Thursday, 11 May 2017

Hakekat Syirik, Bentuk, dan Macamnya (Non Wahabi) (2)



Ini adalah bagian ke-2 dari 3 tulisan. Jika Anda belum membaca bagian pertamanya, maka silakan klik di sini: bagian 1

Yang termasuk syirik selanjutnya adalah:

4) Menyembah sesuatu selain Allah

“Dan Allah berfirman: “Janganlah kalian menyembah dua Tuhan; sesungguhnya hanya Dia Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut”. (An Nahl: 51)


Betapapun hebat atau sucinya seseorang atau sesuatu itu dalam pandangan Anda, ia tak layak untuk disembah sama-sekali. Tak ada satupun sesuatu yang layak disembah selain Allah swt. Dan menyembah sesuatu selain Allah itu jelas hukumnya syirik.

Jadi berhentilah Anda dari memuja-muja Nyi Roro Kidul, misalnya. Berhentilah dari meletakkan sesajen/sesajian untuk sebuah batu atau pohon besar yang dianggap sakti atau dikeramatkan. Berhentilah menyembah dewa ini dan itu, patung ini dan itu, penjaga laut ini dan itu, dan lain sebagainya.

Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah. Dan dialah satu-satunya yang layak dan berhak untuk disembah di manapun dan kapan pun.

Di antara hal yang tergolong menyembah selain Allah adalah:
a) berdoa kepada selain Allah
b) menyembelih sesuatu sebagai pengorbanan untuk berhala (sesuatu yang dianggap tuhan selain Allah)
d) meletakkan sesajian/sesajen karena mengharapkan bantuan/keselamatan dari selain Allah
e) mencari kekayaan dengan memuja dan menyerahkan tumbal kepada suatu makhluk gaib tertentu
f) dan lain sebagainya

Akan tetapi, TIDAK termasuk syirik (TIDAK termasuk menyembah selain Allah) perbuatan-perbuatan seperti:

a) bertawassul ketika berdoa kepada Allah.
Bertawassul ini adalah ajaran Islam. Dibenarkan dan diajarkan oleh Rasulullah saw karena dapat menyebabkan lebih didengar dan lebih cepat dikabulkannya doa oleh Allah swt. Tawassul ketika berdoa bisa dilakukan dengan menyebutkan amal kebaikan yang pernah kita lakukan (sebagaimana yang pernah dilakukan oleh tiga orang yang terkurung dalam gua seperti yang diceritakan oleh Nabi saw dalam sebuah hadits shahih), dan bisa pula dengan menyebutkan nama seseorang yang kita yakini sebagai orang yang dekat dengan Allah swt (seperti para nabi dan para wali Allah). Salah-satu contoh tawassul dengan menyebutkan nama seseorang yang dipandang mulia di sisi Allah swt adalah apa yang diceritakan di dalam hadits berikut:

Seorang laki-laki buta datang kepada Nabi saw dan mengadu kepadanya tentang matanya yang buta itu. Nabi berkata kepadanya: “Jika kamu mau, bersabarlah. Dan jika kamu mau, aku akan berdoa untukmu”
Laki-laki itu menjawab: “Kebutaanku terasa berat bagiku dan aku tidak memiliki orang yang menuntunku”.
Maka Nabi berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu dan berwudhulah. Kemudian shalatlah dua rakaat dan bacalah:

أَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِـنَـبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ نَبِـيِّ الرَّحْمَةِ يـَا مُحَمَّدُ إِنِّــيْ أَتَوَجَّهُ بِـكَ إلَى رَبِّيْ فِيْ حَـاجَتـِيْ لِتُقْضَى لِيْ

Maknanya: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan bertawajjuh (menghadap) kepada-Mu dengan (kemulyaan) nabi kami, Nabi Muhammad, nabi (pembawa) rahmat. Wahai Muhammad, aku bertawajjuh denganmu kepada Tuhanku dalam hajatku agar dikabulkan untukku.”

