Banyak
pedagang yang memajang foto Tuangku Shaliah Keramat di kedainya, terutama para
pedagang nasi atau pengusaha rumah makan yang berasal dari Pariaman. Beberapa
tulisan atau beberapa komentar yang pernah penulis baca di internet, ada yang
langsung menuduh bahwa perbuatan memajang foto Tuangku Shaliah tersebut adalah
syirik. Benarkah tulisan atau komentar yang seperti itu? Benarkah memajang foto
seorang ulama seperti Tuangku Shaliah itu hukumnya adalah syirik? Artikel ini
akan membahas dan menjawab tuduhan sembrono dan keji yang biasanya datang dari
orang-orang yang pemahaman agamanya telah terpengaruh oleh pemahaman kelompok-kelompok
Wahabi-Takfiri.
Syirik
adalah kezaliman yang amat besar. Syirik adalah dosa paling besar di antara
dosa-dosa yang lainnya. Karena itu setiap orang harus berhati-hati terhadap
dosa syirik.
Namun
selain itu, setiap orang juga harus berhati-hati dalam menuduh orang lain telah
berbuat syirik. Jangan gampang-gampang saja menuduh orang lain telah berbuat
syirik atau musyrik, karena itu adalah tuduhan keji yang tidak main-main.
Menuduh
orang berbuat syirik sama dengan menuduh orang telah kafir, karena perbuatan
syirik adalah perbuatan kekafiran. Seseorang yang menuduh orang lain telah
kafir, padahal dalam pandangan Allah ternyata orang yang dituduh itu tidaklah
demikian, maka kalimat kafir tersebut akan kembali kepada si penuduhnya.
Artinya, si penuduhnya itulah yang akan dianggap kafir oleh Allah swt. Karena
itu jangan bermain-main dengan tuduhan syirik atau kafir ini.
Sabda
Rasulullah saw: “Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau
mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya,
melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR
Muslim]
Hal yang akan membuat seseorang menjadi sembrono atau salah
dalam menuduh syirik atau musyrik kepada orang lain diantaranya adalah jika pemahamannya
keliru tentang makna dan hakikat syirik ini. Kelompok wahabi adalah yang
terdepan dalam kesembronoan dan kekeliruan ini. Akibat pemahaman mereka yang
keliru tentang syirik, akhirnya banyak kaum muslimin yang mereka tuduh telah
melakukan perbuatan syirik.
Orang yang berziarah kubur, mereka tuduh telah syirik.
Padahal ziarah kubur itu ada dalil-dalilnya dan merupakan ajaran Rasulullah
saw. Di antara dalilnya:
“Dulu aku larang kalian berziarah kubur,
maka sekarang berziarahlah kalian”.(HR.Muslim)
Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka wajib baginya
syafaatku.”
(HR. Daraquthni dan dikuatkan oleh al Hafidz Taqiyuddin al Subki)
[bisa dilihat pada
Sunan al Daruquthni: Kitab al Haj: Bab al Mawaqit, (Beirut: Alam al Kutub), Juz.2, hal.278,
lihat juga al Subki, Syifa’
al Saqam bi Ziarah Khairil Anam,
Juz.2, hal.11]
Kelompok Wahabi juga menganggap musyrik dan kafir
kepada orang-orang yang melakukan tawassul. Padahal tawassul itu
diajarkan sendiri oleh Rasulullah saw. Di antara dalilnya:
Seorang
laki-laki buta datang kepada Nabi saw dan mengadu kepadanya tentang matanya
yang buta itu. Nabi berkata kepadanya: “Jika kamu mau, bersabarlah. Dan jika
kamu mau, aku akan berdoa untukmu”
Laki-laki
itu menjawab: “Kebutaanku terasa berat bagiku dan aku tidak memiliki orang yang
menuntunku”.
Maka Nabi
berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu dan berwudhulah. Kemudian
shalatlah dua rakaat dan bacalah:
أَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ
وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِـنَـبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ نَبِـيِّ الرَّحْمَةِ يـَا مُحَمَّدُ
إِنِّــيْ أَتَوَجَّهُ بِـكَ إلَى رَبِّيْ فِيْ حَـاجَتـِيْ لِتُقْضَى لِيْ
Maknanya: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu dan bertawajjuh (menghadap) kepada-Mu dengan (kemulyaan) nabi kami, Nabi
Muhammad, nabi (pembawa) rahmat. Wahai Muhammad, aku bertawajjuh denganmu
kepada Tuhanku dalam hajatku agar dikabulkan untukku.”
