Mau
mencela zaman? Tidak, itu dilarang oleh Islam.
Mau
tidak peduli? Tidak, harus peduli, karena hal ini (fitnah dan hoax) berbahaya,
dosa, dan dapat menelan banyak korban.
Menurut
saya, tidak ada cara lain bagi kita selain menghadapinya dengan sikap
kewaspadaan, mempertinggi daya kritis, berpikir cermat terlebih dulu sebelum
akhirnya memutuskan untuk berpihak kemana terhadap sebuah isu atau kasus.
Kita
tidak bisa untuk selalu berpihak pada sebuah pribadi atau subjek untuk setiap
masalah. Karena sekarang ini tidak ada sebuah pribadi pun, sebuah lembaga pun,
dan sebuah sumber pun, yang dapat dijamin untuk terlepas dan tidak termakan
hoax. Mereka bisa jadi adalah orang-orang baik, tapi siapa bisa menjamin bahwa
mereka bergerak karena mereka mengetahui kebenaran? Bisa jadi mereka bergerak
hanya karena termakan sebuah hoax yang telah direncanakan secara cermat dan
rapi oleh pihak tertentu sehingga sulit untuk dideteksi?
Saya
terus membaca dan menggali, sambil terus memohon petunjuk kepada Allah agar
saya tahu harus berpihak kemana terhadap sebuah isu atau kasus yang terjadi. Dan
saya berdoa kepada Allah agar para tokoh di negeri ini tahu mereka harus
berpihak kemana. Saya mendoakan agar orang-orang pintar dan orang-orang yang
punya kuasa di negeri ini tahu akan mana yang benar dan juga tergerak hatinya
untuk mau berpihak dan berjuang di atas kebenaran yang telah diketahuinya itu .
Saya
berdoa kepada Allah swt agar para penyebar hoax dan fitnah, orang-orang yang
punya niat jelek untuk bangsa dan tanah air ini, diberi petunjuk oleh Allah swt
agar segera bertaubat dan memperbaiki diri. Kalau ternyata mereka memang tidak
bisa diharapkan lagi untuk bertaubat dan memang akan menghasilkan bencana yang
besar bagi negeri ini, saya lebih senang jika mereka Engkau hancurkan saja, ya
Rabb, agar kami terhindar dari kejahatan-kejahatan mereka, aamiin.
Perkembangan
sikap saya saat ini adalah: saya tidak terpaku pada satu figur atau satu pihak.
Saya berusaha untuk hanya selalu berpihak pada KEBENARAN. Sehingga bisa jadi,
untuk kasus A saya berpihak ke si anu, sedangkan untuk kasus B saya justru
berpihak ke si fulan. Karena tidak ada pribadi yang saya yakini akan selalu
benar (kecuali Rasulullah saw), dan juga tidak ada pribadi yang saya yakini akan
selalu salah (kecuali Syaithan terkutuk).
Sebagai
contoh: untuk kasus-kasus dan isu-isu Timur Tengah, untuk saat ini saya memilih
untuk lebih percaya kepada sikap dan tulisan-tulisan dari Ibu Dina Sulaeman.
Karena saya telah membacanya, memikirkannya, dan menganalisanya dengan niat
tulus untuk mencari kebenaran. Bukti-bukti yang dipaparkan oleh Bu Dina
Sulaeman (berupa foto-foto dan video-video) sepertinya adalah benar dan tidak
bisa diremehkan. Kegigihannya dalam membongkar hoax-hoax yang ditebarkan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik, saya pikir adalah kegigihan yang lahir
karena pengetahuannya akan yang sebenarnya terjadi di sana dan semangat baik
untuk memberitahukan masyarakat akan kebenaran yang diketahuinya itu. Semua fakta
dan data yang diungkapkan Bu Dina di blog pribadinya (Dina Sulaeman wordpress--Kajian
Timur Tengah) itu terbuka kok. Bisa dianalisa dan diperiksa kebenaraannya jika
Anda ragu.
