Tuesday, 14 March 2017

Buruk Sangka Belum Tentu "Su'u Zhon"



Pernah dengar kata “su’u zhon” ? Kata su’u zhon ini biasa diartikan dengan berburuk-sangka. Padahal kata “berburuk-sangka” itu sebenarnya tidaklah 100 persen tepat untuk menggantikan kata “su’u zhon”. Karena su’u zhon ini memiliki pengertian tersendiri yang disinyalir banyak orang awam yang tidak memahaminya sehingga bisa terjadi kesalahan atau kerancuan di dalam menggunakan atau meng-alamatkannya.

Su’u zhon adalah sebuah dosa (lihat Quran surat Al-Hujurat ayat 12). Sebagai sebuah dosa, tentu ia harus dihindari. Tetapi bagaimana kita akan menghindari sebuah dosa jika kita tidak kenal dengan hakikat dari dosa tersebut? Maka di sinilah pentingnya bagi kita untuk menyingkap apa sesungguhnya yang dimaksud dengan su’u zhon itu.


Su’u zhon memang biasa diartikan dengan ber-buruk sangka. Padahal tidak semua persangkaan buruk itu dapat dinilai sebagai su’u zhon. Ada persangkaan buruk yang terjadi secara spontan di hati manusia ketika melihat sesuatu yang ganjil atau mencurigakan. Apakah itu dapat dinamakan su’u zhon? Tidakkah itu sebuah kewajaran karena manusia adalah makhluk yang bisa berpikir dan selalu menginginkan keamanan untuk dirinya? Terlebih lagi, persangkaan buruk itu terjadi secara spontan saja, terasa begitu saja di hati tanpa diupaya-upayakan. Apakah yang seperti itu dapat dikatakan sebuah dosa?

Nah, mungkin persepsi kita selama ini agak keliru tentang su’u zhon.

Ternyata, su’u zhon itu adalah:

apabila kita menyangka buruk lalu meyakininya, padahal ia belum tentu benar. Atau menyangka buruk lalu bersikap seolah-olah persangkaan buruk itu sudah pasti benar padahal masih berkemungkinan salah.

Sedangkan persangkaan buruk yang terlintas di hati atau timbul di hati secara spontan namun tidak langsung diyakini, atau tidak diperturutkan dengan sebuah perbuatan yang seolah sudah memastikan, maka ia belum dapat dinamakan su’u zhon. Ia masih dianggap sebagai kewajaran-manusiawi karena manusia itu adalah makhluk yang bisa berpikir dan selalu menginginkan keamanan bagi dirinya.

Jadikanlah sangka buruk yang terasa secara spontan di hati Anda sebagai sinyal untuk kewaspadaan semata, agar Anda berpikir dan bersikap secara lebih jeli dan objektif, sehingga akan tidak ada pihak-pihak yang akan terzalimi atau dirugikan, baik diri Anda sendiri ataupun orang lain.

Contoh:

Suatu hari, dari dalam rumahnya, Ibu Ani melihat ada seorang lelaki tak dikenal yang sedang celingak-celinguk di depan pagar rumah. Di hati Ibu Ani timbul persangkaan: “Jangan-jangan, itu maling”. Dengan persangkaan seperti itu, Ibu Ani kemudian mengambil sikap: Membangunkan suaminya sambil berkata, “Pak, bangun, Pak. Ada maling di depan rumah kita, Pak. Dia mau masuk ke dalam!”

Karena ucapan Ibu Ani itu, sang suami segera bangun dan mengambil pentungan (alat pemukul). Ia keluar dan segera mengejar lelaki tak dikenal itu sambil berteriak: “MALIIIIIING”.

Para tetangga terkejut dan segera berdatangan. Mereka kemudian menangkap dan memukuli lelaki tak dikenal itu. Padahal setelah ditelusuri, ternyata lelaki itu hanyalah seseorang yang sedang mencari ayamnya yang hilang.

Nah, dengan sikap yang seperti itu, berarti Ibu Ani telah ber-su’u zhon kepada lelaki tersebut.

Tetapi seandainya sikap Ibu Ani adalah seperti berikut ini:

Ia membangunkan suaminya sambil berkata, “Pak, bangun, Pak. Tolong dilihat di luar. Ada orang celingak-celinguk. Aku takut kalau-kalau dia maling”.

Suami Ibu Ani pun bangun lalu mencari pentungan untuk kewaspadaan. Sebelum keluar rumah, sang suami mencoba untuk berdehem-dehem terlebih dulu dengan suara keras untuk melihat apa reaksi dari lelaki tak dikenal itu atas suara dehem-dehemnya.

Karena si lelaki ternyata terlihat tetap celingak-celinguk di depan pagar rumah itu, barulah sang suami keluar  sambil menyembunyikan pentungan di balik badannya. Dengan tetap sopan, sang suami bertanya kepada lelaki tersebut: “Maaf, Mas, ada keperluan apa di sini? Mau mencari siapa?”

Lelaki itu menjawab, “Anu, Pak. Sudah dua hari ayam jago saya tidak pulang. Ada yang bilang, dia kemarin main di sekitar sini”

Nah, kalau sikap seperti itu yang diambil oleh Ibu Ani dan suaminya, maka Ibu Ani dan suaminya itu tidak dapat disebut melakukan su’u zhon. Mereka hanya bersikap waspada.

Sikap su’u zhon itu dilarang di dalam Islam, tetapi sikap berhati-hati atau berwaspada itu malah dianjurkan:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. Al-Hujurat: 6)

Nah, demikianlah penjelasan ringkas kita tentang su’u zhon ini. Semoga penjelasan ini dapat membuat Anda bisa membedakan antara mana yang su’u zhon dan mana yang bukan. Semoga bermanfaat. Walhamdulillahi rabbil ‘alamiiin (Buya Amin/Media Muslim).

Ket Foto: Aa Gym. Hanya sebagai ilustrasi saja.

No comments:

Post a Comment

Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...