Setiap
malam nishfu Sya’ban, kaum Muslimin di Indonesia meramaikannya dengan beragam
tradisi, seperti selamatan bersama, yang disebut dengan istilah ruwahan,
menunaikan shalat sunnah baik secara berjamaah maupun sendirian, membaca surat
Yasin dan diakhiri dengan doa. Adakah hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah
dalam menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan aneka ragam amal shaleh?
Mengingat kaum Salafi-Wahabi membid’ahkan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban
dengan aneka ragam ibadah.
Jawab:
Bulan Sya’ban termasuk salah satu bulan yang agung dalam pandangan syara’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuliakan bulan Sya’ban dengan
menambah aktifitas ibadah. Sehingga menambah ibadah pada bulan Sya’ban sangat
dianjurkan sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih. Apabila pada hari-hari
bulan Sya’ban dianjurkan meningkatkan aktifitas ibadah dan kebajikan, maka pada
malam nishfu Sya’ban lebih dianjurkan lagi karena terdapat banyak hadits yang
diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan malam
nishfu Sya’ban melebihi hari-hari yang lain pada bulan yang sama. Hadits-hadits
tersebut diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah,
Abu Tsa’labah, Auf bin Malik, Abu Bakar al-Shiddiq, Abu Musa dan Aisyah
radhiyallahu ‘anhum.
Hadits
Pertama
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ إِلىَ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ
إِلاَّ لاِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ . أخرجه أحمد
“Dari
Abdullah bin Amr, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah subhanahu wa ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu
Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yang
tidak diampuninya, yaitu orang yang bermusuhan dan pembunuh orang.” (HR. Ahmad
dalam al-Musnad [2/176] dengan sanad yang lemah, sebagaimana dapat dilihat
dalam al-Targhib wa al-Tarhib [3/284] dan Majma’ al-Zawaid [8/65]).
Hadits Kedua
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ
مُشَاحِنٍ . أخرجه ابن حبان في صحيحه والطبراني، وأبو نعيم في الحلية.
“Dari
Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah subhanahu wa ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu
Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh makhluk-Nya kecuali kepada
orang yang menyekutukan Allah atau orang yang bermusuhan.”
(HR.
Ibn Hibban dalam Shahih-nya [12/481], al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir
[20/109] dan al-Mu’jam al-Ausath, dan Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’
[5/195], semuanya dari jalur Makhul, dari Malik bin Yukhamir dari Mu’adz secara
marfu’. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [8/65], “Hadits
tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam
al-Ausath, dan para perawinya dapat dipercaya”)
Malik
bin Yukhamir seorang perawi tsiqah dan mukhadhram (generasi tabi’in yang
mengikuti masa Jahiliyah), sedangkan Makhul pernah menjumpainya, sehingga
hadits ini tidak mengalami keterputusan (inqitha’), sebagaimana asumsi sebagian
kalangan. Kesimpulannya, Ibnu Hibban sangat tepat dalam menilai shahih hadits
tersebut.
Hadits
di atas juga diriwayatkan dari:
3)
jalur Abu Hurairah oleh al-Bazzar dalam Musnad-nya [2/436],
4)
jalur Abu Tsa’labah al-Khusyani oleh al-Thabarani [Majma’ al-Zawaid 8/65] dan
Ibnu Abi Ashim dalam al-Sunnah [1/223],
5)
jalur Auf bin Malik oleh al-Bazzar [2/463],
6)
jalur Abu Bakar al-Shiddiq oleh Ibnu Khuzaimah dalam al-Tauhid [no. 90] dan
Ibnu Abi Ashim [no. 509],
7)
jalur Abu Musa oleh Ibnu Majah [1/446] dan al-Lalaka’i [no. 763] dan
8)
jalur Aisyah oleh Ahmad [6/238], al-Tirmidzi [3/107] dan Ibnu Majah [1/445].
Kesimpulan
dari riwayat-riwayat tersebut adalah menetapkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban
secara khusus, dan salah satu dari riwayat di atas telah dishahihkan oleh Ibnu
Hibban. Bahkan al-Albani – ulama Salafi-Wahabi -, juga menilainya shahih dalam
Silsilah al-Ahadits al-Shahihah [1144], dalam Shahih Sunan Ibn Majah [1/233]
dan dalam ta’liq terhadap kitab al-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim [no. 509, 510,
511 dan 512). Riwayat yang shahih ini, sekaligus menaikkan riwayat-riwayat
lainnya yang dianggap dha’if menjadi hasan lighairihi sebagaimana telah menjadi
ketetapan dalam ilmu hadits.