Kemudian laki-laki itu pergi dan melakukan apa yang dikatakan Nabi kepadanya. Utsman ibn Hunaif- perawi hadits ini- mengatakan: ”Demi Allah kami belum meninggalkan majlis dan tidak lama kemudian laki-laki itu masuk sudah sembuh dari butanya sekan-akan tidak pernah buta” (HR. At-Thabrani dan beliau mensahihkannya) [hadits ini bisa dilihat pada al Mu’jam al Kabir, (Dar Ihya’ al Turats al ‘Arabi), Juz. 9 hal.17 dan al Mu’jam al-Shaghir, (Beirut: Muassasah al Kutub al Tsaqafiyah), hal. 201]

Dalam hadits tersebut terlihat bahwa orang yang buta itu bertawassul ketika berdoa kepada Allah dengan menyebut nama dan kemuliaan Nabi Muhammad saw. Ini Nabi saw sendiri yang mengajarkan, lalu mengapa Anda menuduh-nuduh syirik kepada orang-orang yang melakukan tawassul?

Kenapa tawassul ini bukan syirik? Karena doanya tetap kepada Allah swt, bukan berdoa kepada selain Allah. Dan dalam tawassul ini sesungguhnya terkandung dua kebaikan: (1) berdoa kepada Allah, dan yang ke (2) memuliakan orang-orang yang dimuliakan oleh Allah atau memuliakan amal-amal yang disenangi oleh Allah. Jadi sesungguhnya, hanya orang-orang bodoh dan tidak paham dengan agama saja yang akan memandang tawassul ini jelek atau menyalah-nyalahkan orang yang bertawassul.

Bagi Anda yang ingin lebih mendalami masalah tawassul, carilah pembahasan tersendiri tentang tawassul ini yang dikarang oleh ulama-ulama atau ustaz-ustaz Ahlus Sunnah wal Jama’ah (bukan Wahabi). Di antara buku yang bagus untuk dibaca tentang masalah ini adalah buku 40 Masalah Agama karangan almarhum K.H. Sirajuddin Abbas. Insya Allah Anda akan menemukan banyak dalil lain tentang masalah ini di dalamnya.

b) Memuliakan orang-orang yang bertakwa kepada Allah

Para nabi, para rasul, dan para wali Allah adalah orang-orang yang dimuliakan dan dicintai oleh Allah. Kenapa mereka dimuliakan? Kenapa mereka dicintai? Karena mereka bertakwa kepada Allah. Memuliakan dan mencintai orang-orang yang dimuliakan dan dicintai oleh Allah pastinya adalah hal yang disenangi oleh Allah.

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya termasuk mengagungkan kehormatan Allah adalah dengan memuliakan orang Islam yang tua usia, orang yang pandai tentang Alquran lagi tidak sombong dan tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil” (HR. Abu Daud)

Jika orang Islam yang tua usia saja layak untuk dimuliakan, lalu bagaimana mungkin sesuatu yang Allah saja memuliakan dan mencintainya lantas kita menjadi terlarang untuk memuliakan dan mencintainya pula? Bahkan apa yang dimuliakan dan dicintai oleh Allah itulah sebenar-benarnya hal/sesuatu yang paling pantas untuk dimuliakan dan dicintai.

Memuliakan atau mencintai sesuatu itu tentu ada bentuknya. Maka berkunjung kepada mereka di waktu mereka hidup, mencium tangan mereka ketika bersalaman, dan menziarahi kubur mereka ketika mereka telah wafat adalah contoh dari bentuk memuliakan dan mencintai mereka yang dapat dibenarkan dan tidak terlarang.

Yang tidak diperbolehkan adalah menyembah mereka.

Akan tetapi orang-orang bodoh telah menimbulkan kerancuan dan kekisruhan di dalam perkara ini. Mereka menyebut segala bentuk pemuliaan dan kecintaan yang telah kita sebutkan di atas tadi sebagai bentuk pengkultusan atau penyembahan sehingga mereka menilainya sebagai perbuatan syirik dan melarangnya. Inna lillahi wainna ilaihi roji’un.

