Tuesday, 18 October 2016

Anjuran Untuk Menyalurkan Zakat Langsung Kepada Mustahik Tanpa Melalui 'Amil



Salurkan Sendiri, Lebih Baik!

Oleh:Muhammad Yassir, Lc, MA*
 

     Agar terhindar dari penyalahgunaan zakat, kami menganjurkan para wajib zakat untuk menyalurkan zakat secara langsung kepada yang berhak. Beberapa alasannya antara lain:
1.                 Boleh menyalurkan zakat secara pribadi, baik berupa emas, perak, zakat perniagaan atau uang. Tidak ada kewajiban menyerahkan melalui amil (Al-Majmu’: 6/137).
2.                 Kinerja LAZ di Indonesia belum optimal. Praktek beberapa LAZ yang
mengambil bagian dana zakat sebagai kafalah, padahal mereka bukan amil, sebagai buktinya.
3.                 Ada beberapa bentuk kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian LAZ, seperti menyalurkan zakat bukan pada tempatnya. Contoh, digunakan untuk membangun rumah sakit atau sekolah.
4.                 Jumlah orang miskin di Indonesia masih banyak. Mereka berhak diutamakan menerima zakat.
     Ada beberapa keuntungan bila menyalurkan zakat secara langsung, di antaranya (lihat syarh Mumti’: 6/205):
(1) Mendapatkan pahala lebih banyak, karena ada usaha mencari fakir-miskin dan menyalurkannya dengan tenaga sendiri;
(2) Lebih yakin sampainya zakat ke penerimanya;
(3) Menampik su’uzhon (buruk sangka) yang mengira orang kaya tidak mengeluarkan zakat; dan
(4) Untuk lebih menumbuhkan rasa syukur.
     Namun kami tidak menganjurkan menggunakan open hause untuk menyalurkan zakat. Selain menimbulkan keributan, kecelakaan dan kekacauan, juga diragukan sampainya zakat ke yang berhak. Kita tidak tahu orang yang datang mengantre zakat adalah orang yang berhak menerima zakat atau bukan. Jalan keluarnya, data fakir miskin, datangi rumahnya dan serahkan zakat kita ke mereka.
Semoga menjadi pencerahan bagi pelaksanaan ibadah zakat yang sesuai syariah. Wallahu A’lam.***
*) Penulis adalah dosen STDI Imam Syafi’i Jember

 Tulisan tersebut adalah penggalan dari sebuah artikel. Untuk artikel lengkapnya lihat di: http://pengusahamuslim.com/5407-tiga-bentuk-penyalahgunaan-zakat.html
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Tambahan dari kami (pengelola blog Media Muslim ini):

Penyaluran zakat lewat 'amil disinyalir seringkali membuat zakat si muzakki (orang yang berzakat) tidak sampai kepada mustahik yang merupakan tetangga atau karib kerabat dari si muzakki itu sendiri. Padahal zakat dari seseorang itu harus disalurkan kepada para mustahik yang ada di lingkungan tempat tinggal orang tersebut terlebih dulu (tetangga dekat dan tetangga jauh, lebih-lebih jika juga tergolong karib-kerabat dari orang yang berzakat itu sendiri). Tidak boleh dibagikan kepada mustahik yang ada di daerah lain kecuali mereka (mustahik yang harus didahulukan itu) sudah mendapatkan haknya.

Tulisan yang dikutip dari http://www.rumahfiqih.com berikut ini menggambarkan hal tersebut (dimulai dengan tanda petik ["] dan di akhiri juga dengan tanda petik):




"Intinya amil zakat itu bagaimana mengambil zakat dari orang kaya dan mengembalikannya kepada orang miskin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

Kedua tugas itu memang cukup berat, tetapi menurut hemat saya yang lebih berat adalah tugas yang kedua, yaitu bagaimana mengembalikan harta itu kepada orang miskin. Tetapi sayangnya, para pengelola (amil) zakat umumnya lebih fokus ke pengumpulan harta zakat ketimbang distribusi.

Kalau urusan mengumpulkan, ada semacam target penerimaan yang harus dicapai, hingga harus dapat sekian milyar. Tetapi giliran ditanya seperti apa konsep pengembaliannya kepada fakir miskin dan mustahik lainnya, biasanya kurang jelas pola dan konsepnya. Lebih cenderung improvisasi dan kurang menerapkan prinsip dasar distribusi harta zakat.

