Artikel
ini membahas sedikit tentang surat Albaqarah ayat 34 yang mana di dalamnya
terdapat perintah Allah kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam. Kenapa Allah
memerintahkan sujud kepada Adam? Tidakkah ini perbuatan syirik?
Untuk
memudahkan pembahasannya, marilah kita susun artikel ini dalam bentuk dialog
antara seorang murid dengan gurunya.
Murid: Kenapa
Allah pernah memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam sebagaimana
yang diceritakan dalam surat al-Baqarah ayat 34 padahal Allah sangat melarang perbuatan
syirik. Tidakkah sujud kepada Adam itu tergolong perbuatan syirik, Guru?
Guru
:
Sebelum aku jawab, aku ingin tahu bagaimana pendapatmu sementara tentang hal
ini? Apakah sujud kepada Adam itu tergolong syirik?
Murid
:
Untuk sementara, iya, Guru. Sujud kepada Adam itu menurut saya tergolong
perbuatan syirik. Tetapi karena Allah yang memerintahkannya, maka status syirik
itu menjadi hilang dan berubah menjadi tauhid.
Guru
:
Keliru, Anakku. Pendapatmu itu keliru. Berarti engkau belum memahami dengan
baik permasalahan syirik dan tauhid. Engkau belum mengetahui dengan jelas letak
perbedaannya.
Murid
:
Lalu yang benar bagaimana, Guru?
Guru
:
Allah swt tidak akan pernah membolehkan apalagi menyuruh sesuatu jika sesuatu
itu tergolong perbuatan syirik. Syirik adalah dosa terbesar dan berbeda dengan
dosa-dosa lainnya. Syirik adalah lawan dari tauhid. Tidak akan pernah suatu
perbuatan syirik berubah menjadi tauhid. Dan tidak akan pernah Allah menyuruh
sesuatu yang pada dasarnya merupakan perbuatan syirik agar berubah menjadi
tauhid. Tidak akan pernah.
Jadi,
keliru pendapatmu yang mengatakan bahwa sujud kepada Adam itu adalah syirik
tetapi karena Allah yang memerintahkannya lalu berubah menjadi tauhid. Keliru.
Sangat keliru.
Murid
:
Di mana letak kelirunya, Guru? Mohon dijelaskan supaya ananda paham.
Guru
:
Anakku. Engkau tahu bahwa celaan itu berbeda dengan pujian?
Murid
:
Ya. Tentu, Guru.
Guru
:
Andaikata suatu saat Allah menyuruhmu mencela seseorang, apakah dengan itu maka
berarti celaan itu berubah menjadi pujian terhadap orang tersebut?
Murid
:
Tentu tidak, Guru. celaan tetap celaan. Tidak berubah menjadi pujian.
Hanya saja, karena Allah yang menyuruhnya, maka celaan itu menjadi harus
dilakukan dan berpahala.
Guru
:
Nah, begitu pulalah di dalam masalah ini. Esensi suatu perbuatan tidak akan
berubah meskipun Allah yang memerintahkannya. Jadi syirik akan tetap syirik
meskipun Allah yang memerintahkannya, tetapi ketahuilah, Allah tidak akan
pernah memerintahkan suatu perbuatan jika perbuatan itu tergolong syirik.
Jadi,
terkait sujud kepada Adam, ada dua hal yang harus kau pahami: (1) andaikata
perbuatan sujud kepada Adam itu adalah perbuatan syirik, maka ia tidak
akan berubah menjadi tauhid meskipun dengan alasan “karena Allah yang
memerintahkannya”. Dan (2) andaikata perbuatan sujud kepada Adam itu adalah syirik,
maka niscaya Allah tidak akan pernah memerintahkannya.
Syirik
ini berbeda dengan perbuatan-perbuatan lain. Kalau perbuatan lain, ia bisa
bernilai dosa, dan bisa juga bernilai pahala. Contoh: membunuh. Membunuh itu
bisa bernilai dosa, tetapi juga bisa bernilai pahala. Berdosa jika dilakukan
tanpa hak. Tetapi berpahala jika dilakukan dengan hak, misalnya seperti
membunuh orang kafir di medan jihad fi sabilillah, atau membunuh karena qishas
(dilakukan atas putusan hakim), dsb.
