Tanya
Bagaimana hukum usaha yang
modalnya hasil pinjaman bank? Ketika usaha ini berkembang, apakah hasilnya
haram? Termasuk rumah KPR bank, apakah berarti rumah itu haram?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah,
amma ba’du,
Pertama, kita perlu memahami pengertian
harta riba
Riba secara bahasa artinya tumbuh.
Allah berfirman dalam al-Qur’an tentang
keutamaan sedekah,
الصّدقات يربي و الرّبا اللّه يمحق
Allah membinasakan riba dan menumbuhkan
sedekah.
(QS. Al-Baqarah: 276)
Karena itu, sebagian ulama
mendefinisikan riba dengan,
فضل مال بلا عوض في معاوضة مال بمال
Kelebihan harta tanpa ada ganti hasil
dalam transaksi komersial antara harta dengan harta (Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/169).
Pengertian riba di atas, mencakup riba
fadhl, yang bentuknya penambahan dalam tukar menukar komoditas ribawi
maupun riba nasiah, dalam bentuk penambahan yang disyaratkan untuk
mendapatkan penundaan pembayaran utang.
Uang Pinjaman Bank
Ketika ada orang yang meminjam uang di
bank, dari sudut pandang nasabah, hakekatnya dia tidak mengambil uang riba.
Namun dia mengambil uang dari pihak yang melakukan transaksi riba.
Sebagai ilutrasi,
Di masa awal Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam hijrah ke Madinah, orang yahudi menjadi penguasa perekonomian Madinah.
Mereka mendominasi pasar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
melakukan transaksi dengan mereka. Ada yang jual beli, dan bisa dipastikan, ada
juga transaksi utang piutang.
Salah satu karakter orang yahudi, mereka
suka mengambil riba dan makan harta orang lain dengan cara yang bathil. Allah
ceritakan dalam al-Quran:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ
بِالْبَاطِلِ
“Disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya,
dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa: 160 – 161)
Ketika kaum muslimin berutang kepada
orang yahudi, mereka tidak disebut mengambil harta riba yang statusnya haram.
Tapi mereka mengambil harta dari orang yang melakukan transaksi riba.
Aisyah radhiyallahu’anha
menceritakan,
تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
لأَهْلِهِ
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, baju perang
beliau masih digadaikan kepada orang Yahudi sebagai jaminan utang tiga puluh
sha’ gandum untuk nafah keluarganya.” (HR. Bukhari 2916, Nasai 4668, dan yang
lainnya).
Demikian pula ketika seorang muslim
pinjam uang di bank. Uang yang dia terima halal. Bagi dia
sebagai peminjam, ini bukan uang riba. Meskipun bagi pihak bank, ada
kemungkinan uang itu adalah uang riba.
Oleh karena
itu, usaha dan hasil yang dia dapatkan halal. Karena modal yang dia gunakan
halal.
Bukan Memotivasi Pinjam Bank
Tulisan ini sama sekali bukan memotivasi
pembaca untuk mencari pinjaman dari bank. Meminjam di bank, berarti melakukan
transaksi riba dengan bank. Karena pada saat meminjam bank, dia menyetujui nota
kesepakatan adanya penambahan ketika pelunasan (bunga). Dan itu riba.
Inilah yang menjadi masalah ketika
seseorang meminjam uang di bank atau rentenir. Dia menyepakati transaksi riba.
Meskipun riba itu belum diberikan pada saat dia menerima pinjaman. Tapi dia
telah berkomitmen, dirinya akan memberikan riba ketika pengembalian.
Orang yang melakukan kesepakata
demikian, mendapat ancaman hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhuma,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat orang yang memakan riba, nasabah riba, juru tulis dan dua saksi
transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka itu sama.” (HR. Muslim 4177)
Ketika seseorang meminjam uang di bank,
dia melakukan dua kesalahan yang diancam dalam hadis di atas:
Pertama, ketika meminjam dia menyepakati
transaksi riba.
Kedua, ketika mengembalikan, dia memberi
makan riba.
Kemudian, artikel ini hanya meluruskan pemahaman yang mengatakan bahwa
uang yang didapat dari pinjaman bank adalah uang riba sehingga
turunan dari uang ini semuanya haram. Padahal tidak demikian. Di
posisi nasabah yang meminjam, dia akan MEMBERIKAN riba kepada bank. Bukan yang menerima atau memakan riba.
Contoh Salah Paham
Salah satu contoh pengaruh
kesalah-pahaman terkait pinjaman bank, ada seorang anak yang merasa resah
dengan kehalalan nafkah yang diberikan ortunya, gara-gara ortunya berbisnis
dengan modal dari bank. Si anak merasa, uang ortunya dan semua hasil bisnis
ortunya adalah riba, karena hasil dari pinjaman bank.
Ada juga yang merasa bingung dengan
status rumah KPR. Apakah itu berarti rumah haram, tidak boleh ditempati juga
tidak boleh dijual karena dia beli dengan dana pinjaman
bank.
Bagi yang Sudah Terlanjur
Bagi Anda yang telah terlanjur pinjam
bank, baik untuk modal maupun untuk konsumtif, seperti rumah dan kendaraan,
sebisa mungkin agar segera dilunasi, dan komitmen untuk tidak semakin
memperparah bunganya. Karena ini berarti semakin banyak memberi makan riba
kepada bank.
Allahu a’lam
Dikutip dan diedit dari tulisan Ustadz Ammi Nur Baits
14 Juni 2017
No comments:
Post a Comment
Komentarnya boleh pro, boleh juga kontra. Tetapi tetap jaga etika kesopanan ya...