ilustrasi--mengamen |
Cukup banyak
orang yang mencari uang dengan jalan mengamen. Mulai dari anak-anak, remaja,
pemuda, bahkan orang tua. Mereka ada yang melakukannya di bus kota, di
pemukiman (dari rumah ke rumah), atau di tempat-tempat umum lainnya. Alat yang
mereka gunakan pun beragam, ada yang dengan gitar, gitar plus gendang,
angklung, dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang melakukannya secara
kelompok dan dengan alat musik yang cukup banyak (lebih dari dua macam alat
musik).
Di sekitar
tempat tinggal saya sendiri, terkadang bisa lewat empat atau lebih pengamen
dalam sehari (orangnya berbeda-beda). Di antara orang-orang tersebut, saya
lihat ada beberapa orang yang memang konsisten mengamen. Mereka sepertinya menganggap
mengamen itu sebagai sebuah profesi alias pekerjaan sehingga mereka akan terus
melakukannya, mungkin untuk sepanjang hidupnya selagi masih memungkinkan.
Bahkan ada pula kabar yang saya dengar bahwa ada orang yang tadinya berdagang,
justru akhirnya memilih mengamen karena menilai hasil dari mengamen itu lebih
banyak daripada hasil dari berdagang.
Tetapi, saudaraku,
pernahkah kita kritis mempertanyakan, apakah mengamen itu memang sebuah
pekerjaan ataukah justru hanya sebuah bentuk lain dari mengemis atau
meminta-minta?
Kenapa pertanyaan
ini penting untuk diajukan? Sebab nilai bekerja dengan nilai meminta-minta itu
berbeda dalam Islam. Bekerja nilainya mulia dan dianjurkan, sedangkan
meminta-minta nilainya hina dan terlarang kecuali ada sebab atau kondisi
tertentu yang membolehkannya.
Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah
memberitahukan akibat buruk yang akan dialami oleh orang yang suka
meminta-minta:
“Siapa saja
di antara kalian yang senantiasa meminta-minta, nanti ia akan bertemu Allah Ta’ala,
sedangkan mukanya tidak berdaging” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits lain
mengatakan:
“Siapa saja
yang meminta-minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta
kekayaan, maka sesungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya
apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya.” (HR. Muslim)
Oleh karena
itu, setiap muslim tidak boleh meminta-minta kecuali karena terpaksa. Dalam
hadits riwayat Muslim, Rasulullah menerangkan kepada Qabishah tentang 3 sebab
yang membuat seseorang dibolehkan meminta-minta. Hadit tersebut berbunyi:
“Wahai
Qabishah, meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah-satu dari 3
sebab: Pertama, seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia
diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya, kemudian ia
mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi. Kedua, seseorang yang
tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai
mendapatkan sesuatu (pekerjaan, harta, atau lain-lain) yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dan yang ketiga, seseorang yang sangat miskin
sehingga ada tiga orang yang bijaksana di antara kaumnya mengatakan: “Si Fulan
benar-benar miskin,” maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai ia mendapatkan
sesuatu untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Wahai Qabishah, meminta-minta
selain disebabkan tiga hal tadi, adalah perkara yang haram dan orang yang
memakannya berarti ia memakan barang yang haram” (HR. Muslim)
“Kebutuhan
hidup” yang diperhitungkan dalam hadits di atas tentu saja adalah kebutuhan
hidup yang pokok, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh hadits berikut:
“Anak Adam
tidak mempunyai hak kecuali sebagai berikut: rumah untuk tempat tinggal
(meskipun mengontrak dsb), pakaian untuk menutup aurat, serta roti kering dan
air (maksudnya, makanan dan minuman)” (HR. Tirmidzi)
Seseorang yang
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dengan bekerja, maka tidak
dibenarkan untuk meminta-minta. Rasulullah saw bersabda:
“Sungguh
seandainya salah seorang di antara kamu mengambil beberapa utas tali, kemudian
pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya,
kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik
daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun
tidak” (HR. Bukhari)
Nah sekarang
pertanyaannya, mengamen itu bekerja atau meminta-minta? Kalau tergolong
bekerja, maka ia halal dan mulia serta layak untuk terus dilanjutkan sebagai
jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi kalau ia tergolong meminta-minta,
maka ia tidak halal dilakukan kecuali dalam kondisi terpaksa dan sedang tidak
ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan.
Sebenarnya
berat bagi saya untuk menjawab secara jujur apakah mengamen itu tergolong
bekerja atau meminta-minta. Takut kalau ada yang tersinggung dengan penyampaian
ini, mengingat cukup banyak orang yang memilih mengamen sebagai jalan hidupnya.
