Ini adalah bagian ke-2
dari 3 tulisan. Jika Anda belum membaca bagian pertamanya, maka silakan klik di
sini: bagian 1
Yang termasuk syirik
selanjutnya adalah:
4) Menyembah
sesuatu selain Allah
“Dan Allah berfirman:
“Janganlah kalian menyembah dua Tuhan; sesungguhnya hanya Dia Tuhan Yang Maha
Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut”. (An Nahl: 51)
Betapapun hebat atau
sucinya seseorang atau sesuatu itu dalam pandangan Anda, ia tak layak untuk disembah
sama-sekali. Tak ada satupun sesuatu yang layak disembah selain Allah swt. Dan
menyembah sesuatu selain Allah itu jelas hukumnya syirik.
Jadi berhentilah Anda
dari memuja-muja Nyi Roro Kidul, misalnya. Berhentilah dari meletakkan
sesajen/sesajian untuk sebuah batu atau pohon besar yang dianggap sakti atau
dikeramatkan. Berhentilah menyembah dewa ini dan itu, patung ini dan itu,
penjaga laut ini dan itu, dan lain sebagainya.
Tuhan itu hanya satu,
yaitu Allah. Dan dialah satu-satunya yang layak dan berhak untuk disembah di
manapun dan kapan pun.
Di antara hal yang
tergolong menyembah selain Allah adalah:
a) berdoa kepada selain
Allah
b) menyembelih sesuatu
sebagai pengorbanan untuk berhala (sesuatu yang dianggap tuhan selain Allah)
d) meletakkan sesajian/sesajen
karena mengharapkan bantuan/keselamatan dari selain Allah
e) mencari kekayaan
dengan memuja dan menyerahkan tumbal kepada suatu makhluk gaib tertentu
f) dan lain sebagainya
Akan tetapi, TIDAK
termasuk syirik (TIDAK termasuk menyembah selain Allah) perbuatan-perbuatan
seperti:
a) bertawassul ketika
berdoa kepada Allah.
Bertawassul ini adalah
ajaran Islam. Dibenarkan dan diajarkan oleh Rasulullah saw karena dapat
menyebabkan lebih didengar dan lebih cepat dikabulkannya doa oleh Allah swt. Tawassul
ketika berdoa bisa dilakukan dengan menyebutkan amal kebaikan yang pernah kita
lakukan (sebagaimana yang pernah dilakukan oleh tiga orang yang terkurung dalam
gua seperti yang diceritakan oleh Nabi saw dalam sebuah hadits shahih), dan
bisa pula dengan menyebutkan nama seseorang yang kita yakini sebagai orang yang
dekat dengan Allah swt (seperti para nabi dan para wali Allah). Salah-satu
contoh tawassul dengan menyebutkan nama seseorang yang dipandang mulia di sisi
Allah swt adalah apa yang diceritakan di dalam hadits berikut:
Seorang
laki-laki buta datang kepada Nabi saw dan mengadu kepadanya tentang matanya
yang buta itu. Nabi berkata kepadanya: “Jika kamu mau, bersabarlah. Dan jika
kamu mau, aku akan berdoa untukmu”
Laki-laki
itu menjawab: “Kebutaanku terasa berat bagiku dan aku tidak memiliki orang yang
menuntunku”.
Maka Nabi
berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu dan berwudhulah. Kemudian
shalatlah dua rakaat dan bacalah:
أَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ
وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِـنَـبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ نَبِـيِّ الرَّحْمَةِ يـَا مُحَمَّدُ
إِنِّــيْ أَتَوَجَّهُ بِـكَ إلَى رَبِّيْ فِيْ حَـاجَتـِيْ لِتُقْضَى لِيْ
Maknanya: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu dan bertawajjuh (menghadap) kepada-Mu dengan (kemulyaan) nabi kami,
Nabi Muhammad, nabi (pembawa) rahmat. Wahai Muhammad, aku bertawajjuh denganmu
kepada Tuhanku dalam hajatku agar dikabulkan untukku.”