Tetapi
syirik, tidak bisa seperti itu. Selamanya ia bernilai dosa. Selamanya tidak ada
hak bagi seseorang untuk melakukan syirik. Tidak ada syirik yang bernilai
pahala. Dan tidak akan pernah Allah menyuruh sesuatu atau membolehkan sesuatu
jika pada dasarnya ia adalah perbuatan syirik.
Murid
:
Jadi, sujud kepada manusia itu, pada dasarnya bukan perbuatan syirik, Guru?
Guru
:
Bukan. Selama sujud itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan saja dan bukan
penyembahan, maka ia bukan perbuatan syirik. Karena bukan perbuatan syirik,
makanya Allah pernah membolehkan atau memerintahkannya.
Di
zaman Nabi-Nabi terdahulu, Allah pernah memperbolehkan sujud penghormatan ini
untuk manusia. Tetapi di zaman Nabi Muhammad saw, pengormatan dengan cara sujud
ini sudah tidak diperbolehkan lagi. Jadi bukan karena syiriknya, tetapi hanya
karena sudah beda syariatnya saja.
Murid
:
Apa bukti bahwa di syariat-syariat umat terdahulu sujud penghormatan kepada
manusia itu diperbolehkan?
Guru
:
Sebenarnya surat Albaqarah ayat 34 itu adalah salah-satu buktinya. Tetapi kalau
kau mau bukti lain, silakan kau lihat pada surat Yusuf ayat 100. Di sana
diceritakan:
“Dan
dia (Yusuf) menaikkan kedua orang-tua nya ke atas singgasana. Dan mereka
(semua) tunduk bersujud kepadanya (kepada Yusuf)” (QS. Yusuf/12: 100)
Mungkin
di dalam hatimu bisa muncul dugaan bahwa sujud di dalam ayat tersebut adalah
bukan kepada Nabi Yusuf tetapi kepada Allah swt. Namun dugaan itu tertolak.
Dugaan
itu tertolak karena setelah sujud itu dilakukan, Nabi Yusuf as (masih di dalam
surat Yusuf ayat 100 itu) mengatakan bahwa hal itu adalah takwil dari mimpinya
yang dulu:
“Wahai
ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah
menjadikannya kenyataan” (QS. Yusuf: 100)
Takwil
dari mimpi yang mana? Yakni mimpi yang disebutkan di dalam surat Yusuf ayat 4
yang mana di dalam mimpi tersebut Nabi Yusuf as melihat bahwa ada 11 bintang, beserta
matahari dan bulan, semuanya sujud kepada dirinya (kepada Yusuf as):
“(ingatlah)
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku bermimpi
melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku”
(QS. Yusuf/12: 4)
Jadi
tak dapat diragukan lagi bahwa sujud yang dimaksud pada surat Yusuf ayat 100
tersebut adalah sujud kepada Yusuf. Tetapi sekali lagi harus kita tegaskan
bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan dan bukan sujud penyembahan. Karena
dia bukan penyembahan, maka dia bukan perbuatan syirik.
Dengan
surat Yusuf ayat 100 itu juga terbantahlah dugaan bahwa sujud kepada Adam itu tidak
menjadi syirik adalah karena Allah telah memerintahkannya. Sebab dalam surat
Yusuf ayat 100 itu, Nabi Ya’qub dan anak istrinya melakukan sujud kepada Nabi
Yusuf tanpa didahului adanya perintah dari Allah swt. Mereka sujud secara
serta-merta saja atas kehendak diri mereka sendiri. Dan hal itu mereka lakukan
tentunya adalah karena menyadari bahwa perbuatan tersebut bukan syirik dan juga
karena belum ada larangan-syariatnya dari Allah.
Di
masa kita sekarang, penghormatan dengan bentuk sujud ini telah ada larangan
syariatnya, sehingga tidak diperbolehkan lagi. Larangannya terlihat dari hadits
berikut ini:
“Seandainya
aku dibolehkan untuk menyuruh sujud seorang manusia kepada manusia lainnya,
maka niscaya aku akan menyuruh seorang istri untuk bersujud kepada suaminya
karena demikian agungnya hak suami terhadap isterinya” (HR. Abu Dawud,
al-Hakim, dan at-Tirmizi dengan sanad hasan)
Tetapi
harus diingat bahwa larangan ini bukanlah karena perbuatan tersebut tergolong
syirik, tetapi mungkin karena ada suatu hikmah lain yang ingin diberikan Allah
swt kepada umat Nabi Muhammad saw.
