Saya
tak mengurusi apa pun karena tak bisa melakukan apa pun. Saya juga tak banyak
tahu keadaan di luar sana, perkembangan Indonesia, perkembangan dunia dan
lain-lain karena tak sanggup mendengar atau menonton apa pun termasuk berita.
Saat itu diri saya sangat sensitif terhadap suara. Kepala saya sakit jika
mendengar sesuatu yang menurut standar saya berisik pada saat itu (padahal
menurut ukuran orang normal volume sedemikian itu belum berisik).
Sehingga
saya pun tak banyak tahu tentang siapa itu Jokowi. Wajah Jokowi saja, saya tak
tahu. Saya hanya mengenali suaranya saja saat itu dari kilasan-kilasan suara TV
yang kebetulan terdengar ketika ada sanak-famili yang menonton berita di ruang
keluarga. Yang saya tahu saat itu (dari kilasan suara TV atau dari obrolan orang-orang
di rumah) adalah bahwa Jokowi sedang dipuji-puji orang karena ia suka blusukan,
terkesan merakyat, low profile, dan lain sebagainya. Yang juga saya tahu adalah
bahwa Jokowi saat itu memiliki wakil (wagub) seorang non muslim. Ya, betul:
Ahok (saya juga hanya mengenali suara Ahok saja saat itu, tidak mengetahui
wajahnya).
Tapi
dengan pengetahuan yang terakhir itu saja (yaitu bahwa Jokowi memiliki wakil
yang non muslim), andaikan saya ikut pemilu/pilpres pada saat itu, atau
andaikan ada orang yang bertanya kepada saya tentang siapakah yang harus dipilih
pada pilpres 2014 saat itu, saya akan menjawab mantap: pilih Prabowo, kita tak
punya pilihan lain!
Orang
mungkin akan bertanya: Kenapa? Bukankah Jokowi itu hebat? Bukankah dia (konon)
telah berprestasi saat menjadi walikota Solo? Bukankah dia (terkesan) peduli
pada rakyat? Suka blusukan? Mau terjun/nyebur ke kali (sungai) dalam rangka
mengatasi banjir? Dan lain-lain, dan lain-lain?
Ya,
mungkin semua itu benar (wallohu a’lam). Tetapi kenapa saya bisa menjawab dengan
tegas dan pasti? Tidak panjang-panjang, karena satu hal saja, yaitu karena saya
tahu bahwa Allah telah memberikan petunjuk dan aturan yang jelas dalam hal ini.
Allah telah tegas melarang umat Islam untuk memilih orang kafir (non muslim) sebagai
awliya’ (awliya’ bisa berarti teman setia, pemimpin, pelindung,
dan banyak yang lainnya. Semua arti itu bisa diterima sehingga tidak boleh
hanya dipilih salah satunya saja. Dengan demikian, terlaranglah bagi umat Islam
untuk memilih orang kafir sebagai pemimpin).
Inilah
petunjuk yang benar yang tak patut untuk diragukan lagi. Jika Anda muslim, Anda
semestinya meyakini Alquran lebih di atas segalanya.
Bagi
saya, Jokowi saat itu pasti bukanlah orang yang punya kepedulian besar terhadap
ajaran Islam. Dia pasti bukanlah orang yang sangat mementingkan Alquran di
dalam langkah-langkah hidupnya. Karena terbukti, dia telah mengangkat orang
kafir sebagai teman-setia nya alias wakil gubernurnya saat itu. Kalau
dia seorang muslim yang benar, dia semestinya tidak akan mau untuk dipasangkan
dengan seorang wakil yang non muslim.
Pada
masa-masa Pilkada DKI 2012, di mana Jokowi-Ahok saat itu merupakan salah satu paslon
(pasangan calon)-nya, bukan tidak ada ulama yang memperingatkan agar jangan
memilih paslon yang ada non-muslim nya. Bahkan ada sebagian ustadz atau ulama
yang saya dengar membuat perumpamaan seperti ini: “Bagaimana kalau Anda
ditawari somay yang telah dicampur dengan daging babi, di mana kalau Anda makan
somay itu, Anda pasti akan memakan pula daging babinya, apakah Anda akan mau
memakan somay tersebut? Apakah halal bagi Anda untuk memilih/memakan somay yang
seperti itu?” Jawaban yang benar adalah: TIDAK! TIDAK HALAL! alias HARAM.