Tetapi
untuk kasus-kasus Ahok, kasus reklamasi di Jakarta, dan kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu-isu ke-Islaman di tanah air ini, saya tidak terlalu
memandang tulisan-tulisan Bu Dina Sulaeman. Saya justru berpihak kepada Habib
Rizieq Syihab. Bu Dina saya nilai masih “hambar” kualitas ilmu agamanya dan
kurang menguasai “medan” Indonesia sehingga tidak tepat untuk dijadikan rujukan
di dalam hal ini.
Untuk
dapat bersikap benar terhadap kasus-kasus Ahok, menurut hemat saya diperlukan
setidaknya lima hal berikut:
1)
Pengetahuan ke-Islaman yang cukup dalam dan ghirah (semangat) bela Islam yang
cukup tinggi.
2)
Pengetahuan tentang kondisi politik Indonesia yang sebenarnya yang dilengkapi
dengan rasa nasionalisme (cinta tanah air) yang tinggi.
3)
Niat baik yang tulus dan benar
4)
Kegigihan dan ke-ikhlasan di dalam berjuang
5)
Kecerdasan dan kecermatan berpikir
Saya
menilai lima hal itu ada pada Habib Rizieq Syihab sehingga ia patut untuk dijadikan
rujukan dan ikutan di dalam gerak-langkah perjuangan di tanah air ini.
Saya
seorang muslim, pengikut Aswaja (Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah). Saya cinta Islam
dan saya cinta juga dengan tanah air ini, insya Allah.
Saya
tidak ingin gerakan Wahabi menyebar di tanah air ini. Saya tidak ingin mereka
akan menjadikan Indonesia seperti Suriah atau seperti negara-negara Timur
Tengah lainnya yang telah porak-poranda. Saya tidak ingin makam-makam orang
saleh dihancurkan atau diledakkan oleh karena pemahaman syirik yang keliru dan
disebarkan oleh Wahabi. Saya tidak ingin Wahabi membunuhi umat-umat Islam
dengan tuduhan “telah murtad”, kafir, atau musyrik padahal konsep “kafir” dan “musyrik”
mereka itulah yang tidak beres dan harus diluruskan. Saya tidak ingin pula
amaliyah-amaliyah yang sebenarnya baik dan mendatangkan rahmat Allah justru
menjadi ditinggalkan oleh umat Islam karena percaya pada tuduhan bid’ah dan
sesat yang dilontarkan oleh pihak-pihak Wahabi ini.
Tetapi
di samping itu, saya juga tidak rela jika Islam diremehkan. Saya tidak senang
jika Al-Quran dinistakan. Saya juga tidak senang jika negeri ini dijual kepada
asing atau aseng. Saya tidak suka kepada orang-orang yang mau bekerja untuk
asing/aseng dengan harus mengorbankan rakyat Indonesia itu sendiri.
Apapun
proyek yang didirikan dan diadakan di tanah-air ini semestinya adalah untuk
menguntungkan dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Kalau mau bekerjasama dengan
asing/aseng tentu boleh-boleh saja, tetapi harus tetap dan tidak boleh keluar
dari koridor dan tujuan menyejahterakan rakyat Indonesia. Itu harus,
logis, mesti, dan BENAR. Kalau sudah menyimpang dari itu dan hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, maka tentunya adalah hal yang TIDAK
DAPAT DITERIMA.
Akhirnya
saya mengajak kepada Anda semua: Mari kita kritis, cermat, mau membaca
seutuhnya terhadap sebuah masalah (jangan malas), peduli dan TEPAT di dalam
berpihak, dan bersemangat tinggi membela kebenaran. Demi Islam, demi Allah dan
Rasul-Nya, dan juga demi kesejahteraan bangsa Indonesia pada umumnya.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. [Buya Amin/Media Muslim]
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...