Padahal kalau mau jujur, di dalam syariat Islam ada prinsip bahwa distribusi zakat itu jangan dipindahkan ke tempat lain dulu, kecuali orang-orang miskin yang tinggal di dekat orang kaya sudah menerima hak-hak mereka.
Sayangnya, kebanyakan lembaga zakat yang besar dan bersifat nasional nyaris tidak pernah bisa menerapkan prinsip dasar yang satu ini.
Mengapa?
Karena wilayah kerja lembaga amil zakat itu bersifat nasional dan terlalu luas, mereka tidak mampu lagi memetakan dengan cermat, dari siapa saja zakat itu dipungut dan kemana seharusnya prioritas harta zakat itu didistribusikan terlebih dahulu.

Apalagi kalau kita lihat kenyataannya bahwa harta zakat itu umumnya dipungut di tempat publik seperti di mall atau tempat keramaian publik. Dengan cara ini memang jumlah uang yang dikumpulkan bisa sangat banyak, dan akan membuat para pengurus amil zakat tersenyum lebar.

Tetapi ada cacat dari sistem ini, yaitu sudah bisa dipastikan bahwa tetangga si muzakki tidak akan tercatat. Boro-boro tetangga muzakki, bahkan alamat tempat tinggal dan data detail dari si muzakki sendiri pun tidak ada sama sekali.
Kalau pun ada datanya, terus bagaimana memastikan zakat itu bisa diberikan ke alamat-alamat yang cuma ada di dalam dokumen saja? Apakah amil zakat itu punya petugas yang bisa menjangkau alamat-alamat mustahik yang rumahnya dekat dengan si muzakki?

Problem seperti inilah yang membuat masih banyak orang enggan membayar zakat lewat amil yang bersifat nasional itu. Sebab dengan cara itu seolah-olah kita jadi melupakan para mustahik yang ada di depan mata, atau yang rumahnya menempel dengan tembok kita. Uang zakat yang mereka setorkan seolah hilang dan lewat begitu saja, sementara orang-orang yang fakir dan miskin di depan mata sama sekali malah tidak dapat haknya.

Kita jadi merasa berdosa karena bisa tidur dengan perut kenyang sementara tetangga kita sendiri yang rumahnya menempel di tembok kita malah kelaparan. Bukan karena kita pelit, tetapi karena zakat yang kita keluarkan malah terbang entah ke negeri mana, yang jelas-jelas di depan mata malah terlunta-lunta.
Bukankah ini justru merupakan tanda kurangnya iman kita, sebagimana sabda Rasulullah SAW
ليس المؤمن الذي يشبع وجاره جائع إلى جنبه 
“Tidak dikatakan seorang mukmin apabila dia kenyang, sedangkan tetangga di sampingnyan kelaparan”. (HR. Al-Bukhari)

Meski pun membayar zakat lewat amil yang bersifat nasional itu tetap sah, akan tetapi jelas dari sisi prinsip dasar sistem distribusi zakat masih agak jauh dari ketentuan syariah"
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Oleh karena hal-hal semacam itulah, maka kami sendiri (pengelola blog Media Muslim ini) masih cendrung untuk mendukung pendapat yang menyarankan orang membayar zakatnya langsung kepada para mustahik (tanpa melalui 'amil).

Kita tidak bisa beralasan: "Oh, kalau sudah saya serahkan ke 'amil, ya itu adalah urusan dan tanggung jawab 'amil. Saya tidak ada urusan lagi."
Itu betul kalau Anda yakin bahwa 'amil tersebut kinerja dan kerjanya memang telah benar sesuai syariat. Tapi kalau kita telah tahu bahwa kinerja atau kerja 'amil tersebut tidak beres, tidak sesuai dengan ilmu zakat yang sebenarnya ada dalam Islam, maka Anda tidak boleh menutup mata. Itu tetap menjadi tanggung-jawab Anda kepada Allah swt.

Demikan dululah tulisan ini. Hanya Allahlah yang dapat memberi petunjuk. (Buya Amin/19-okt-2016)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...