapi rakyat tidak bisa memarahi presiden. Marah bisa, memarahi tidak bisa.

Karena itu, sangat aneh jika ustad menyamakan pemimpin dengan pilot. Dalam ushul fiqh disebut qiyas ma’al fariq… analogi yang tidak nyambung. Pilot hanyalah seorang ajiir, orang yang diupah. Sementara pemimpin negara atau gubernur, mereka bisa menetapkan kebijakan yang mengendalikan rakyatnya.
Semoga Allah membimbing kami dan para dai kaum muslimin ke jalan yang benar…

Hukum Memilih Pemimpin Kafir

Terdapat banyak dalil yang melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin. Diantaranya,
Firman Allah,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai kaum mukminin.” (QS. an-Nisa: 141).

Al-Qadhi Ibnul Arabi mengatakan,
إنَّ الله سبحانه لا يَجعل للكافرين على المؤمنين سبيلاً بالشَّرع، فإن وجد فبِخلاف الشرع
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menjadikan orang kafir untuk menguasai kaum mukminin secara aturan syariat. Jika itu terjadi, berarti menyimpang dari aturan syariat. (Ahkam al-Quran, 1/641)

Allah juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian.” (QS. an-Nisa: 59)
Kalimat ‘min-kum’ yang artinya diantara kalian, maknanya adalah diantara kaum muslimin. Sehingga, mereka tidak boleh memilih pemimpin non-muslim.

Ketika menafsirkan surat Ali Imran ayat 118, Al-Qurthubi mengatakan,
نَهى الله المؤمنين بِهذه الآية أن يَتَّخِذوا من الكُفَّار واليهود وأهل الأهواء دُخلاءَ ووُلَجاء يُفاوضونهم في الآراء، ويُسندون إليهم أمورَهم
Allah melarang kaum mukminin, berdasarkan ayat ini untuk memilih orang kafir, orang yahudi, dan pengikut aliran sesat untuk dijadikan sebagai orang dekat, orang kepercayaan. Menyerahkan segala saran dan pemikiran kepada mereka dan menyerahkan urusan kepada mereka. (Tafsir al-Qurthubi, 4/179).

Ibnul Mundzir mengatakan,
إنَّه قد “أجمع كلُّ مَن يُحفَظ عنه مِن أهل العلم أنَّ الكافر لا ولايةَ له على المسلم بِحال
Para ulama yang dikenal telah sepakat bahwa orang kafir tidak ada peluang untuk menjadi pemimpin bagi kaum muslimin apapun keadaannya. (Ahkam Ahlu Dzimmah, 2/787)

dikutip dari:

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx


Pada dasarnya mengangkat pemimpin non muslim tidak diperbolehkan. Sebab dengan mengangkat mereka akan memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai kaum muslim. Hal ini jelas akan merugikan kaum muslim itu sendiri.
   وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ الْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً -النساء: 141
“Dan Allah Swt. sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.” (QS. an-Nisa` [4]: 141).

Larangan tersebut tentu harus diberlakuakan dalam kondisi normal. Sehingga ada sebagai ulama yang membolehkan dalam kondisi darurat, yaitu kondisi dimana ada beberapa hal-hal yang tidak bisa ditangani oleh kaum muslimin sendiri baik langsung maupun tidak langsung, atau terdapat indikasi kuat adanya ketidakberesan (khianat) dari orang muslim itu sendiri.

نَعَمْ إِنِ اقْتَضَتْ الْمَصْلَحَةُ تَوْلِيَّتَهُ فِيْ شَيْءٍ لاَ يَقُوْمُ بِهِ غَيْرُهُ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ ظَهَرَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خِيَانَةٌ وَأَمِنَتْ فِيْ ذِمِّيٍّ وَلَوْ لِخَوْفِهِ مِنْ الْحَاكِمِ مَثَلًا فَلاَ يَبْعُدُ جَوَازُ تَوْلِيَّتِهِ لِضَرُوْرَةِ الْقِيَامِ بِمَصْلَحَةِ مَا وَلِّيَ فِيْهِ، وَمَعَ ذَلِكَ يَجِبُ عَلَى مَنْ يَنْصِبُهُ مُرَاقَبَتُهُ وَمَنْعُهُ مِنَ التَّعَرُّضِ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Jika suatu kepentingan mengharuskan penyerahan sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain dari kalangan umat Islam atau tampak adanya pengkhianatan pada si pelaksana dari kalangan umat Islam, dan aman berada di kafir dzimmi walaupun karena rasa takutnya kepada penguasa. (Dalam konteks ini) maka boleh menyerahkan jabatan padanya karena adanya keharusan (dlarurah) untuk mewujudkan kemaslahatan sesuatu yang dia diangkat untuk mengurusinya. Meskipun demikian, bagi pihak yang mengangkatnya, harus selalu mengawasi orang kafir tersebut dan mampu mencegahnya dari mengganggu terhadap siapapun dari kalangan umat Islam” (Ibnu Hajar al-Haitsami, Tuhfah al-Muhtaj, dalam Abdul Hamid asy-Syirwani dan Ibnu Qasim al-‘Abbadi, Hawasyai asy-Syirwani wa al-‘Abbadi, Mesir-at-Tijariyyah al-Kubra, tt, juz, 9, h. 73)

Kebolehan dalam kondisi darurat ini harus dipahami dalam konteks kafir dzimmi. Dan bagi pihak yang mengangkat kafir dzimmi (nonmuslim yang berdamai), yang dalam konteks ini adalah pihak muslim harus selalu memberikan pengawasan yang ketat terhadap kinerjanya. Disamping itu juga harus mencegah atau menghalaginya agar tidak mengganggu kalangan muslim sendiri.