Kemudian
laki-laki itu pergi dan melakukan apa yang dikatakan Nabi kepadanya. Utsman ibn
Hunaif- perawi hadits ini- mengatakan: ”Demi Allah kami belum meninggalkan
majlis dan tidak lama kemudian laki-laki itu masuk sudah sembuh dari butanya
sekan-akan tidak pernah buta” (HR. At-Thabrani dan beliau mensahihkannya) [hadits ini bisa dilihat pada al
Mu’jam al Kabir, (Dar Ihya’
al Turats al ‘Arabi), Juz. 9 hal.17 dan al
Mu’jam al-Shaghir, (Beirut:
Muassasah al Kutub al Tsaqafiyah), hal. 201]
Dalam hadits tersebut
terlihat bahwa orang yang buta itu bertawassul ketika berdoa kepada Allah dengan
menyebut nama dan kemuliaan Nabi Muhammad saw. Ini Nabi saw sendiri yang
mengajarkan, lalu mengapa Anda menuduh-nuduh syirik kepada orang-orang yang
melakukan tawassul?
Kenapa tawassul ini
bukan syirik? Karena doanya tetap kepada Allah swt, bukan berdoa kepada selain
Allah. Dan dalam tawassul ini sesungguhnya terkandung dua kebaikan: (1) berdoa
kepada Allah, dan yang ke (2) memuliakan orang-orang yang dimuliakan oleh Allah
atau memuliakan amal-amal yang disenangi oleh Allah. Jadi sesungguhnya, hanya
orang-orang bodoh dan tidak paham dengan agama saja yang akan memandang
tawassul ini jelek atau menyalah-nyalahkan orang yang bertawassul.
Bagi Anda yang ingin
lebih mendalami masalah tawassul, carilah pembahasan tersendiri tentang
tawassul ini yang dikarang oleh ulama-ulama atau ustaz-ustaz Ahlus Sunnah wal
Jama’ah (bukan Wahabi). Di antara buku yang bagus untuk dibaca tentang masalah
ini adalah buku 40 Masalah Agama karangan almarhum K.H. Sirajuddin
Abbas. Insya Allah Anda akan menemukan banyak dalil lain tentang masalah ini di
dalamnya.
b) Memuliakan
orang-orang yang bertakwa kepada Allah
Para nabi, para rasul,
dan para wali Allah adalah orang-orang yang dimuliakan dan dicintai oleh Allah.
Kenapa mereka dimuliakan? Kenapa mereka dicintai? Karena mereka bertakwa kepada
Allah. Memuliakan dan mencintai orang-orang yang dimuliakan dan dicintai oleh
Allah pastinya adalah hal yang disenangi oleh Allah.
Rasulullah
saw bersabda: “Sesungguhnya termasuk
mengagungkan kehormatan Allah adalah dengan memuliakan orang Islam yang tua
usia, orang yang pandai tentang Alquran lagi tidak sombong dan tidak
mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil” (HR. Abu Daud)
Jika orang Islam yang
tua usia saja layak untuk dimuliakan, lalu bagaimana mungkin sesuatu yang Allah
saja memuliakan dan mencintainya lantas kita menjadi terlarang untuk memuliakan
dan mencintainya pula? Bahkan apa yang dimuliakan dan dicintai oleh Allah
itulah sebenar-benarnya hal/sesuatu yang paling pantas untuk dimuliakan dan
dicintai.
Memuliakan atau
mencintai sesuatu itu tentu ada bentuknya. Maka berkunjung kepada mereka di
waktu mereka hidup, mencium tangan mereka ketika bersalaman, dan menziarahi
kubur mereka ketika mereka telah wafat adalah contoh dari bentuk memuliakan dan
mencintai mereka yang dapat dibenarkan dan tidak terlarang.
Yang tidak
diperbolehkan adalah menyembah mereka.
Akan tetapi orang-orang
bodoh telah menimbulkan kerancuan dan kekisruhan di dalam perkara ini. Mereka
menyebut segala bentuk pemuliaan dan kecintaan yang telah kita sebutkan di atas
tadi sebagai bentuk pengkultusan atau penyembahan sehingga mereka menilainya
sebagai perbuatan syirik dan melarangnya. Inna lillahi wainna ilaihi roji’un.
Mereka salah
(salah-tembak) di dalam menerapkan beberapa ayat Alquran yang melarang manusia
dari mempertuhankan nabi, malaikat, dan lain sebagainya (seperti surat Ali
Imran: 80). Mereka samakan orang-orang yang mencintai dan memuliakan Nabi saw
(atau mencintai dan memuliakan seorang wali Allah) dengan orang-orang yang
telah mempertuhankan seorang nabi (seperti orang-orang Nasrani yang telah
menuhankan Isa as). Sekali lagi, inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.
