Sunday, 15 January 2017

Memajang Foto Tuangku Shaliah di Kedai, Bukanlah Perbuatan Syirik


Banyak pedagang yang memajang foto Tuangku Shaliah Keramat di kedainya, terutama para pedagang nasi atau pengusaha rumah makan yang berasal dari Pariaman. Beberapa tulisan atau beberapa komentar yang pernah penulis baca di internet, ada yang langsung menuduh bahwa perbuatan memajang foto Tuangku Shaliah tersebut adalah syirik. Benarkah tulisan atau komentar yang seperti itu? Benarkah memajang foto seorang ulama seperti Tuangku Shaliah itu hukumnya adalah syirik? Artikel ini akan membahas dan menjawab tuduhan sembrono dan keji yang biasanya datang dari orang-orang yang pemahaman agamanya telah terpengaruh oleh pemahaman kelompok-kelompok Wahabi-Takfiri.

Syirik adalah kezaliman yang amat besar. Syirik adalah dosa paling besar di antara dosa-dosa yang lainnya. Karena itu setiap orang harus berhati-hati terhadap dosa syirik.

Namun selain itu, setiap orang juga harus berhati-hati dalam menuduh orang lain telah berbuat syirik. Jangan gampang-gampang saja menuduh orang lain telah berbuat syirik atau musyrik, karena itu adalah tuduhan keji yang tidak main-main.

Menuduh orang berbuat syirik sama dengan menuduh orang telah kafir, karena perbuatan syirik adalah perbuatan kekafiran. Seseorang yang menuduh orang lain telah kafir, padahal dalam pandangan Allah ternyata orang yang dituduh itu tidaklah demikian, maka kalimat kafir tersebut akan kembali kepada si penuduhnya. Artinya, si penuduhnya itulah yang akan dianggap kafir oleh Allah swt. Karena itu jangan bermain-main dengan tuduhan syirik atau kafir ini.

Sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR Muslim]

Hal yang akan membuat seseorang menjadi sembrono atau salah dalam menuduh syirik atau musyrik kepada orang lain diantaranya adalah jika pemahamannya keliru tentang makna dan hakikat syirik ini. Kelompok wahabi adalah yang terdepan dalam kesembronoan dan kekeliruan ini. Akibat pemahaman mereka yang keliru tentang syirik, akhirnya banyak kaum muslimin yang mereka tuduh telah melakukan perbuatan syirik.

Orang yang berziarah kubur, mereka tuduh telah syirik. Padahal ziarah kubur itu ada dalil-dalilnya dan merupakan ajaran Rasulullah saw. Di antara dalilnya:

“Dulu aku larang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian”.(HR.Muslim)

Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka wajib baginya syafaatku.”
(HR. Daraquthni dan dikuatkan oleh al Hafidz Taqiyuddin al Subki)
[bisa dilihat pada Sunan al Daruquthni: Kitab al Haj: Bab al Mawaqit, (Beirut: Alam al Kutub), Juz.2, hal.278, lihat juga al Subki, Syifa’ al Saqam bi Ziarah Khairil Anam, Juz.2, hal.11]

Kelompok Wahabi juga menganggap musyrik dan kafir kepada orang-orang yang melakukan tawassul. Padahal tawassul itu diajarkan sendiri oleh Rasulullah saw. Di antara dalilnya:

Seorang laki-laki buta datang kepada Nabi saw dan mengadu kepadanya tentang matanya yang buta itu. Nabi berkata kepadanya: “Jika kamu mau, bersabarlah. Dan jika kamu mau, aku akan berdoa untukmu”
Laki-laki itu menjawab: “Kebutaanku terasa berat bagiku dan aku tidak memiliki orang yang menuntunku”.
Maka Nabi berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu dan berwudhulah. Kemudian shalatlah dua rakaat dan bacalah:

أَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِـنَـبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ نَبِـيِّ الرَّحْمَةِ يـَا مُحَمَّدُ إِنِّــيْ أَتَوَجَّهُ بِـكَ إلَى رَبِّيْ فِيْ حَـاجَتـِيْ لِتُقْضَى لِيْ

Maknanya: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan bertawajjuh (menghadap) kepada-Mu dengan (kemulyaan) nabi kami, Nabi Muhammad, nabi (pembawa) rahmat. Wahai Muhammad, aku bertawajjuh denganmu kepada Tuhanku dalam hajatku agar dikabulkan untukku.”

