Friday, 6 January 2017

Mengamen Itu Bekerja Atau Meminta-Minta?


ilustrasi--mengamen
Cukup banyak orang yang mencari uang dengan jalan mengamen. Mulai dari anak-anak, remaja, pemuda, bahkan orang tua. Mereka ada yang melakukannya di bus kota, di pemukiman (dari rumah ke rumah), atau di tempat-tempat umum lainnya. Alat yang mereka gunakan pun beragam, ada yang dengan gitar, gitar plus gendang, angklung, dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang melakukannya secara kelompok dan dengan alat musik yang cukup banyak (lebih dari dua macam alat musik).

Di sekitar tempat tinggal saya sendiri, terkadang bisa lewat empat atau lebih pengamen dalam sehari (orangnya berbeda-beda). Di antara orang-orang tersebut, saya lihat ada beberapa orang yang memang konsisten mengamen. Mereka sepertinya menganggap mengamen itu sebagai sebuah profesi alias pekerjaan sehingga mereka akan terus melakukannya, mungkin untuk sepanjang hidupnya selagi masih memungkinkan. Bahkan ada pula kabar yang saya dengar bahwa ada orang yang tadinya berdagang, justru akhirnya memilih mengamen karena menilai hasil dari mengamen itu lebih banyak daripada hasil dari berdagang.

Tetapi, saudaraku, pernahkah kita kritis mempertanyakan, apakah mengamen itu memang sebuah pekerjaan ataukah justru hanya sebuah bentuk lain dari mengemis atau meminta-minta?

Kenapa pertanyaan ini penting untuk diajukan? Sebab nilai bekerja dengan nilai meminta-minta itu berbeda dalam Islam. Bekerja nilainya mulia dan dianjurkan, sedangkan meminta-minta nilainya hina dan terlarang kecuali ada sebab atau kondisi tertentu yang membolehkannya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah memberitahukan akibat buruk yang akan dialami oleh orang yang suka meminta-minta:

“Siapa saja di antara kalian yang senantiasa meminta-minta, nanti ia akan bertemu Allah Ta’ala, sedangkan mukanya tidak berdaging” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits lain mengatakan:
“Siapa saja yang meminta-minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, setiap muslim tidak boleh meminta-minta kecuali karena terpaksa. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah menerangkan kepada Qabishah tentang 3 sebab yang membuat seseorang dibolehkan meminta-minta. Hadit tersebut berbunyi:

“Wahai Qabishah, meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah-satu dari 3 sebab: Pertama, seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya, kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi. Kedua, seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sesuatu (pekerjaan, harta, atau lain-lain) yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan yang ketiga, seseorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana di antara kaumnya mengatakan: “Si Fulan benar-benar miskin,” maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai ia mendapatkan sesuatu untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Wahai Qabishah, meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi, adalah perkara yang haram dan orang yang memakannya berarti ia memakan barang yang haram” (HR. Muslim)

“Kebutuhan hidup” yang diperhitungkan dalam hadits di atas tentu saja adalah kebutuhan hidup yang pokok, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh hadits berikut:

“Anak Adam tidak mempunyai hak kecuali sebagai berikut: rumah untuk tempat tinggal (meskipun mengontrak dsb), pakaian untuk menutup aurat, serta roti kering dan air (maksudnya, makanan dan minuman)” (HR. Tirmidzi)

Seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dengan bekerja, maka tidak dibenarkan untuk meminta-minta. Rasulullah saw bersabda:

“Sungguh seandainya salah seorang di antara kamu mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak” (HR. Bukhari)

Nah sekarang pertanyaannya, mengamen itu bekerja atau meminta-minta? Kalau tergolong bekerja, maka ia halal dan mulia serta layak untuk terus dilanjutkan sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi kalau ia tergolong meminta-minta, maka ia tidak halal dilakukan kecuali dalam kondisi terpaksa dan sedang tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan.

Sebenarnya berat bagi saya untuk menjawab secara jujur apakah mengamen itu tergolong bekerja atau meminta-minta. Takut kalau ada yang tersinggung dengan penyampaian ini, mengingat cukup banyak orang yang memilih mengamen sebagai jalan hidupnya. Tetapi, mengingat pula bahwa Rasulullah saw memang menyuruh kita untuk “menyampaikan kebenaran walaupun pahit” dan Allah swt melarang kita dari menyembunyikan kebenaran padahal kita mengetahui kebenaran tersebut, maka saya memberanikan diri untuk menyampaikan pendapat ini dan berharap agar setiap yang membaca tidak ada yang tersinggung atau berburuk sangka dengan penyampaian ini.