Atau
ada juga yang membuat perumpamaan bahwa paslon Jokowi-Ahok saat itu adalah ibarat
susu yang dicampur dengan arak (khamr). Susu itu halal, tetapi karena
telah dicampur dengan arak, di mana kalau Anda meminum susu itu Anda otomatis
akan meminum pula araknya, maka memilih susu tersebut pun menjadi haram
hukumnya.
Dengan
kata lain, memilih Jokowi saat itu hukumnya haram karena dengan memilih Jokowi,
otomatis Ahok yang non muslim itu harus terpilih pula sebagai wakilnya,
sedangkan wakil itu memiliki wewenang kepemimpinan yang cukup besar pula terhadap
rakyatnya. Bahkan wakil itu bisa menggantikan posisi ketua (gubernur) sewaktu-waktu.
Tapi
malang, dengan alasan ini dan itu, begini dan begitu, omongan ulama yang
mengharamkan saat itu tidak didengarkan oleh cukup banyak kaum muslimin. Mereka
tergiur dengan kualitas Pak Jokowi yang konon/katanya amat bagus. Akhirnya
Jokowi-Ahok pun terpilih.
Siapa
yang paling bertanggung-jawab sebenarnya atas terpilihnya Jokowi-Ahok? Siapa sebenarnya
yang punya andil amat besar atas terpilihnya kedua orang itu? Siapa lagi kalau
bukan umat Islam, karena mereka adalah suara mayoritas di negeri ini, termasuk
di DKI. Kalau suara mereka tidak mereka serahkan ke Jokowi- Ahok dan mereka
serahkan ke Paslon yang lain, pasti Jokowi-Ahok tidak akan terpilih saat itu.
Ini sebuah logika yang pasti (kecuali jika ada kecurangan-kecurangan di dalam
pemilu, semoga saja tidak).
Di
pertengahan masa tugas Jokowi, masa pilpres pun datang. Jokowi dipinang untuk
mencalonkan diri sebagai presiden disandingkan dengan Pak JK (Jusuf Kalla). Lagi-lagi
semestinya umat Islam bertanya, Apa hukum memilih Jokowi saat itu jika dipandang
dari kaca mata Islam?
Kalau
hanya dipandang dari segi bahwa Pak Jokowi dan Pak JK itu dua-duanya secara
zahir adalah muslim, mungkin kita dapat mengatakan bahwa memilih pasangan
Jokowi-JK saat itu adalah halal. Tetapi, kalau umat Islam memiliki rasa
persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah) yang tinggi saat itu, mereka semestinya
juga tidak memilih Jokowi. Mereka semestinya memilih Prabowo yang juga halal
untuk dipilih saat itu.
Kenapa?
Karena kalau Jokowi terpilih sebagai presiden saat itu, bukankah otomatis Ahok
akan menjadi gubernur di Jakarta?! Artinya, memilih Jokowi sebagai presiden saat
itu sama artinya dengan memilih Ahok sebagai gubernur di Jakarta, karena itu
adalah hal yang otomatis terjadi.
Maka
dari sisi ini, kalau persaudaraan Islam itu tinggi, kalau umat Islam itu sangat
peduli terhadap nasib saudara-saudara mereka sesama muslim di wilayah lain, mereka
pasti akan menghindarkan diri dari memililih Jokowi. Karena memilih Jokowi saat
itu, sama dengan menaikkan seorang gubernur yang kafir untuk memimpin
saudara-saudara mereka sesama muslim di sebuah wilayah yang bernama Jakarta. Inilah
kesalahan umat Islam yang telah terjadi. Inilah kesalahan yang mungkin tidak
disadari oleh banyak kaum muslimin saat mereka dulu memilih Jokowi.
Sekarang
nasi telah menjadi bubur. Pemilihan Jokowi telah terjadi. Jokowi telah menjadi
presiden dan Ahok pun telah menjadi gubernur. Dan Anda telah melihat sendiri
sekarang apa yang telah terjadi pada Indonesia dan Jakarta.