Jadi, pengawasan terhadap kinerja dan jaminan bahwa pihak kafir dzimmi tidak akan mengganggu kalangan muslim dari pihak yang mengangkatnya untuk menangani beberapa hal yang tidak bisa ditangani oleh orang muslim, baik langsung maupun tidak langsung, menjadi sebuah keharusan. Pengawasan menjadi penting agar orang tersebut tetap bekerja dengan baik sesuai aturan yang telah ditetapkan. Sedang perlindungan terhadap kalangan muslim juga tak kalah pentingnya agar ia tidak bisa semena-mena.

Dari penjelasan singkat itu setidaknya dapat dipahami bahwa kebolehan mengangkat orang kafir dzimmi untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu atau memimpinnya dibolehkan sepanjang tidak ada orang muslim yang mampu menanganinya, berlaku adil, dan adanya kemaslahatan. Atau terdapat indikasi yang kuat, kalau diserahkan kepada kalangan muslim sendiri ternyata tidak beres (khianat).

dikutip dari:
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
 Memilih Pemimpin Muslim ataukah Non Muslim yang Bersih dan Adil?
Manakah yang mesti dipilih jika ada dua pilihan. Ada calon pemimpin yang muslim namun suka bermaksiat, ataukah non muslim yang dikatakan bersih dan adil?
Yang jelas, tidak pantas non muslim menguasai rakyat yang mayoritas muslim. Kenapa demikian?
Karena memang Allah melarangnya. Islam itu tinggi, artinya di atas, bukan di bawah, bukan berada dalam kekuasaan non muslim. Sangat tidak pantas Islam yang mulia ini malah dikuasai oleh non muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)
Memang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan non muslim sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy.” (HR. Bukhari no. 2264). Namun ingat itu dipekerjakan, bukan berada di atas, bukan sebagai pemimpin.

Lantas manakah yang mending memiliki pemimpin muslim namun kerap korupsi ataukah pemimpin non muslim yang jujur, adil dan anti korupsi?


Kalau kita bandingkan saat mesti memilih antara pemimpin muslim yang gemar maksiat dengan pemimpin non muslim yang jujur dan adil, maka tetap saja pemimpin muslim lebih utama untuk dijadikan pilihan. Mudaratnya tentu lebih ringan. Apa alasannya?

Alasan pertama, kita tidak boleh mengambil pemimpin dari orang kafir. Alasan kedua, kita akan lebih mudah dalam menjalani agama karena pemimpin semacam itu lebih mengerti akan kebutuhan kaum muslimin. Alasan ketiga, non muslim tidak mudah menindas kaum muslimin atau menyebar ajaran mereka.
      Kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin muslim misalnya dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas tindak jeleknya. Namun agama kita pasti akan lebih selamat dan orang muslim pun akan peduli pada sesama saudaranya. Beda halnya dengan non muslim. Muslim yang bermaksiat masih lebih mending, berbeda dengan non muslim yang diancam akan kekal di neraka. Jadi bagi yang masih mengatakan pemimpin non muslim itu lebih baik, berpikirlah dengan nalar yang baik dan banyak mengkaji ayat-ayat Al Qur’an. Lihatlah bagaimana Allah menyebut non muslim  dalam ayat berikut ini,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ini firman Allah loh yang tidak mungkin keliru. Beda kalau tidak percaya akan wahyu.
Loyalitas seorang muslim haruslah kepada sesama muslim, bukan kepada yang berlawanan agama dengannya.
   Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Dalam ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1)
Marilah kaum muslimin melihat realita yang terjadi. Cobalah renungkan sejenak, bagaimana nasibnya nanti jika akhirnya pemimpin non muslim yang akan maju sebagai pewaris kekuasaan.
Hanya Allah yang memberi taufik.

dikutip dari:

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Demikianlah ulasan-ulasan yang kami rasa patut menjadi pegangan Anda dalam memilih pemimpin. Jangan ikuti tulisan yang mengarahkan Anda untuk memilih pemimpin yang non muslim, padahal calon-calon pemimpin dari pihak muslim masih ada, bahkan masih banyak. Jika Anda Muslim, pilihlah pemimpin yang muslim/mukmin. Orang yang mengambil orang kafir sebagai auliya', maka Allah mencap mereka sebagai orang-orang munafik (lihat Al-Quran surat An-Nisa: 138-139). Wassalam.

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...