Mereka salah (salah-tembak) di dalam menerapkan beberapa ayat Alquran yang melarang manusia dari mempertuhankan nabi, malaikat, dan lain sebagainya (seperti surat Ali Imran: 80). Mereka samakan orang-orang yang mencintai dan memuliakan Nabi saw (atau mencintai dan memuliakan seorang wali Allah) dengan orang-orang yang telah mempertuhankan seorang nabi (seperti orang-orang Nasrani yang telah menuhankan Isa as). Sekali lagi, inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.

Inilah musibah di dalam agama karena adanya orang-orang bodoh yang berbicara tentang masalah penting di bidang agama. Mereka tak dapat membedakan mana yang pemuliaan dan mana yang penyembahan (mana yang memuliakan atau mencintai dengan mana yang menuhankan). Sehingga apa-apa yang sebenarnya terpuji dan disukai di dalam agama, justru mereka anggap tercela dan terlarang.

Mereka mencela bahkan melarang-larang orang yang berziarah ke makam Rasulullah atau ke makam seorang wali Allah. Mereka menganggap musyrik orang-orang yang berdoa kepada Allah di dekat makam-makam tersebut. Padahal semua itu adalah hal-hal yang diperkenankan bahkan disukai di dalam agama jika saja mereka paham.

Rasulullah saw bersabda: “Dulu aku larang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian”.(HR.Muslim)

Beliau juga bersabda:
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka wajib baginya syafaatku.”
(HR. Daraquthni dan dikuatkan oleh al Hafidz Taqiyuddin al Subki)
[bisa dilihat pada Sunan al Daruquthni: Kitab al Haj: Bab al Mawaqit, (Beirut: Alam al Kutub), Juz.2, hal.278, lihat juga al Subki, Syifa’ al Saqam bi Ziarah Khairil Anam, Juz.2, hal.11]

Sementara itu, tentang perkara berdoa di kuburan, tidak ada dalil yang melarangnya. Semua tempat, di mana pun, adalah tempat yang boleh untuk berdoa kepada Allah swt kecuali ada dalil yang melarangnya. Anda boleh berdoa di dalam pesawat, Anda boleh berdoa di dalam bus, Anda boleh berdoa di pasar, Anda boleh berdoa di mall. Kenapa? Karena tidak ada dalil yang melarangnya. Lalu kenapa berdoa di kuburan Anda larang sementara dalil yang melarangnya pun tidak ada?!

Kalau alasannya demi menghindarkan orang dari syirik, pertanyaannya: apa benar orang yang berdoa di kuburan itu pasti syirik? Belum tentu! Hindarilah diri dari mudah saja berburuk-sangka (suuz zhon) kepada orang lain.

Kepada orang-orang yang belum mengerti atau masih gagal paham tentang masalah ini, saya serukan: Tolong perhatikan benar-benar perbedaan berikut ini:

-Kalau seseorang memuliakan sesuatu karena menganggap sesuatu itu setara dengan Allah (misalnya karena menganggap bahwa orang atau sesuatu itu maha mengetahui sebagaimana maha mengetahuinya Allah), maka orang itu dapatlah dikatakan telah berbuat syirik. Akan tetapi jika orang itu memuliakan sesuatu hanya karena adanya kelebihan yang telah diberikan Allah kepada sesuatu itu tanpa menganggap sesuatu tersebut setara dengan Allah, apalagi jika memuliakannya dengan alasan bahwa sesuatu itu adalah sesuatu yang dimuliakan oleh Allah, maka jelas ini BUKAN syirik.

-Jika orang yang berziarah kubur itu berdoa/meminta hajatnya kepada si penghuni kubur, maka ini adalah syirik. Tetapi jika doanya itu tetap ia tujukan kepada Allah, meskipun dilakukan di dekat kubur, maka ini BUKANLAH syirik.

c) bertabarruk dengan benda-benda orang saleh (para nabi, rasul, dan wali Allah)

Nabi Yusuf as menganjurkan melalui saudaranya agar ayahnya (Nabi Ya’qub) ber-tabarruk dengan baju dia (baju Nabi Yusuf) supaya penyakit buta ayahnya itu disembuhkan oleh Allah swt. Cara bertabarruknya adalah dengan mengusapkan baju Nabi Yusuf tersebut ke wajah sang ayah. Alquran menceritakan hal ini dalam surat Yusuf ayat 93:

“Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku” (QS. Yusuf/12: 93)

Nabi Ya’qub melaksanakan anjuran itu, dan matanya pun disembuhkan oleh Allah swt:

“Maka ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke wajahnya (Ya’qub), lalu dia dapat melihat kembali ...” (QS. Yusuf: 96)

Bertabarruk dengan benda-benda orang saleh ini dilakukan pula oleh para sahabat Nabi saw. Di kalangan para sahabat, tentu orang saleh yang terpandang adalah Nabi Muhammad saw itu sendiri. Maka mereka pun bertabarruk dengan benda-benda Nabi saw. Ada yang dengan air wudhu Nabi, rambut Nabi, pakaian Nabi, piring Nabi, dan lain-lain. Perhatikan Hadits-hadits berikut di bawah ini:

Urwah bin Mas’ud as-Tsaqofi datang kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh) di Hudaibiyah. Kala itu ia heran melihat perilaku para sahabat terhadap Nabi, ia mengatakan –menjelaskan apa yang dilihatnya-; “Tiada beliau (Nabi saw) melakukan wudhu kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada beliau meludah kecuali merekapun bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada salembar rambutpun yang rontok kecuali mereka memungutnya”. Dalam riwayat lain disebutkan; “Demi Allah, sewaktu Rasul mengeluarkan dahak dan dahak itu mengenai telapak tangan seseorang maka orang tadi akan mengusapkannya secara rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau mengambil air wudhu maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan (bekas air) wudhu beliau”. (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 66 dalam kitab al-Wudhu’ dan jilid 3 halaman 180 dalam kitab al-Washoya, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 5 halaman 423 dalam hadis panjang nomer-18431, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 9 halaman 219 bab al-Muhadanah ‘ala an-Nadhar Lilmuslimin, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 3 halaman 328, Kitab al-Maghozi karya al-Waqidi jilid 2 halaman 598 dan Kitab Tarikh al-Khamis jilid 2 halaman 19).

“Baluran mayat (Hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar rambut Rasulullah”. (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 7 halaman 25)

“Sewaktu Umar bin Abdul Aziz hendak meningal dunia, ia membawa rambut dan kuku Nabi seraya berkata: “Jika aku mati maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku” (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 5 halaman 406)

“Sewaktu Muawiyah akan wafat, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung, dan selendang juga sebagian rambut Nabi.” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 400, Kitab Tarikh Damsyiq jilid 59 halaman 229 dan Kitab as-Sirah al-halabiyah jilid 3 halaman 109)

“Salah seorang putera Fadhl bin ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada Abu Abdillah (yaitu; Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas beliau berkata: “Ini adalah bagian rambut Nabi”. Lantas Abu Abdillah mewasiatkan agar sewaktu beliau meninggal hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada kedua belah matanya, sedang satu sisanya diletakkan pada lidahnya”. (Lihat: Kitab Shifat as-Shofwah jilid 2 halaman 357).

Dari Shofiyah binti Buhrah, beliau berkata: “Pamanku Faras telah meminta kepada Nabi sebuah piring yang pernah dilihatnya dipakai makan oleh Nabi. Lantas beliau memberikannya kepadanya. Dia (Faras) berkata: “Dahulu, Umar jika datang kepada kami, ia akan mengatakan: “Keluarkan buatku piring Rasulullah”. Lantas kukeluarkan piring tersebut, kemudian ia memenuhinya dengan air Zamzam, dan meminum sebagian darinya, lantas selebihnya, ia percikkan ke wajahnya” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 202 dalam huruf Fa’ pada bagian pertama berkaitan dengan (tarjamah) Ibnu Faras nomer ke-6971, Kitab Usud al-Ghabah jilid 4 halaman 352 pada huruf Fa’, Faras ‘Amm (paman) Shofiyah nomer ke-4202, dan Kitab Kanzul Ummal jilid 14 halaman 264).

Semua dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa bertabarruk dengan benda-benda orang saleh itu hukumnya boleh karena mengandung manfaat dan tidak tergolong syirik.

Bersambung ke bagian 3 (klik)

(Buya Amin/Media Muslim)

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...