Apakah
betul Jokowi itu peduli terhadap rakyat kecil seperti yang dicitrakan
sebelum pilpres? Apakah betul Jokowi itu merasakan sakit nya penggusuran
seperti yang pernah dia bilang sebelum terpilih? (lihat film “Jakarta Unfair”
produksi Watchdoc). Apakah keadilan sosial dan supremasi hukum saat ini tegak
di bumi Indonesia? Apakah isu-isu PKI yang terkait dengan diri beliau hanyalah
isapan jempol belaka? Jika Anda cerdas, Anda bisa menilainya sendiri.
Lalu
Ahok, benarkah dia tidak berbahaya bagi umat Islam? Benarkah
kebijakan-kebijakannya tidak ada yang menentang Alquran atau Pancasila?
Benarkah dia seorang pemimpin yang baik di tengah mayoritas muslim yang
dipimpinnya? Kalau Anda tidak bisa menjawab ini, saya akan bantu dengan
memberikan beberapa contoh berikut:
1.
Ahok bersikeras menentang peraturan menteri perdagangan yang melarang
penjualan minuman keras.
2.
Ahok usul legalkan
prostitusi.
3.
Ahok usul buat apartemen
khusus pelacuran
4.
Ahok usul pelacur diberi
sertifikat (sertifikasi PSK)
5.
Ahok usul hapus cuti
bersama di saat lebaran
6.
Ahok persoalkan
kewajiban berbusana muslim di sekolah bagi siswa/i muslim pada hari Jum’at
7.
Ahok banyak lakukan
penggusuran pemukiman warga hingga juga merobohkan rumah ibadah kaum muslimin.
8.
Ahok merobohkan masjid
bersejarah Taman Ismail Marzuki
9.
Ahok usul penghapusan
SKB 2 Menteri tentang pembangunan rumah ibadah, padahal SKB 2 Menteri tersebut
merupakan alat pencegah terjadinya konflik horizontal akibat pembangunan rumah
ibadah yang ilegal.
Itulah
beberapa hal yang telah dilakukan Ahok, seorang kafir yang telah memimpin di
wilayah yang mayoritas penduduknya muslim. Kalau ingin data lebih banyak,
silakan Anda cari sendiri di internet atau di media-media lainnya.
Pertanyaannya
sekarang, masihkah umat Islam tidak mau percaya kepada aturan Allah dan
Rasul-Nya yang telah melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin? Masihkah
mereka lebih berpihak kepada dugaan /pertimbangan akal dan nafsu mereka sendiri
ketimbang kepada aturan Allah dan Rasul-Nya? Masihkah umat Islam belum
ber-kesadaran tinggi untuk hanya memilih calon-calon yang muslim saja? Dan Masihkah
cara pandang umat Islam hanya bersifat regional, alias tidak memperdulikan nasib
yang akan menimpa saudara-saudara mereka di wilayah lain atas pilihan yang akan
mereka ambil?
Sekarang,
tidak lama lagi, akan terjadi pemilihan gubernur di Jakarta (15 Februari 2017
mendatang). Masihkah umat Islam akan tidak peduli dengan larangan Allah di Alquran?
Masihkah umat Islam akan enak saja hatinya memilih paslon yang di dalamnya
terdapat orang non muslim alias kafir?
Kalau
masih seperti itu, kita mungkin masih harus malu untuk memohon berkah dari
Allah swt untuk negeri dan bangsa ini, karena ternyata para umat-Nya di
tanah-air ini masih banyak yang tidak mengacuhkan perintah dan larangan-Nya di
Alquran.
Ingatlah,
Allah menjanjikan berkah-Nya hanya untuk kaum yang mau percaya dan patuh/bertaqwa
kepada-Nya (lihat Quran surat al-A’raf ayat 96). Jika kaum itu sendiri tidak
mau percaya dan patuh, maka jangan salahkan jika Allah tidak memberikan
berkah-Nya dan tidak melindungi mereka dari bencana-bencana yang akan terjadi. Wallohu
a’lam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. [Media Muslim].
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...