Tetapi, mengingat pula bahwa Rasulullah saw memang menyuruh kita untuk
“menyampaikan kebenaran walaupun pahit” dan Allah swt melarang kita dari
menyembunyikan kebenaran padahal kita mengetahui kebenaran tersebut, maka saya
memberanikan diri untuk menyampaikan pendapat ini dan berharap agar setiap yang
membaca tidak ada yang tersinggung atau berburuk sangka dengan penyampaian ini.
Menurut
hemat saya, mengamen itu tidak tergolong sebagai bekerja. Ia tergolong sebagai
meminta-minta. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Kedatangan
pengamen itu sama dengan kedatangan peminta-minta, yaitu datang tanpa
diharapkan atau dipesan oleh orang yang didatanginya.
2. Kedatangan pengamen itu
mengharapkan belas-kasih dari orang yang didatanginya. Perhatikanlah,
orang-orang yang memberi uang kepada pengamen, itu bukanlah karena merasa ada
sesuatu yang “harus ia bayar” atau karena merasa ada suatu jasa yang harus ia
hargai, tetapi hanya semata-mata karena perasaan iba hati atau belas-kasihan.
Yang lebih parah lagi, ada pula yang memberi karena tujuan agar si pengamen itu
lekas pergi, sebab ia tidak tahan dengan suara musik atau nyanyian keras dari
sang pengamen.
3. Pengamen
tidak menjual sesuatu, baik barang ataupun jasa. Jadi, uang yang didapatkannya
memang semata-mata pemberian orang lain sebagaimana yang terjadi pada
peminta-minta. Buktinya, ia tidak bisa atau tidak berhak untuk mematok suatu harga
atau tarif. Kalau ia nekat mematok harga atau tarif, orang pasti akan marah
kepadanya bahkan akan dinilai sebagai sebuah penodongan atau kejahatan.
Itulah
setidaknya tiga alasan yang menyebabkan mengamen itu tidak dapat dinilai sebagi
bekerja. Ia lebih layak untuk digolongkan ke dalam “mengemis” atau
“meminta-minta”. Mungkin bisa dikatakan bahwa mengamen itu adalah: “meminta-minta
sambil bernyanyi atau bermusik”.
Karena
tergolong sebagai meminta-minta, maka berarti mengamen itu tidak boleh
dilakukan kecuali karena terpaksa atau karena sedang tidak ada pekerjaan lain yang
bisa dilakukan. Ia harus bersifat sementara. Kalau sudah ada pekerjaan lain,
walaupun hanya menjadi pencari kayu bakar, atau bahkan menjadi seorang tukang
sampah sekali pun, pekerjaan mengamen itu tidak halal lagi untuk dilakukan.
Tidak boleh seseorang yang sudah bisa berdagang, justru malah memilih menjadi pengamen
dan meninggalkan usaha dagangnya karena alasan bahwa penghasilan dari mengamen
itu lebih besar dari penghasilan dari berdagang. Sedikit tetapi mulia dan
mencukupi adalah lebih baik daripada banyak namun dalam kehinaan dan larangan
Allah swt.
Demikianlah
pembahasan ini saya sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya buat kita bersama. Kalau
ada kesalahan dari pendapat dan penyampaian tersebut, saya memohon maaf dan
memohon ampun kepada Allah swt. Dan kalau ada kebenarannya, saya mengucap
syukur alhamdulillah. Hanya Dia lah yang bisa memberi taufiq dan petunjuk
kepada para hamba-Nya. [27-01-2017]
Mengemis Sama Mengamen Jelas Beda..Kalau Mengemis Langsung Meminta Uang Tanpa Harus Bersusah Payah Dulu... Sedangkan Mengamen Itu Suatu Seni Dari Alat Musik Dan Lagu.. Tentunya Harus Memiliki Keahlian Dan Bukan Asal2an...Mengamen Disini Menjual Skil Kemampuan Bernyanyi Memainkan Alat Musik...Dan Tidak Asal2an...Pengamen Bukan Pengemis.. Pengamen Adalah Yang Mempunyai Keahlian Khusus Dengan Alat Musiknya Dan Juga Menjual Suara Yang Bagus Dan Merdu...
ReplyDeleteKalau suaranya tida enak dan terlalu keras bagaimana?
DeleteIya kalau suaranya merdu, kebanyakan pengamen cuma jreng jreng jreng dan teriak2 ga karuan, lagu apa, liriknya apa juga tidak jelas. Datang siang di depan rumah pas waktu qailulah (tidur siang) pas bayi baru tidur, jadi bangun lagi. apa begitu menjual skill dan jasa? Belum lagi perkara musik yang sebagian ulama mengatakan haram sesuai dengan hadith Rasulullah SAW. Sama dengan meminta minta, kadang malah lebih galak pengamen, kalau tak dikasih cercaannya naudzubillah ... Ada pula yang berbekal senjata tajam, ini malah nodong ...
DeleteRencananya saya mau ngamen, tapi setelah membaca penjelasan ini akhirnya saya urungkan.
ReplyDeleteSubhanallooh.......
ini merupakan hidayah buat saya.