Sunday, 5 February 2017

Tatakrama Undang-Mengundang




Nasrul sedang duduk membaca berita di laptopnya. Tiba-tiba istrinya datang dan berkata, “Bang, saya izin pergi ke rumah si Nunik ya. Difa mengajakku ke sana”

Nunik adalah saudari sepupu Nasrul, sedangkan Difa adalah adik kandung Nasrul.

“Lho, ngapain kamu ke sana? Memangnya Nunik mengadakan apa?” tanya Nasrul, heran.

“Nunik sudah dapat (beli) rumah di daerah Jawa Barat. Sekarang dia mau menghuni rumah itu. Jadi dia mengadakan selametan sekarang. Berdoa bersama. Mengundang tetangga dan karib-kerabat” jawab Ijah, istri Nasrul.

“Lalu, memangnya kita diundang?” tanya Nasrul lagi.

“Tidak sih. Dia cuma menelpon Mama (ibu Nasrul). Mungkin karena Nunik tidak tahu nomer HP kita kali ya ...” jawab istri Nasrul.

“Tapi dia tahu nomer HP Difa kan? Dia juga tahu nomer HP Mama kan? Dia juga punya akun facebook kan, dan berteman di facebook dengan kamu kan?” cecar Nasrul kepada istrinya.

“Artinya, tidak ada alasan bagi dia untuk tidak bisa mengundang,” lanjut Nasrul. “Kalau memang dia ingin kita datang, mestinya dia mengundang salah-satu dari kita. Mengundangnya kan tidak perlu repot. Kita juga tidak pernah mempersulit. Bisa lewat telpon, atau sms, atau whatsapp, atau lewat pesan di facebook. Kan banyak jalannya. Kenapa tak ada berbunyi sama sekali.”ucap Nasrul.

“Kalau tidak tahu nomer HP kita, dia kan bisa nanya ke Difa. Atau nanya ke Mama berapa nomer HP kita. Tidak ada alasan rasanya bagi dia untuk tidak bisa menghubungi kita. Kalau tidak mau lewat telpon, ya kan bisa lewat whatsapp aja atau facebook. Komunikasi sekarang sudah banyak alat dan jalannya kok.” Sambung Nasrul lagi.

“Ya ..., tapi kan dia sudah menelpon ibumu, Bang. Apa itu tidak cukup? Lagi pula, dia kan sepupumu...” jawab Ijah, si istri.

“Nah inilah yang mungkin tidak dipahami oleh generasi sekarang, apalagi yang baru-baru menikah. Kita ini kan sekarang sudah menikah, sudah berkeluarga, sudah berumah-tangga. Gak bisa lagi disamakan dengan dulu waktu kita masih bujang atau gadis. Kalau masih bujang atau gadis, mungkin ketika orang tua kita diundang, maka otomatis kita bisa pula datang ke sana. Kitanya tidak perlu diundang, tapi bisa dan dianggap pantas untuk datang.

Tapi kalau kita sudah berkeluarga, tidak bisa seperti itu lagi. Kalau dia mau kita datang dan memang menghargai kita, dia harus mengundang kita. Harus berbunyi.

Dan kita tidak mempersulit. Karena dia karib-kerabat kita, cukuplah mengundang itu lewat sms aja, misalnya. Tidak kita persulit. Atau lewat facebook. Tidak masalah. Yang penting ada bunyinya. Ada tanda dia mengingat dan menghargai kita. Begitulah semestinya terhadap orang yang sudah berumah-tangga. Kalau tidak ada undangan sama-sekali, ya menurutku sih, tidak usah datang. Untuk apa. Orang zaman sekarang ini harus diajar tatakrama. Kalau dibiar-biarkan saja, akhirnya segala sesuatunya jadi sembarangan saja. Asal jadi. Asal jalan. Tak ada sopan-santun. Tak ada etika.” Terang Nasrul panjang-lebar.

“Jadi, berarti, aku tidak boleh datang?” tanya sang istri.

“Ya ngapain. Biar menjadi pelajaran. Agar generasi sekarang ini tahu tatakrama, sopan santun. Kita kan tidak mempersulit. Bisa lewat sms aja kalau dia mau mengundang. Kenapa tidak berbunyi sama sekali?!” jawab Nasrul.

Senja berlalu. Istri Nasrul kembali meneruskan aktivitas rumahnya yang tadi akan ia tinggalkan.

Ya, memang. Banyak generasi sekarang yang sudah tidak tahu lagi tatakrama. Dan itu bisa jadi adalah juga karena kesalahan para pendahulunya yang malas mengajarkan atau menurunkan tatakrama yang baik itu kepada generasi penerusnya. Akhirnya generasi penerus ini menjadi belang-bentong. Tak tahu bagaimana yang semestinya.

Mari, jangan kita ulangi lagi kesalahan yang sama. Kita terapkan dan kita ajarkan tatakrama itu kepada generasi kita dan generasi di bawah kita.

Kadangkala, tatakrama bagi  pergaulan itu ibarat sebuah pentil bagi sebuah mobil. Ia kecil, sederhana, gampang, tetapi penting dan tak boleh diremehkan. Ini yang terkadang tidak disadari oleh banyak generasi zaman sekarang. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. [Media Muslim]

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...