Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya
dan
Tidak Pula Mewajibkan Umatnya untuk Miskin
(Bagian ke-3—selesai)
Islam Tidak Mewajibkan Umatnya untuk Miskin
Meskipun Islam tidak mengharuskan umatnya
untuk kaya, namun bukan berarti pula bahwa Islam mewajibkan umatnya untuk miskin.
Islam membolehkan umatnya untuk kaya, asalkan kekayaan itu dicari dengan jalan
dan cara yang halal serta digunakan pula untuk hanya melakukan berbagai
kewajiban dan kebajikan.
Allah tidak pernah mengharamkan
umatnya untuk mendapatkan kekayaan. Dia hanya mengingatkan agar jangan terlena
dengan kekayaan itu. Dia hanya mengingatkan dan mengatur manusia agar jangan
terjerumus dosa dalam mencari dan menggunakan kekayaan tersebut. Dalam Alquran
Allah swt berfirman:
Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya
dan rezeki yang baik-baik?” Katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari
kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang
mengetahui. (Q.S. Al-A’raf: 32)
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya
mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi,
perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan)
kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan
untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak
kamu ketahui.” (Q.S. Al-A’raf: 33)
Rasulullah saw bersabda, “Tidak
diperbolehkan hasud (iri hati), kecuali dalam dua hal, yaitu: (1) seseorang
yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian dibelanjakan dalam kebenaran, dan (2)
seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian diamalkan dan diajarkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kenapa Islam Tidak Mewajibkan Umatnya untuk Miskin?
Ya, kenapa Islam tidak mewajibkan
umatnya untuk miskin padahal jelas-jelas dalam hadits sahih dikatakan bahwa
penduduk surga itu kebanyakan adalah orang-orang miskin?
“Aku menengok ke surga dan aku melihat
penghuninya kebanyakan orang-orang miskin”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain dikatakan bahwa
Rasulullah saw tidak mengkhawatirkan kemiskinan terhadap umatnya. Yang beliau
khawatirkan justru adalah jika kekayaan dunia ini dihamparkan kepada umatnya
tersebut.
“Demi Allah, tidaklah kemiskinan yang
aku khawatirkan terhadap kalian. Tetapi aku khawatir jika kekayaan dunia ini
dihamparkan atas kalian sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang
sebelum kalian. Lalu kalian akan berlomba-lomba pada kekayaan itu sebagaimana
mereka telah berlomba-lomba. Dan kemudian harta kekayaan itu akan membinasakan
kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Jawaban dari pertanyaan di atas, di
antaranya adalah (dan Allahlah tentunya yang lebih mengetahui):
1. Karena harta kekayaan itu sebenarnya adalah sesuatu yang baik.
Dalam
surat Albaqarah ayat 201 disebutkan sebuah doa yang sangat masyhur di kalangan
kaum muslimin, sering disebut sebagai doa sapu jagad, yaitu:
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”
Dalam
tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa kebaikan di dunia itu mencakup
segala kebaikan yang bersifat duniawi, berupa kesehatan, rumah yang luas, istri
yang cantik, rezeki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kendaraan
yang nyaman, pujian, dan lain sebagainya.
Jadi,
harta kekayaan sebenarnya tergolong sesuatu yang baik di dunia ini apabila si
pemiliknya pandai menghindari dosa ketika mencari harta itu dan ketika
menggunakannya. Namun sayang seribu kali sayang, yang pandai seperti itu
ternyata amat sedikit. Kebanyakan manusia justru terjerumus ke dalam dosa, baik
ketika mencari harta ataupun ketika menggunakannya. Oleh sebab itu, Islam tidak
menyuruh atau mendorong-dorong umatnya untuk mencari kekayaan. Islam tidak
menginginkan umatnya menanggung derita yang amat pedih dan abadi di akhirat
hanya karena kesenangan yang tidak begitu lama di dunia ini.
2. Karena tidak semua orang sanggup dengan derita kemiskinan.
Kemiskinan
pada dasarnya tidak disukai oleh nafsu manusia. Kenapa? Karena nafsu manusia
itu cendrung kepada kesenangan, kecukupan, kemewahan, kelapangan, kemudahan,
keindahan, kebebasan, dan lain sebagainya. Sementara, kemiskinan itu akan membuat
manusia jauh dari hal-hal tersebut. Orang miskin akan sulit untuk
bersenang-senang. Orang miskin, hidupnya harus dijalani dengan kepayahan karena
tidak mampu membeli alat-alat teknologi yang dapat memudahkan pekerjaan dalam
hidupnya. Orang miskin harus siap untuk berkemungkinan tidak kenyang ketika
makan. Orang miskin harus siap tidur di kasur yang keras yang hanya diisi
dengan sabut. Orang miskin sulit untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan
atau cita-cita dalam hidupnya. Ingin ini tak bisa, ingin itu tak mampu. Terlebih
lagi, orang banyak juga cendrung meremehkan atau memandang mereka dengan
sebelah mata. Semua itu, biasanya adalah hal yang berat ditanggung oleh jiwa
manusia. Hanya orang-orang yang sudah terbiasa atau berhasil mendidik nafsu dan
jiwanya saja yang akan bisa tenang dalam menghadapi dan menjalani kemiskinan.
