Tuesday, 4 October 2016

(Bag. 2) Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya dan ...



Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya
dan
Tidak Pula Mewajibkan Umatnya untuk Miskin

(Bagian ke-2)



Kenapa Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya?

Setelah Anda membaca bagian ke-1 dari tulisan ini, mungkin muncul di benak Anda pertanyaan seperti di atas: Kenapa Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya? Jawaban sebenarnya dari pertanyaan ini, tentu saja Allah dan Rasul-Nya lah yang lebih mengetahui. Namun, agaknya, kita bisa mengira-ngira apa alasan dari hal tersebut berdasarkan ayat-ayat Alquran atau hadits-hadits yang telah disampaikan Rasulullah saw kepada kita.
Berdasarkan ayat atau hadits yang pernah ditemui, bisa dikemukakan setidaknya dua alasan berikut ini:
1.     Karena harta itu akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan hisab (pemeriksaan) yang lebih lama atau lebih berat di akhirat. Makin banyak hartanya, maka akan makin lama atau makin berat pula hisab si pemiliknya di akhirat. Lama atau beratnya hisab ini adalah sebuah siksaan tersendiri yang tidak ringan ditanggung oleh jiwa sehingga layak untuk dihindari.

   Allah menyatakan dalam Alquran:
“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)” (Q.S. At-Takatsur:8)

   Sabda Nabi saw:
“Orang-orang miskin akan masuk surga 500 tahun lebih dulu daripada orang-orang kaya.” (H.R. Tirmidzi).

     Kenapa orang-orang miskin bisa lebih dulu 500 tahun masuk surga daripada orang-orang kaya? Karena selama 500 tahun itu orang-orang kaya masih dalam proses hisab akibat banyaknya harta yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dituntut dalam masalah harta adalah: dari mana/bagaimana harta itu diperoleh dan ke mana/bagaimana harta itu dipergunakan? Dan harta yang harus dipertanggungjawabkan itu adalah seluruhnya (seluruh harta yang pernah dimiliki atau didapatkan). Mulai dari yang sebesar-besarnya sampai ke yang sekecil-kecilnya.
     Bayangkanlah itu. Selama 500 tahun—sekali lagi, 500 tahun, sebuah masa yang sangat lama—diperiksa dengan jiwa yang tentu saja ketar-ketir ketika menghadapinya (diperiksa oleh KPK atau polisi saja, dalam waktu sejam, sudah tak enak rasanya. Apalagi diperiksa oleh para malaikat dalam waktu 500 tahun).
     Ketika 500 tahun dalam masa hisab tersebut, kira-kira kondisi mereka dalam kondisi kaya atau miskin? Logikanya tentu berada dalam kondisi miskin, sebab mereka belum boleh mendapatkan atau pun menggunakan apa pun sampai proses hisab tersebut selesai. Artinya, kekayaan yang mereka nikmati selama beberapa tahun di dunia ini harus dibayar dengan konsekwensi kemiskinan selama 500 tahun di akhirat selama proses hisab. Itu pun kalau akhirnya mereka masuk surga. Kalau ternyata tak lolos dalam pemeriksaan sehingga harus masuk neraka, berarti bertambah lagilah penderitaan mereka dengan azab ribuan tahun yang sungguh sangat menyengsarakan.

--- beberapa tahun kaya di dunia---> konsekwensinya --->:
1) 500 tahun menanggung kecemasan dalam proses hisab di akhirat
2) 500 tahun itu pula menanggung kemiskinan
    
   Perhatikanlah hadits kedua untuk lebih meyakinkan hati kita:
Nabi saw bersabda, “Aku berdiri di depan pintu surga, dan kebanyakan orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Sedangkan orang-orang kaya masih ditahan, hanya saja, mereka yang termasuk penghuni neraka, telah diperintahkan untuk masuk ke neraka.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

2.     Amat banyak celah atau ranjau dosa yang dapat menimpa manusia dalam hal harta (baik dalam proses pencarian harta atau pun dalam penggunaannya). Dan biasanya, kebanyakan manusia pasti akan terjebak oleh ranjau-ranjau tersebut. Akibatnya, mereka harus menanggung berbagai azab (baik di dunia, maupun di akhirat).
     Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, tidaklah kemiskinan yang aku khawatirkan terhadap kalian. Tetapi aku khawatir jika kekayaan dunia ini dihamparkan atas kalian sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian akan berlomba-lomba pada kekayaan itu sebagaimana mereka telah berlomba-lomba. Dan kemudian harta kekayaan itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
     “Sesungguhnya orang yang hartanya banyak adalah orang yang paling sedikit pahalanya di hari kiamat kecuali orang yang berkata: ‘Ini untuk tetangga sebelah kanan, ini untuk tetangga sebelah kiri, dan yang lain untuk tetangga yang di belakang’. Tetapi sangat sedikit orang yang sedemikian ini.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
     Alquran menyatakan:
(1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (2) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (3) Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). (4) Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. (5) Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti. (6) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, (Q.S. At-Takatsur: 1-6).
     Ranjau-ranjau dosa yang dapat menimpa manusia dalam pencarian harta, misalnya: berdusta, mengurangi timbangan, menipu, bersumpah palsu, berpraktek riba, iri dan dengki, dan lain sebagainya. Sedangkan dosa yang dapat menimpa manusia ketika harta itu telah didapatkan, misalnya: kikir, sombong, tidak mau berzakat, tidak mau membantu fakir-miskin, mubazir (boros atau sia-sia), pamer harta, lalai, dsb.

     Itulah kira-kira alasan yang menyebabkan Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya, meskipun tidak pula melarangnya.  Semoga Allah selalu menyelamatkan kita dari berbagai kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat. Walhamdulillahi Robbil ‘alamin. (Jakarta, 4 Okt 2016. Buya Amin)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...