Kemudian
laki-laki itu pergi dan melakukan apa yang dikatakan Nabi kepadanya. Utsman ibn
Hunaif- perawi hadits ini- mengatakan: ”Demi Allah kami belum meninggalkan
majlis dan tidak lama kemudian laki-laki itu masuk sudah sembuh dari butanya
sekan-akan tidak pernah buta” (HR. At-Thabrani dan beliau mensahihkannya) [hadits ini bisa dilihat pada al
Mu’jam al Kabir, (Dar Ihya’
al Turats al ‘Arabi), Juz. 9 hal.17 dan al
Mu’jam al-Shaghir, (Beirut:
Muassasah al Kutub al Tsaqafiyah), hal. 201]
Kelompok Wahabi pun menganggap syirik perbuatan ber-tabarruk
(mengharap berkah dari Allah) dengan benda-benda orang saleh, padahal hal ini
pun banyak dalilnya, dilakukan oleh para rasul dan para sahabat Nabi saw. Di
antara dalil-dalinya:
Nabi Yusuf
menganjurkan melalui saudaranya agar ayahnya (Nabi Ya’qub) ber-tabarruk dengan baju
Nabi Yusuf as supaya penyakit buta ayahnya itu disembuhkan oleh Allah swt. Cara
bertabarruknya adalah dengan mengusapkan baju Nabi Yusuf tersebut ke wajah sang
ayah. Alquran menceritakan hal ini dalam surat Yusuf ayat 93:
“Pergilah
kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan
melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku” (QS. Yusuf: 93)
Nabi Ya’qub
melaksanakan anjuran itu, dan matanya pun disembuhkan oleh Allah swt:
“Maka
ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke
wajahnya (Ya’qub), lalu dia dapat melihat kembali ...”
(QS. Yusuf: 96)
Sebelum kita melangkah lebih lanjut mengemukakan dalil-dalil yang
lainnya, kita tegaskan terlebih dulu bahwa di sinilah letak kesalahan
orang-orang yang menganggap syirik perbuatan memajang foto Tuangku Shaliah
Keramat.
Memajang foto Tuangku Shaliah Keramat, jika maksudnya adalah
untuk memudahkan rezeki, sesungguhnya adalah bentuk dari perbuatan ber-tabarruk
dengan benda-benda orang saleh. Hal ini dibenarkan dalam Islam asalkan tetap
berkeyakinan bahwa yang memberi dan mendatangkan rezeki tersebut adalah Allah
swt. Pemajangan foto itu hanyalah sebuah upaya saja. Dan inilah yang dinamakan dengan
ber-tabarruk (mengharap berkah). Berkah dari siapa? Dari Allah swt. Bentuk
berkahnya bisa berupa kelancaran rezeki, kesehatan, keselamatan, dan lain-lain.
Bertabarruk dengan benda-benda orang saleh ini dilakukan oleh
para sahabat Nabi saw. Di kalangan para sahabat, tentu orang saleh yang
terpandang adalah Nabi Muhammad saw itu sendiri. Maka mereka pun bertabarruk
dengan benda-benda Nabi saw. Ada yang dengan air wudhu Nabi, rambut Nabi,
pakaian Nabi, piring Nabi, dan lain-lain. Perhatikan Hadits-hadits berikut di
bawah ini:
Urwah
bin Mas’ud as-Tsaqofi datang kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh)
di Hudaibiyah. Kala itu ia heran melihat perilaku para sahabat terhadap Nabi,
ia mengatakan –menjelaskan apa yang dilihatnya-; “Tiada beliau (Nabi saw)
melakukan wudhu kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah).
Tiada beliau meludah kecuali merekapun bersegera (untuk mengambil berkah).
Tiada salembar rambutpun yang rontok kecuali mereka memungutnya”. Dalam riwayat
lain disebutkan; “Demi Allah, sewaktu Rasul mengeluarkan dahak dan dahak itu
mengenai telapak tangan seseorang maka orang tadi akan mengusapkannya secara
rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu
niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau mengambil air
wudhu maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan
(bekas air) wudhu beliau”.
(Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 66 dalam kitab al-Wudhu’ dan
jilid 3 halaman 180 dalam kitab al-Washoya, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
jilid 5 halaman 423 dalam hadis panjang nomer-18431, Kitab as-Sunan al-Kubra
karya al-Baihaqi jilid 9 halaman 219 bab al-Muhadanah ‘ala an-Nadhar
Lilmuslimin, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 3 halaman 328, Kitab al-Maghozi
karya al-Waqidi jilid 2 halaman 598 dan Kitab Tarikh al-Khamis jilid 2 halaman
19).
“Baluran
mayat (Hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar
rambut Rasulullah”.
(Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 7 halaman 25)
“Sewaktu
Umar bin Abdul Aziz hendak meningal dunia, ia membawa rambut dan kuku Nabi
seraya berkata: “Jika aku mati maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku”
(Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 5 halaman 406)
“Sewaktu
Muawiyah akan wafat, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung, dan
selendang juga sebagian rambut Nabi.” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3
halaman 400, Kitab Tarikh Damsyiq jilid 59 halaman 229 dan Kitab as-Sirah
al-halabiyah jilid 3 halaman 109)
“Salah
seorang putera Fadhl bin ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada
Abu Abdillah (yaitu; Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas beliau
berkata: “Ini adalah bagian rambut Nabi”. Lantas Abu Abdillah mewasiatkan agar
sewaktu beliau meninggal hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada kedua
belah matanya, sedang satu sisanya diletakkan pada lidahnya”. (Lihat: Kitab Shifat as-Shofwah jilid 2
halaman 357).
