“Barangsiapa
bersumpah dengan suatu sumpah, kemudian dia melihat ada sesuatu yang bernilai
lebih taqwa kepada Allah daripada apa yang telah disumpahkannya itu, maka
hendaklah dia datangi ketaqwaan” (HR. Muslim)
Demikianlah
sabda Rasulullah saw.
Maksud dari
hadits tersebut adalah: Apabila kita telah terlanjur bersumpah, kemudian kita
melihat ada sesuatu yang lebih baik (lebih bernilai taqwa) daripada apa yang
telah kita sumpahkan itu, maka hendaklah kita ambil yang lebih bernilai taqwa
itu. Kita dibolehkan untuk membatalkan sumpah kita apabila yang kita sumpahkan
itu bernilai zalim atau tidak taqwa.
Contoh:
Karena
marah terhadap anak, kita terlanjur bersumpah: “Demi Allah, kalau kamu lakukan
itu lagi, kamu akan saya kurung di WC selama satu bulan”
Kemudian
kita berpikir atau mengetahui bahwa mengurung dia selama satu bulan di WC itu
adalah hukuman yang zalim dan tidak mendidik. Maka dalam hal yang seperti ini,
kita dibenarkan untuk membatalkan sumpah kita itu sambil kita pikirkan lagi
bentuk hukuman yang lebih baik dan tidak bernilai zalim andaikata dia memang
melakukan kesalahan itu lagi.
Namun
perlu diketahui pula, bahwa membatalkan sumpah itu ada konsekuensinya di dalam
hukum Islam. Konsekuensinya adalah ia harus membayar “kafarat sumpah” nya.
Kafarat
sumpah berdasarkan surat al-Maidah ayat 89 adalah: memberi makan 10 orang
miskin, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan budak. Kalau tidak mampu
dengan hal-hal itu, maka hendaklah ia berpuasa selama 3 hari.
Tetapi
dalam hal sumpah ini, ada pelajaran menarik dari kisah Nabi Ayyub as. Suatu
kali, istri Nabi Ayyub melakukan suatu kesalahan yang membuat Nabi Ayyub murka.
Ketika itu, Nabi Ayyub as masih dalam kondisi sakit. Karena kemurkaannya, Nabi
Ayyub bersumpah bahwa kalau dia sehat nanti, dia akan memukul istrinya sebanyak
100 kali.
Atas
izin dan kuasa Allah, ternyata Nabi Ayyub as lambat laun memang sembuh dari
penyakitnya. Ketika telah sembuh itu, dia teringat dengan sumpahnya tadi (akan
memukul istrinya 100 kali).
Tetapi
dia merasa kasihan dan tidak tega. Masak istri yang selama ini telah berbakti
dan merawat beliau ketika sakit harus dipukul 100 kali? Namun kalau tidak
dilaksanakan, dia telah terlanjur bersumpah kepada Allah. Dia takut Allah akan
murka kepada-Nya jika dia melanggar sumpahnya itu.
Saya
tidak tahu, apakah hukum syariat tentang sumpah di zaman Nabi Ayyub itu sama
dengan syariat yang berlaku di zaman Nabi Muhammad saw atau tidak. Yang jelas,
saat itu Nabi Ayyub betul-betul bingung dan dicekam dilema atas sumpah yang
telah terlanjur diucapkannya itu.
Lalu Allah
Yang Maha Penyayang pun menurunkan petunjuk kepada Nabi Ayyub. Petunjuk yang
sangat luar biasa, tepat, dan bijaksana. Petunjuk yang membuat sumpah Nabi
Ayyub tetap terlaksana tetapi juga mempertimbangkan rasa kasihan Nabi Ayyub
terhadap istrinya.
Apa
petunjuk Allah itu? Allah menyuruh Nabi Ayyub as untuk mengambil rumput
sebanyak 100 helai untuk kemudian dipukulkan ke tubuh istrinya sebanyak satu
kali saja. Petunjuk Allah ini diabadikan di dalam Alquran surat Shad ayat 44: “Dan
ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan
janganlah engkau melanggar sumpah...”
Tentu
banyak hikmah yang dapat kita ambil dari kisah seorang rasul. Apalagi kisah
tersebut disinggung Allah di dalam Alquran. Berfikirlah dan renungkanlah.
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. (Buya
Amin/Media Muslim)
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...