Inilah musibah di dalam
agama karena adanya orang-orang bodoh yang berbicara tentang masalah penting di
bidang agama. Mereka tak dapat membedakan mana yang pemuliaan dan mana yang
penyembahan (mana yang memuliakan atau mencintai dengan mana yang menuhankan).
Sehingga apa-apa yang sebenarnya terpuji dan disukai di dalam agama, justru
mereka anggap tercela dan terlarang.
Mereka mencela bahkan
melarang-larang orang yang berziarah ke makam Rasulullah atau ke makam seorang
wali Allah. Mereka menganggap musyrik orang-orang yang berdoa kepada Allah di
dekat makam-makam tersebut. Padahal semua itu adalah hal-hal yang diperkenankan
bahkan disukai di dalam agama jika saja mereka paham.
Rasulullah saw bersabda: “Dulu aku larang kalian berziarah kubur,
maka sekarang berziarahlah kalian”.(HR.Muslim)
Beliau juga bersabda:
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka wajib baginya
syafaatku.”
(HR. Daraquthni dan dikuatkan oleh al Hafidz Taqiyuddin al Subki)
[bisa dilihat pada
Sunan al Daruquthni: Kitab al Haj: Bab al Mawaqit, (Beirut: Alam al Kutub), Juz.2, hal.278,
lihat juga al Subki, Syifa’
al Saqam bi Ziarah Khairil Anam,
Juz.2, hal.11]
Sementara itu, tentang
perkara berdoa di kuburan, tidak ada dalil yang melarangnya. Semua tempat, di
mana pun, adalah tempat yang boleh untuk berdoa kepada Allah swt kecuali ada
dalil yang melarangnya. Anda boleh berdoa di dalam pesawat, Anda boleh berdoa
di dalam bus, Anda boleh berdoa di pasar, Anda boleh berdoa di mall. Kenapa?
Karena tidak ada dalil yang melarangnya. Lalu kenapa berdoa di kuburan Anda
larang sementara dalil yang melarangnya pun tidak ada?!
Kalau alasannya demi
menghindarkan orang dari syirik, pertanyaannya: apa benar orang yang berdoa di
kuburan itu pasti syirik? Belum tentu! Hindarilah diri dari mudah saja
berburuk-sangka (suuz zhon) kepada orang lain.
Kepada orang-orang yang
belum mengerti atau masih gagal paham tentang masalah ini, saya serukan: Tolong
perhatikan benar-benar perbedaan berikut ini:
-Kalau seseorang
memuliakan sesuatu karena menganggap sesuatu itu setara dengan Allah
(misalnya karena menganggap bahwa orang atau sesuatu itu maha mengetahui
sebagaimana maha mengetahuinya Allah), maka orang itu dapatlah dikatakan telah
berbuat syirik. Akan tetapi jika orang itu memuliakan sesuatu hanya karena
adanya kelebihan yang telah diberikan Allah kepada sesuatu itu tanpa menganggap
sesuatu tersebut setara dengan Allah, apalagi jika memuliakannya dengan alasan
bahwa sesuatu itu adalah sesuatu yang dimuliakan oleh Allah, maka jelas ini
BUKAN syirik.
-Jika orang yang
berziarah kubur itu berdoa/meminta hajatnya kepada si penghuni kubur, maka ini
adalah syirik. Tetapi jika doanya itu tetap ia tujukan kepada Allah, meskipun
dilakukan di dekat kubur, maka ini BUKANLAH syirik.