Dari
Shofiyah binti Buhrah, beliau berkata: “Pamanku Faras telah meminta kepada Nabi
sebuah piring yang pernah dilihatnya dipakai makan oleh Nabi. Lantas beliau
memberikannya kepadanya. Dia (Faras) berkata: “Dahulu, Umar jika datang kepada
kami, ia akan mengatakan: “Keluarkan buatku piring Rasulullah”. Lantas
kukeluarkan piring tersebut, kemudian ia memenuhinya dengan air Zamzam, dan
meminum sebagian darinya, lantas selebihnya, ia percikkan ke wajahnya”
(Lihat:
Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 202 dalam huruf Fa’ pada bagian pertama
berkaitan dengan (tarjamah) Ibnu Faras nomer ke-6971, Kitab Usud al-Ghabah
jilid 4 halaman 352 pada huruf Fa’, Faras ‘Amm (paman) Shofiyah nomer ke-4202,
dan Kitab Kanzul Ummal jilid 14 halaman 264).
Benda-benda
Nabi saw mengandung berkah adalah karena pemiliknya (Nabi saw) adalah orang yang
saleh, kekasih Allah, pilihan Allah, orang yang bertaqwa kepada Allah swt.
Tidak ada kemuliaan Nabi saw kecuali karena dipandang dari sisi ini, yaitu
karena kemuliaan dan kedekatan-Nya di sisi Allah swt. Dia adalah manusia
pilihan Allah swt. Dia adalah manusia yang paling dekat dan bertaqwa kepada
Allah swt.
Lalu manusia
saleh, bertaqwa, dekat kepada Allah, pilihan Allah, kekasih Allah, apakah hanya
Nabi saw saja? Tidak. Ada manusia-manusia lain yang meskipun tentu saja tidak akan
selevel jika dibandingkan dengan Nabi saw. Mereka adalah para ulama pewaris
para Nabi, mereka adalah para pejuang agama Allah, mereka adalah orang-orang
yang mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmu-ilmu agama yang benar yang telah
dimilikinya baik zahir maupun batin.
Karena
mereka juga saleh dan dekat dengan Allah swt, maka benda-benda yang berhubungan
dengan mereka (seperti foto, pakaian, sabuk, cincin, dan lain-lain) pun akan
mengandung berkah dari Allah swt. Di sinilah mengapa benda-benda yang
berhubungan mereka itu layak untuk dipergunakan ber-tabarruk kepada Allah swt.
Tuangku
Shaliah Keramat semasa hidupnya dikenal sebagai sosok ulama yang saleh. Hidupnya
habis dalam pengabdian kepada Allah swt. Hanya orang-orang bodoh, busuk hati,
atau yang berpemahaman agama keliru saja (seperti kelompok wahabi) yang akan membenci
dan mencela-cela beliau. Karena itu, oleh para pengikutnya dan orang-orang yang
meyakininya, Tuangku Shaliah akan selalu dikenang dan dihormati. Benda-benda
yang berhubungan dengan beliau pun pasti akan dijaga dan dimuliakan
(sebagaimana para sahabat Nabi telah memuliakan benda-benda Nabi saw).
Oleh
sebab itu, jangan heran jika banyak orang yang memasang foto Tuangku Shaliah
Keramat baik di rumah atau di kedai-kedai mereka. Tujuan mereka macam-macam. Ada
yang sekedar sebagai ungkapan kekaguman dan kecintaan. Ada yang bertujuan untuk
mengingatkan dan memotivasi diri agar menjadi orang saleh. Dan ada pula yang
dengan tujuan ber-tabarruk (mengharap berkah) supaya Allah melancarkan usaha
dan rezeki mereka.
Semua
tujuan-tujuan itu menurut hemat penulis adalah tidak salah karena ada
dalil-dalilnya di dalam ajaran Islam. Yang salah justru adalah yang
menyalah-nyalahkannya, yang menuduh-nuduh syirik dan kafir secara sembrono kepada
orang lain.
Namun meski
demikian, akan lebih baik tentunya, jika orang-orang yang memajang foto Tuangku
Shaliah itu juga berusaha beramal saleh sebagaimana Tuangku Shaliah di masa
hidupnya (banyak berzikir, selalu berusaha untuk salat berjama’ah, menghindarkan
diri dari memakan yang haram, suka membantu orang-orang yang susah, dan
lain-lain sebagainya). Akan terasa ganjil jika mereka suka memajang foto
Tuangku Shaliah, tapi di dalam hidup kesehariannya mereka tidak melaksanakan
ajaran-ajaran agama (seperti tidak salat, suka berjudi, atau lain sebagainya). Semoga
tulisan ini bermanfaat. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. [Buya Amin/Media
muslim]
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...