Kemudian laki-laki itu pergi dan melakukan apa yang dikatakan Nabi kepadanya. Utsman ibn Hunaif- perawi hadits ini- mengatakan: ”Demi Allah kami belum meninggalkan majlis dan tidak lama kemudian laki-laki itu masuk sudah sembuh dari butanya sekan-akan tidak pernah buta” (HR. At-Thabrani dan beliau mensahihkannya) [hadits ini bisa dilihat pada al Mu’jam al Kabir, (Dar Ihya’ al Turats al ‘Arabi), Juz. 9 hal.17 dan al Mu’jam al-Shaghir, (Beirut: Muassasah al Kutub al Tsaqafiyah), hal. 201]

Kelompok Wahabi pun menganggap syirik perbuatan ber-tabarruk (mengharap berkah dari Allah) dengan benda-benda orang saleh, padahal hal ini pun banyak dalilnya, dilakukan oleh para rasul dan para sahabat Nabi saw. Di antara dalil-dalinya:

Nabi Yusuf menganjurkan melalui saudaranya agar ayahnya (Nabi Ya’qub) ber-tabarruk dengan baju Nabi Yusuf as supaya penyakit buta ayahnya itu disembuhkan oleh Allah swt. Cara bertabarruknya adalah dengan mengusapkan baju Nabi Yusuf tersebut ke wajah sang ayah. Alquran menceritakan hal ini dalam surat Yusuf ayat 93:

“Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku” (QS. Yusuf: 93)

Nabi Ya’qub melaksanakan anjuran itu, dan matanya pun disembuhkan oleh Allah swt:

“Maka ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke wajahnya (Ya’qub), lalu dia dapat melihat kembali ...” 
(QS. Yusuf: 96)

Sebelum kita melangkah lebih lanjut mengemukakan dalil-dalil yang lainnya, kita tegaskan terlebih dulu bahwa di sinilah letak kesalahan orang-orang yang menganggap syirik perbuatan memajang foto Tuangku Shaliah Keramat.

Memajang foto Tuangku Shaliah Keramat, jika maksudnya adalah untuk memudahkan rezeki, sesungguhnya adalah bentuk dari perbuatan ber-tabarruk dengan benda-benda orang saleh. Hal ini dibenarkan dalam Islam asalkan tetap berkeyakinan bahwa yang memberi dan mendatangkan rezeki tersebut adalah Allah swt. Pemajangan foto itu hanyalah sebuah upaya saja. Dan inilah yang dinamakan dengan ber-tabarruk (mengharap berkah). Berkah dari siapa? Dari Allah swt. Bentuk berkahnya bisa berupa kelancaran rezeki, kesehatan, keselamatan, dan lain-lain.

Bertabarruk dengan benda-benda orang saleh ini dilakukan oleh para sahabat Nabi saw. Di kalangan para sahabat, tentu orang saleh yang terpandang adalah Nabi Muhammad saw itu sendiri. Maka mereka pun bertabarruk dengan benda-benda Nabi saw. Ada yang dengan air wudhu Nabi, rambut Nabi, pakaian Nabi, piring Nabi, dan lain-lain. Perhatikan Hadits-hadits berikut di bawah ini:

Urwah bin Mas’ud as-Tsaqofi datang kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh) di Hudaibiyah. Kala itu ia heran melihat perilaku para sahabat terhadap Nabi, ia mengatakan –menjelaskan apa yang dilihatnya-; “Tiada beliau (Nabi saw) melakukan wudhu kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada beliau meludah kecuali merekapun bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada salembar rambutpun yang rontok kecuali mereka memungutnya”. Dalam riwayat lain disebutkan; “Demi Allah, sewaktu Rasul mengeluarkan dahak dan dahak itu mengenai telapak tangan seseorang maka orang tadi akan mengusapkannya secara rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau mengambil air wudhu maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan (bekas air) wudhu beliau”. (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 66 dalam kitab al-Wudhu’ dan jilid 3 halaman 180 dalam kitab al-Washoya, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 5 halaman 423 dalam hadis panjang nomer-18431, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 9 halaman 219 bab al-Muhadanah ‘ala an-Nadhar Lilmuslimin, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 3 halaman 328, Kitab al-Maghozi karya al-Waqidi jilid 2 halaman 598 dan Kitab Tarikh al-Khamis jilid 2 halaman 19).

“Baluran mayat (Hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar rambut Rasulullah”. (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 7 halaman 25)

“Sewaktu Umar bin Abdul Aziz hendak meningal dunia, ia membawa rambut dan kuku Nabi seraya berkata: “Jika aku mati maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku” (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 5 halaman 406)

“Sewaktu Muawiyah akan wafat, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung, dan selendang juga sebagian rambut Nabi.” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 400, Kitab Tarikh Damsyiq jilid 59 halaman 229 dan Kitab as-Sirah al-halabiyah jilid 3 halaman 109)

“Salah seorang putera Fadhl bin ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada Abu Abdillah (yaitu; Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas beliau berkata: “Ini adalah bagian rambut Nabi”. Lantas Abu Abdillah mewasiatkan agar sewaktu beliau meninggal hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada kedua belah matanya, sedang satu sisanya diletakkan pada lidahnya”. (Lihat: Kitab Shifat as-Shofwah jilid 2 halaman 357).