c) bertabarruk dengan
benda-benda orang saleh (para nabi, rasul, dan wali Allah)
Nabi Yusuf as menganjurkan melalui saudaranya agar ayahnya
(Nabi Ya’qub) ber-tabarruk dengan baju dia (baju Nabi Yusuf) supaya penyakit
buta ayahnya itu disembuhkan oleh Allah swt. Cara bertabarruknya adalah dengan
mengusapkan baju Nabi Yusuf tersebut ke wajah sang ayah. Alquran menceritakan
hal ini dalam surat Yusuf ayat 93:
“Pergilah
kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan
melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku” (QS. Yusuf/12: 93)
Nabi Ya’qub melaksanakan anjuran itu, dan matanya pun
disembuhkan oleh Allah swt:
“Maka ketika telah tiba pembawa kabar
gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke wajahnya (Ya’qub), lalu dia dapat
melihat kembali ...” (QS. Yusuf: 96)
Bertabarruk dengan benda-benda orang saleh ini dilakukan pula oleh
para sahabat Nabi saw. Di kalangan para sahabat, tentu orang saleh yang
terpandang adalah Nabi Muhammad saw itu sendiri. Maka mereka pun bertabarruk
dengan benda-benda Nabi saw. Ada yang dengan air wudhu Nabi, rambut Nabi,
pakaian Nabi, piring Nabi, dan lain-lain. Perhatikan Hadits-hadits berikut di
bawah ini:
Urwah
bin Mas’ud as-Tsaqofi datang kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh)
di Hudaibiyah. Kala itu ia heran melihat perilaku para sahabat terhadap Nabi,
ia mengatakan –menjelaskan apa yang dilihatnya-; “Tiada beliau (Nabi saw)
melakukan wudhu kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah).
Tiada beliau meludah kecuali merekapun bersegera (untuk mengambil berkah).
Tiada salembar rambutpun yang rontok kecuali mereka memungutnya”. Dalam riwayat
lain disebutkan; “Demi Allah, sewaktu Rasul mengeluarkan dahak dan dahak itu
mengenai telapak tangan seseorang maka orang tadi akan mengusapkannya secara
rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu
niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau mengambil air
wudhu maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan
(bekas air) wudhu beliau”.
(Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 66 dalam kitab al-Wudhu’ dan
jilid 3 halaman 180 dalam kitab al-Washoya, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
jilid 5 halaman 423 dalam hadis panjang nomer-18431, Kitab as-Sunan al-Kubra
karya al-Baihaqi jilid 9 halaman 219 bab al-Muhadanah ‘ala an-Nadhar
Lilmuslimin, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 3 halaman 328, Kitab al-Maghozi
karya al-Waqidi jilid 2 halaman 598 dan Kitab Tarikh al-Khamis jilid 2 halaman
19).
“Baluran
mayat (Hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar
rambut Rasulullah”.
(Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 7 halaman 25)
“Sewaktu
Umar bin Abdul Aziz hendak meningal dunia, ia membawa rambut dan kuku Nabi
seraya berkata: “Jika aku mati maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku”
(Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 5 halaman 406)
“Sewaktu
Muawiyah akan wafat, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung, dan
selendang juga sebagian rambut Nabi.” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3
halaman 400, Kitab Tarikh Damsyiq jilid 59 halaman 229 dan Kitab as-Sirah
al-halabiyah jilid 3 halaman 109)
“Salah
seorang putera Fadhl bin ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada
Abu Abdillah (yaitu; Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas beliau
berkata: “Ini adalah bagian rambut Nabi”. Lantas Abu Abdillah mewasiatkan agar
sewaktu beliau meninggal hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada
kedua belah matanya, sedang satu sisanya diletakkan pada lidahnya”. (Lihat: Kitab Shifat as-Shofwah jilid 2
halaman 357).
Dari
Shofiyah binti Buhrah, beliau berkata: “Pamanku Faras telah meminta kepada Nabi
sebuah piring yang pernah dilihatnya dipakai makan oleh Nabi. Lantas beliau
memberikannya kepadanya. Dia (Faras) berkata: “Dahulu, Umar jika datang kepada
kami, ia akan mengatakan: “Keluarkan buatku piring Rasulullah”. Lantas kukeluarkan
piring tersebut, kemudian ia memenuhinya dengan air Zamzam, dan meminum
sebagian darinya, lantas selebihnya, ia percikkan ke wajahnya”
(Lihat:
Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 202 dalam huruf Fa’ pada bagian pertama
berkaitan dengan (tarjamah) Ibnu Faras nomer ke-6971, Kitab Usud al-Ghabah
jilid 4 halaman 352 pada huruf Fa’, Faras ‘Amm (paman) Shofiyah nomer ke-4202,
dan Kitab Kanzul Ummal jilid 14 halaman 264).
Semua dalil-dalil di
atas menunjukkan bahwa bertabarruk dengan benda-benda orang saleh itu hukumnya
boleh karena mengandung manfaat dan tidak tergolong syirik.
Bersambung ke bagian 3 (klik)
(Buya Amin/Media
Muslim)
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...