Menurut hemat saya, mengamen itu tidak tergolong sebagai bekerja. Ia tergolong sebagai meminta-minta. Alasannya adalah sebagai berikut:
1.     Kedatangan pengamen itu sama dengan kedatangan peminta-minta, yaitu datang tanpa diharapkan atau dipesan oleh orang yang didatanginya.
2. Kedatangan pengamen itu mengharapkan belas-kasih dari orang yang didatanginya. Perhatikanlah, orang-orang yang memberi uang kepada pengamen, itu bukanlah karena merasa ada sesuatu yang “harus ia bayar” atau karena merasa ada suatu jasa yang harus ia hargai, tetapi hanya semata-mata karena perasaan iba hati atau belas-kasihan. Yang lebih parah lagi, ada pula yang memberi karena tujuan agar si pengamen itu lekas pergi, sebab ia tidak tahan dengan suara musik atau nyanyian keras dari sang pengamen.
3.  Pengamen tidak menjual sesuatu, baik barang ataupun jasa. Jadi, uang yang didapatkannya memang semata-mata pemberian orang lain sebagaimana yang terjadi pada peminta-minta. Buktinya, ia tidak bisa atau tidak berhak untuk mematok suatu harga atau tarif. Kalau ia nekat mematok harga atau tarif, orang pasti akan marah kepadanya bahkan akan dinilai sebagai sebuah penodongan atau kejahatan.

Itulah setidaknya tiga alasan yang menyebabkan mengamen itu tidak dapat dinilai sebagi bekerja. Ia lebih layak untuk digolongkan ke dalam “mengemis” atau “meminta-minta”. Mungkin bisa dikatakan bahwa mengamen itu adalah: “meminta-minta sambil bernyanyi atau bermusik”.

Karena tergolong sebagai meminta-minta, maka berarti mengamen itu tidak boleh dilakukan kecuali karena terpaksa atau karena sedang tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Ia harus bersifat sementara. Kalau sudah ada pekerjaan lain, walaupun hanya menjadi pencari kayu bakar, atau bahkan menjadi seorang tukang sampah sekali pun, pekerjaan mengamen itu tidak halal lagi untuk dilakukan. Tidak boleh seseorang yang sudah bisa berdagang, justru malah memilih menjadi pengamen dan meninggalkan usaha dagangnya karena alasan bahwa penghasilan dari mengamen itu lebih besar dari penghasilan dari berdagang. Sedikit tetapi mulia dan mencukupi adalah lebih baik daripada banyak namun dalam kehinaan dan larangan Allah swt.

Demikianlah pembahasan ini saya sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya buat kita bersama. Kalau ada kesalahan dari pendapat dan penyampaian tersebut, saya memohon maaf dan memohon ampun kepada Allah swt. Dan kalau ada kebenarannya, saya mengucap syukur alhamdulillah. Hanya Dia lah yang bisa memberi taufiq dan petunjuk kepada para hamba-Nya. [27-01-2017]

4 comments:

  1. Mengemis Sama Mengamen Jelas Beda..Kalau Mengemis Langsung Meminta Uang Tanpa Harus Bersusah Payah Dulu... Sedangkan Mengamen Itu Suatu Seni Dari Alat Musik Dan Lagu.. Tentunya Harus Memiliki Keahlian Dan Bukan Asal2an...Mengamen Disini Menjual Skil Kemampuan Bernyanyi Memainkan Alat Musik...Dan Tidak Asal2an...Pengamen Bukan Pengemis.. Pengamen Adalah Yang Mempunyai Keahlian Khusus Dengan Alat Musiknya Dan Juga Menjual Suara Yang Bagus Dan Merdu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau suaranya tida enak dan terlalu keras bagaimana?

      Delete
    2. Iya kalau suaranya merdu, kebanyakan pengamen cuma jreng jreng jreng dan teriak2 ga karuan, lagu apa, liriknya apa juga tidak jelas. Datang siang di depan rumah pas waktu qailulah (tidur siang) pas bayi baru tidur, jadi bangun lagi. apa begitu menjual skill dan jasa? Belum lagi perkara musik yang sebagian ulama mengatakan haram sesuai dengan hadith Rasulullah SAW. Sama dengan meminta minta, kadang malah lebih galak pengamen, kalau tak dikasih cercaannya naudzubillah ... Ada pula yang berbekal senjata tajam, ini malah nodong ...

      Delete
  2. Rencananya saya mau ngamen, tapi setelah membaca penjelasan ini akhirnya saya urungkan.
    Subhanallooh.......
    ini merupakan hidayah buat saya.

    ReplyDelete

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...