Dari Shofiyah binti Buhrah, beliau berkata: “Pamanku Faras telah meminta kepada Nabi sebuah piring yang pernah dilihatnya dipakai makan oleh Nabi. Lantas beliau memberikannya kepadanya. Dia (Faras) berkata: “Dahulu, Umar jika datang kepada kami, ia akan mengatakan: “Keluarkan buatku piring Rasulullah”. Lantas kukeluarkan piring tersebut, kemudian ia memenuhinya dengan air Zamzam, dan meminum sebagian darinya, lantas selebihnya, ia percikkan ke wajahnya” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 202 dalam huruf Fa’ pada bagian pertama berkaitan dengan (tarjamah) Ibnu Faras nomer ke-6971, Kitab Usud al-Ghabah jilid 4 halaman 352 pada huruf Fa’, Faras ‘Amm (paman) Shofiyah nomer ke-4202, dan Kitab Kanzul Ummal jilid 14 halaman 264).


Benda-benda Nabi saw mengandung berkah adalah karena pemiliknya (Nabi saw) adalah orang yang saleh, kekasih Allah, pilihan Allah, orang yang bertaqwa kepada Allah swt. Tidak ada kemuliaan Nabi saw kecuali karena dipandang dari sisi ini, yaitu karena kemuliaan dan kedekatan-Nya di sisi Allah swt. Dia adalah manusia pilihan Allah swt. Dia adalah manusia yang paling dekat dan bertaqwa kepada Allah swt.

Lalu manusia saleh, bertaqwa, dekat kepada Allah, pilihan Allah, kekasih Allah, apakah hanya Nabi saw saja? Tidak. Ada manusia-manusia lain yang meskipun tentu saja tidak akan selevel jika dibandingkan dengan Nabi saw. Mereka adalah para ulama pewaris para Nabi, mereka adalah para pejuang agama Allah, mereka adalah orang-orang yang mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmu-ilmu agama yang benar yang telah dimilikinya baik zahir maupun batin.

Karena mereka juga saleh dan dekat dengan Allah swt, maka benda-benda yang berhubungan dengan mereka (seperti foto, pakaian, sabuk, cincin, dan lain-lain) pun akan mengandung berkah dari Allah swt. Di sinilah mengapa benda-benda yang berhubungan mereka itu layak untuk dipergunakan ber-tabarruk kepada Allah swt.

Tuangku Shaliah Keramat semasa hidupnya dikenal sebagai sosok ulama yang saleh. Hidupnya habis dalam pengabdian kepada Allah swt. Hanya orang-orang bodoh, busuk hati, atau yang berpemahaman agama keliru saja (seperti kelompok wahabi) yang akan membenci dan mencela-cela beliau. Karena itu, oleh para pengikutnya dan orang-orang yang meyakininya, Tuangku Shaliah akan selalu dikenang dan dihormati. Benda-benda yang berhubungan dengan beliau pun pasti akan dijaga dan dimuliakan (sebagaimana para sahabat Nabi telah memuliakan benda-benda Nabi saw).

Oleh sebab itu, jangan heran jika banyak orang yang memasang foto Tuangku Shaliah Keramat baik di rumah atau di kedai-kedai mereka. Tujuan mereka macam-macam. Ada yang sekedar sebagai ungkapan kekaguman dan kecintaan. Ada yang bertujuan untuk mengingatkan dan memotivasi diri agar menjadi orang saleh. Dan ada pula yang dengan tujuan ber-tabarruk (mengharap berkah) supaya Allah melancarkan usaha dan rezeki mereka.

Semua tujuan-tujuan itu menurut hemat penulis adalah tidak salah karena ada dalil-dalilnya di dalam ajaran Islam. Yang salah justru adalah yang menyalah-nyalahkannya, yang menuduh-nuduh syirik dan kafir secara sembrono kepada orang lain.

Namun meski demikian, akan lebih baik tentunya, jika orang-orang yang memajang foto Tuangku Shaliah itu juga berusaha beramal saleh sebagaimana Tuangku Shaliah di masa hidupnya (banyak berzikir, selalu berusaha untuk salat berjama’ah, menghindarkan diri dari memakan yang haram, suka membantu orang-orang yang susah, dan lain-lain sebagainya). Akan terasa ganjil jika mereka suka memajang foto Tuangku Shaliah, tapi di dalam hidup kesehariannya mereka tidak melaksanakan ajaran-ajaran agama (seperti tidak salat, suka berjudi, atau lain sebagainya). Semoga tulisan ini bermanfaat. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. [Buya Amin/Media muslim]

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...