Jadi meskipun
suatu hal itu merupakan perbuatan Nabi saw, tetapi belum tentu hukumnya menjadi
wajib. Ia bisa saja menjadi sunnah, mubah, makruh atau malah bisa juga menjadi
haram.
Ukuran besarnya
mahar adalah diserahkan kepada kemampuan masing-masing orang. Yang mampu
memberikan banyak, silakan memberi banyak dengan tanpa berlebihan dan
kesombongan. Sedangkan yang mampu sedikit, tidak apa-apa memberikan sedikit.
Bahkan,
ketahuilah, sesungguhnya
hal yang amat dicari dalam pernikahan
adalah keberkahannya. Sedangkan sakinah, mawaddah, wa rahmah, itu adalah hal yang pasti terjadi pada setiap pasangan yang menikah (hanya masalahnya mereka mampu mempertahankannya atau tidak) sebab Allah menyebutkan sakinah, mawaddah, wa rahmah itu (di surat Ar-Rum ayat 21) dalam konteks sebagai bukti kebesaran-Nya yang ada pada pernikahan.
adalah keberkahannya. Sedangkan sakinah, mawaddah, wa rahmah, itu adalah hal yang pasti terjadi pada setiap pasangan yang menikah (hanya masalahnya mereka mampu mempertahankannya atau tidak) sebab Allah menyebutkan sakinah, mawaddah, wa rahmah itu (di surat Ar-Rum ayat 21) dalam konteks sebagai bukti kebesaran-Nya yang ada pada pernikahan.
Lihatlah lafaz doa pernikahan. Apakah yang
didoakan itu adalah sakinah, mawaddah, wa rahmah? Tidak. Yang didoakan adalah
keberkahannya:
باَرَكَ اللهُ
لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ
“Semoga Allah
memberi berkah padamu, semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan
kalian berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan yang lainnya)
Lihat juga hadits-hadits berikut ini. Yang digembar-gemborkan
Nabi saw tentang pernikahan adalah keberkahannya:
“Sesungguhnya pernikahan yang paling besar barakahnya
ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya di antara tanda keberkahan istri adalah mudah meminangnya
dan mudah/ringan maharnya serta mudah rahimnya” (HR. Ahmad; hasan)
Lalu jika keberkahan itu ternyata terdapat
pada mudahnya mahar, lantas mengapa kita harus memperberat atau mempersulitnya?
Ingatlah bahwa
Rasulullah saw telah membolehkan mahar dengan hanya cincin dari besi.
Rasulullah juga membolehkan mahar dengan mengajarkan Alquran:
“Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu
untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat
Al-Qur’an yang dihafalnya. (HR. Bukhari & Muslim)
Rasulullah
telah menikahkan puterinya Fatimah denga Ali bin Abi Thalib dengan mahar sebuah
baju besi. Ingat pula, bahwa Rasululullah pernah menikahkan sahabatnya dengan mahar
hafalan Alquran:
“... Lalu seorang pria berdiri dan
mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya?’ Beliau bertanya,
‘Apakah engkau mempunyai sesuatu?’ Ia menjawab: ‘Tidak.’ Beliau bersabda:
‘Pergilah, lalu carilah walaupun cincin yang terbuat dari besi!’
Ia pun pergi dan mencari, kemudian datang
seraya mengatakan: ‘Aku tidak mendapatkan sesuatu, dan tidak pula mendapatkan
cincin dari besi.’ Beliau bertanya: ‘Apakah engkau hafal suatu surat dari
al-Qur-an?’ Ia menjawab: ‘Aku hafal ini dan itu.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah,
karena aku telah menikahkanmu dengannya, dengan mahar surat Alquran yang engkau
hafal.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, saya mengingatkan kepada semua kaum muslimin, janganlah mengada-ada dalam hal agama, karena dosanya amat berat. Dan jangan pula berlebih-lebihan dalam segala sesuatu, karena Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.
Selengkapnya lihat di:
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...