Hal
ini sama dengan, misalnya, di zaman umat terdahulu Allah pernah membolehkan
seorang lelaki beristri lebih dari empat orang. Sekarang, di zaman Nabi
Muhammad saw, sudah tidak diperbolehkan lagi. Di zaman Nabi Sulaiman as, masih
diperbolehkan membuat patung-patung (lihat surat Saba'/34: 13). Di
masa Nabi Muhammad, hal itu sudah tidak diperkenankan.
Kalau
perbuatan sujud kepada manusia itu sejatinya tergolong syirik, maka ia pasti
tidak akan diperbolehkan Allah untuk diterapkan pada umat-umat terdahulu, sebab
larangan syirik itu berlaku pada semua umat, pada semua Rasul, pada semua
zaman.
Murid
:
Insya Allah sekarang saya sudah cukup mengerti, Guru. Terimakasih atas
penjelasannya.
Guru
:
Iya, anakku. Semoga Allah memberkahimu. Tetapi sebelum kau pergi, aku ingin
mengujimu terlebih dahulu apakah engkau sudah benar-benar paham tentang masalah
ini atau belum.
Murid
:
Boleh. Silakan, Guru. Mudah-mudahan Allah membantuku.
Guru
:
Baiklah. Coba kau jawab pertanyaan ini. Seandainya ada seseorang yang datang ke
kuburan Rasulullah saw atau kuburan seorang wali Allah, lalu orang itu
mengusap-usap atau bahkan menciumi tanah pekuburan itu karena rindu dan
hormatnya kepada orang yang dikubur di tanah tersebut, apakah hal itu termasuk
syirik?
Murid
:
Tidak, guru. Itu bukan syirik, karena ia hanya sebuah penghormatan saja, bukan
penyembahan.
Guru
:
Bagus, anakku. Berarti engkau telah paham. Aku bukan ingin menyuruh orang untuk
menciumi kuburan. Itu urusan, hak, dan pilihan masing-masing orang. Tetapi aku
hanya ingin menegaskan di mana letak perbedaan syirik dan tauhid. Jangan gampang-gampang saja kita menuduh syirik
kepada orang lain. Sebab syirik adalah dosa besar. Bahkan paling besar. Karena
itu, menuduhnya pun tidak boleh sembarangan dan tidak boleh dianggap sebagai
hal yang ringan semata.
Mana
yang lebih besar antara dosa syirik dengan dosa zina?
Murid
:
Tentu saja lebih besar dosa syirik, Guru. Dosa zina lebih kecil dari syirik.
Guru: Dosa
zina saja yang lebih kecil dari syirik, tidak boleh kita menuduh sembarangan.
Apalagi dosa syirik. Tentu dituntut untuk lebih hati-hati lagi di dalam
melemparkan tuduhan. Jangan sampai yang bukan syirik dituduh-tuduh sebagai
syirik. Ini bukan perkara main-main.
Murid
:
Ya, Guru. Saya mengerti.
Guru
:
Lalu bagaimana hukumnya menghormat seseorang dengan cara membungkukkan badan,
atau menghormati guru dengan cara mencium tangannya. Apakah hal-hal seperti ini
diperbolehkan? Apakah tidak termasuk syirik?
Murid
:
Tentu saja boleh, Guru, dan tidak termasuk syirik. Bagaimana hal-hal itu dapat
disebut syirik jika penghormatan dengan bentuk sujud saja tidak tergolong
syirik?! Insya Allah semua itu tergolong boleh dan bahkan bagus, Guru. Termasuk
akhlak dan amal shalih yang berpahala, insya Allah.
Guru
:
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pemahaman yang baik
kepadamu dan kepada orang-orang yang mau mencari kebenaran. Alhamdulillah.
(Buya
Amin/Media Muslim)
Kafirrrr
ReplyDelete