Islam Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya
dan
Tidak Pula Mewajibkan Umatnya untuk Miskin
(Bagian ke-2)
Kenapa Islam
Tidak Mengharuskan Umatnya untuk Kaya?
Setelah Anda membaca bagian ke-1 dari tulisan ini, mungkin muncul
di benak Anda pertanyaan seperti di atas: Kenapa Islam tidak mengharuskan umatnya
untuk kaya? Jawaban sebenarnya dari pertanyaan ini, tentu saja Allah dan
Rasul-Nya lah yang lebih mengetahui. Namun, agaknya, kita bisa mengira-ngira
apa alasan dari hal tersebut berdasarkan ayat-ayat Alquran atau hadits-hadits yang
telah disampaikan Rasulullah saw kepada kita.
Berdasarkan ayat atau hadits yang pernah ditemui, bisa dikemukakan
setidaknya dua alasan berikut ini:
1. Karena harta
itu akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan hisab (pemeriksaan) yang
lebih lama atau lebih berat di akhirat. Makin banyak hartanya, maka akan makin
lama atau makin berat pula hisab si pemiliknya di akhirat. Lama atau beratnya
hisab ini adalah sebuah siksaan tersendiri yang tidak ringan ditanggung oleh
jiwa sehingga layak untuk dihindari.
Allah menyatakan dalam Alquran:
“Kemudian
kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di
dunia itu)” (Q.S. At-Takatsur:8)
Sabda Nabi saw:
“Orang-orang miskin akan masuk surga 500 tahun
lebih dulu daripada orang-orang kaya.” (H.R. Tirmidzi).
Kenapa
orang-orang miskin bisa lebih dulu 500 tahun masuk surga daripada orang-orang
kaya? Karena selama 500 tahun itu orang-orang kaya masih dalam proses hisab
akibat banyaknya harta yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban
yang dituntut dalam masalah harta adalah: dari mana/bagaimana harta itu
diperoleh dan ke mana/bagaimana harta itu dipergunakan? Dan harta yang
harus dipertanggungjawabkan itu adalah seluruhnya (seluruh harta yang
pernah dimiliki atau didapatkan). Mulai dari yang sebesar-besarnya sampai ke
yang sekecil-kecilnya.
Bayangkanlah itu. Selama 500 tahun—sekali lagi, 500 tahun, sebuah
masa yang sangat lama—diperiksa dengan jiwa yang tentu saja ketar-ketir ketika
menghadapinya (diperiksa oleh KPK atau polisi saja, dalam waktu sejam, sudah
tak enak rasanya. Apalagi diperiksa oleh para malaikat dalam waktu 500 tahun).
Ketika
500 tahun dalam masa hisab tersebut, kira-kira kondisi mereka dalam kondisi
kaya atau miskin? Logikanya tentu berada dalam kondisi miskin, sebab mereka
belum boleh mendapatkan atau pun menggunakan apa pun sampai proses hisab
tersebut selesai. Artinya, kekayaan yang mereka nikmati selama beberapa
tahun di dunia ini harus dibayar dengan konsekwensi kemiskinan
selama 500 tahun di akhirat selama proses hisab. Itu pun kalau akhirnya
mereka masuk surga. Kalau ternyata tak lolos dalam pemeriksaan sehingga harus
masuk neraka, berarti bertambah lagilah penderitaan mereka dengan azab ribuan
tahun yang sungguh sangat menyengsarakan.
--- beberapa tahun kaya di dunia---> konsekwensinya --->:
1) 500 tahun menanggung kecemasan dalam proses hisab di akhirat
2) 500 tahun itu pula menanggung kemiskinan
Perhatikanlah
hadits kedua untuk lebih meyakinkan hati kita:
Nabi saw bersabda, “Aku berdiri di depan pintu
surga, dan kebanyakan orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin.
Sedangkan orang-orang kaya masih ditahan, hanya saja, mereka yang termasuk
penghuni neraka, telah diperintahkan untuk masuk ke neraka.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
2. Amat banyak
celah atau ranjau dosa yang dapat menimpa manusia dalam hal harta (baik dalam
proses pencarian harta atau pun dalam penggunaannya). Dan biasanya, kebanyakan
manusia pasti akan terjebak oleh ranjau-ranjau tersebut. Akibatnya, mereka harus
menanggung berbagai azab (baik di dunia, maupun di akhirat).
Rasulullah
saw bersabda, “Demi Allah, tidaklah kemiskinan yang aku khawatirkan terhadap
kalian. Tetapi aku khawatir jika kekayaan dunia ini dihamparkan atas kalian
sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu
kalian akan berlomba-lomba pada kekayaan itu sebagaimana mereka telah
berlomba-lomba. Dan kemudian harta kekayaan itu akan membinasakan kalian
sebagaimana ia telah membinasakan mereka pula.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
“Sesungguhnya orang yang hartanya banyak adalah orang yang paling
sedikit pahalanya di hari kiamat kecuali orang yang berkata: ‘Ini untuk
tetangga sebelah kanan, ini untuk tetangga sebelah kiri, dan yang lain untuk
tetangga yang di belakang’. Tetapi sangat sedikit orang yang sedemikian ini.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).
Alquran
menyatakan:
(1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (2)
sampai kamu masuk ke dalam kubur. (3) Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu). (4) Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu
akan mengetahui. (5) Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti.
(6) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, (Q.S. At-Takatsur:
1-6).
Ranjau-ranjau dosa yang dapat menimpa manusia dalam pencarian harta,
misalnya: berdusta, mengurangi timbangan, menipu, bersumpah palsu, berpraktek
riba, iri dan dengki, dan lain sebagainya. Sedangkan dosa yang dapat menimpa
manusia ketika harta itu telah didapatkan, misalnya: kikir, sombong, tidak mau
berzakat, tidak mau membantu fakir-miskin, mubazir (boros atau sia-sia), pamer
harta, lalai, dsb.
Itulah kira-kira alasan yang
menyebabkan Islam tidak mengharuskan umatnya untuk kaya, meskipun
tidak pula melarangnya. Semoga Allah selalu
menyelamatkan kita dari berbagai kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.
Walhamdulillahi Robbil ‘alamin. (Jakarta, 4 Okt 2016. Buya Amin)
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...