Bagi sebagian orang, kemiskinan bahkan akan bisa menjerumuskan dia kepada
kekufuran. Itulah sebabnya kenapa Islam tidak mewajibkan umatnya untuk miskin.
Namun
semua hal yang tidak menyenangkan akibat kemiskinan itu, bukankah hanya akan
diderita selama hidup di dunia ini saja? Pada kenyataannya, manusia kebanyakan
menjadi lebih dekat dan ingat kepada Tuhan justru ketika ia sedang ditimpa
suatu kekurangan atau kemiskinan. Hal itu akan menyebakan mereka menjadi lebih
mudah untuk masuk surga. Hal inilah yang
menyebabkan kenapa justru lebih banyak orang-orang miskin di surga kelak.
Lebih
jelasnya, karena kesengsaraan yang mereka derita, jiwa orang miskin menjadi
cendrung untuk merintih. Merintih kepada siapa? Tidak mungkin setiap saat akan
selalu ada orang yang peduli kepadanya. Manusia banyak yang tidak tahu. Manusia
banyak yang masa bodo. Akhirnya tak ada lain, kecuali merintih kepada Tuhan. Hal
ini menyebabkan mereka sering ingat dan
berharap kepada Tuhan. Hal ini menyebabkan mereka menjadi lebih mudah untuk
berzikir. Hal ini menyebabkan mereka lebih harap kepada surga dibandingkan
dengan orang-orang kaya. Orang miskin lebih berani untuk mati dibandingkan
dengan orang-orang kaya, sehingga mereka lebih gampang untuk menerima seruan
jihad fi sabilillah. Orang kaya, mungkin akan berpikir ribuan kali untuk
menerima seruan jihad karena mereka telah terjebak pada kesenangan nafsu dunia.
Itulah kiranya mengapa akan lebih banyak orang miskin di surga nanti.
Untuk
suatu gambaran bukti saja, silakan Anda bandingkan antara pemukiman yang banyak
diisi oleh orang-orang muslim yang kaya dengan pemukiman yang banyak diisi oleh
orang-orang muslim yang miskin. Manakah tempat yang masjid atau musalanya lebih
ramai setiap harinya atau setiap kali diadakan pengajian padanya? Biasanya
lebih ramai di pemukiman yang miskin. Di pemukiman orang-orang kaya, biasanya
hanya sesekali saja masjid atau musala itu penuh. Kalau ada pemukiman orang kaya
yang masjidnya relatif penuh setiap hari, itu adalah sebuah keluarbiasaan.
“Kemiskinan akan mendatangkan kekufuran” ternyata hanya terjadi pada
orang-orang tertentu saja. Sebagian ulama ada yang menerangkan bahwa hadits
Nabi saw yang menyatakan “hampir-hampir kemiskinan itu berubah menjadi
kekafiran” maksudnya adalah kemiskinan jiwa. Sebab para sahabat Nabi saw
telah membuktikan. Mereka banyak yang miskin harta, namun tak satu pun di
antara mereka yang berubah menjadi kafir. Justru mereka adalah orang-orang
mukmin pilihan dan ikutan. Mereka giat beribadah, beramal, dan berjuang
menegakkan Islam dalam hidup dan kehidupannya.
Karena
kemiskinan justru membuat manusia cendrung ingat dan beribadah kepada Tuhan,
maka Islam pun tidak melarang umatnya untuk miskin, bahkan terkesan cendrung
mengarahkannya, yaitu melalui praktek yang telah diterapkan oleh Rasulullah saw
dan kebanyakan para sahabat beliau semasa hidupnya. Gambaran tentang bagaimana
kehidupan Rasulullah saw yang miskin, insya Allah akan dibahas dalam sebuah
artikel khusus di blog ini.
Demikianlah artikel yang berseri ini.
Kesimpulannya, Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya dan tidak pula
mewajibkan umatnya untuk miskin. Namun jika ditimbang-timbang, dilihat dari
kenyataan hidup, dilihat dari kabar-kabar yang ada dalam hadits Nabi saw,
dilihat dari praktek kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi saw dan kebanyakan para
sahabatnya, sepertinya Islam justru amat mewanti-wanti umatnya agar jangan
silau dan terlalu berambisi dengan kekayaan, karena justru lebih banyak manusia
yang terjerumus dalam dosa dan kelalaian ketika diuji dengan kekayaan
dibandingkan dengan ketika diuji dengan kekurangan atau kemiskinan. Manusia
banyak yang lalai dan jauh dari Tuhan ketika diuji dengan kekayaan. Wallahu a’lam.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. (Buya Amin. Jkt, 9 Okt 2016)
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...