Oleh
karena keutamaan malam Nishfu Sya’ban memiliki dasar yang sangat kuat, umat
Islam sejak generasi salaf banyak yang menghidupkannya dengan aneka ragam
ibadah seperti shalat, doa dan lain-lain. Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama panutan
utama kaum Salafi-Wahabi berkata dalam fatwanya:
وَقَدْ سُئِلَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ
اللهُ تَعَالَى عَنْ صَلاَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَأَجَابَ : إِذَا
صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ
كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنَ السَّلَفِ فَهُوَ حَسَنٌ. وَقَالَ فِيْ
مَوْضِعٍ آخَرَ : وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ فَقَدْ
رُوِيَ فِيْ فَضْلِهَا أَحَادِيْثُ وَآَثاَرٌ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ
السَّلَفِ أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْهَا فَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِيْهَا
وَحْدَهُ قَدْ تَقَدَّمَهُ فِيْهِ سَلَفٌ وَلَهُ فِيْهِ حُجَّةٌ فَلَا يُنْكَرُ
مِثْلُ هَذَا.
“Ibnu
Taimiyah ditanya tentang shalat malam Nishfu Sya’ban, maka ia menjawab:
“Apabila seseorang menunaikan shalat pada malam Nishfu Sya’ban, sendirian atau
bersama jamaah tertentu sebagaimana dikerjakan oleh banyak kelompok kaum salaf,
maka hal itu baik.” Di tempat lain, Ibnu Taimiyah juga berkata: “Adapun malam
Nishfu Sya’ban, telah diriwayatkan banyak hadits dan atsar tentang keutamaannya
dan telah dikutip dari sekelompok kaum salaf bahwa mereka menunaikan shalat
pada malam itu. Jadi shalat yang dilakukan oleh seseorang sendirinya pada malam
tersebut, telah dilakukan sebelumnya oleh kaum salaf dan ia mempunya hujjah,
oleh karena itu hal seperti ini tidak boleh diingkari.” (Majma’ Fatawa Ibni
Taimiyah [3/131-132].
Al-Hafizh
Ibnu Rajab al-Hanbali, salah seorang murid Ibnu Taimiyah, juga berkata dalam kitabnya
Lathaif al-Ma’arif sebagai berikut:
وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
كَانَ التَّابِعُوْنَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ يُعَظِّمُوْنَهَا وَيَجْتَهِدُوْنَ
فِيْهَا فِي الْعِبَادَةِ، وَكَانَ خَالِدُ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانُ بْنِ
عَامِرٍ وَغَيْرُهُمَا مِنْ تَابِعِي الشَّامِ يَقُوْمُوْنَ فِي الْمَسْجِدِ
لَيْلَةَ النِّصْفِ، وَوَافَقَهُمُ اْلإِمَامُ إِسْحَاقُ ابْنُ رَاَهَوْيه عَلىَ
ذَلِكَ، وَقَالَ فِيْ قِيَامِهَا فِي الْمَسَاجِدِ جَمَاعَةً : لَيْسَ ذَلِكَ
بِبِدْعَةٍ . انتهى باختصار وتصرف .
“Malam
Nishfu Sya’ban, kaum Tabi’in dari penduduk Syam mengagungkannya dan
bersungguh-sungguh menunaikan ibadah pada malam tersebut. Khalid bin Ma’dan,
Luqman bin Amir dan lain-lain dari kalangan tabi’in Syam mendirikan shalat di
dalam Masjid pada malam Nishfu Sya’ban. Perbuatan mereka disetujui oleh al-Imam
Ishaq Ibnu Rahawaih. Ibnu Rahawaih berkata mengenai shalat sunnah pada malam
Nishfu Sya’ban di Masjid-masjid secara berjamaah: “Hal tersebut tidak termasuk
bid’ah.” (al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif [h. 263] dengan
disederhanakan).
Wal-hasil,
keutamaan malam Nishfu Sya’ban memiliki dasar hadits-hadits yang shahih.
Menghidupkan malam tersebut dengan aneka ragam ibadah sunnah telah dianjurkan
oleh banyak ulama salaf, untuk mengharapkan rahmat Allah yang turun pada malam
utama tersebut. Lebih-lebih malam Nishfu Sya’ban termasuk salah satu malam yang
dipermudah terkabulnya doa. Al-Imam al-Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm
sebagai berikut:
قال الشَّافِعِيُّ وَبَلَغَنَا أَنَّهُ
كان يُقَالُ إنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ في خَمْسِ لَيَالٍ في لَيْلَةِ
الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ من
رَجَبٍ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ من شَعْبَانَ
Al-Syafi’i
berkata: “Telah sampai kepada kami bahwasanya selalu dikatakan bahwa permohonan
akan dikabulkan dalam lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya idul
adha, malam hari raya idul fitri, awal malam di bulan Rajab dan malam Nishfu
Sya’ban.” (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm [1/231]).
Berdasarkan
keterangan di atas, kita jumpai kaum Muslimin sejak masa-masa yang silam
menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan aneka ragam ibadah dan kebajikan
seperti bersedekah, mengerjakan shalat sunnah secara berjamaah, membaca surat
Yasin dan diakhiri dengan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu a’lam.
Sumber:
Kiai Muhammad Idrus Ramli di laman facebooknya – 11 Mei 2017
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...